Sabtu, 26 Desember 2020

Delapan Puluh Persen

Nisti : 'Ada apa Kistain?' tanya Nisti sambil meletakkan cangkir teh di pangkuan. Menggenggamnya untuk mendapatkan hangat.

Kistain : "Hanya sedikit sedih karena sesuatu." jawab Kistain sambil menatap Nisti sekilas, sebelum kembali menyesap teh.

Nisti : 'Mau cerita?'

Kistain : "Mungkin nanti..." lagi-lagi menyesap teh.

Nisti : 'Kistain, aku memang tidak bisa mendengar. Tapi bisa memahami.' Nisti tersenyum saat Kistain menoleh. Tangan hangat yang sedari tadi menggenggam cangkir teh kini menggenggam tangan lelaki di sampingnya.

Kistain : "Bukan begitu Nisti, bukannya tidak mau cerita. Terkadang, tidak semua masalah bisa diceritakan. Karena seringnya 20% itu bercerita dan 80% mengingat kejadiannya."

Nisti : 'Kalau begitu berikan aku 80%-nya. Agar kamu bisa leluasa bercerita, Kistain.' 



Continue reading Delapan Puluh Persen

Kamis, 17 Desember 2020

Podcast Spotify : Podfun Today Podcast (Quarter Life Crisis)


Hmmm... quarter life crisis nakutin ya? bukan cuma pikiran sendiri aja yang dipertanyakan, tapi juga isi hati. Salah satunya nentuin pilihan. Pernah gak sih, kalian nanya ke diri sendiri, sebenernya kalian itu lagi ngapain? rasanya hidup cuma sekedar hidup dan kerja sekedar kerja. jarang banget gitu, nanya ke diri sendiri maunya kayak gimana?

Di awal 20 tahunan umurku, aku jadi sering menanyakan banyak hal. aku sering berkhayal dan bermimpi hidup apa yang mau aku jalani. 

Contoh deh ya. Dari kecil aku itu sering beda sama temen-temen sebayaku. aku punya pikiran yang orang lain sering gak ngerti, kata orang tuaku aku punya dunia sendiri. Dan dalam melakukan suatu hal, aku selalu ingin membuat sesuatu jadi menyenangkan dulu sebelum dilakuin. Tipe orang yang gak bisa maksain diri buat ngelakuin yang aku sendiri gamau. Suka-suka diri gitu lah hahaha... dan kalau emang harus banget ngelakuinnya, aku pasti muter otak gimana caranya biar diri aku nerima. 

Tapi sayangnya, kadang hal untuk menghibur itu gak bisa aku lakuin sekarang. Dulu pengen cepet-cepet dewasa, udah dewasa malah gak tahu mau ngapain. kayak cuma ngikutin alur hidup aja. Ya memang... semua sudah ada yang mengatur. Kita mau bagaimana kita mau ngapain, semuanya udah dicatat. Tapi yang dimaksud di sini itu, kita juga perlu punya rencana kedepannya kan? meski hasil udah ditentuin tapi bukan artinya kita gak harus berusaha kan? 

Masalahnya... dalam membangun rencana di usia-usia sekarang gak bisa tinggal nulis. Banyak rencana yang mungkin kalau ditulisin cuma sebaris, tapi pertimbangannya bisa berjam-jam. Karena memikirkan rencana dan mempertanyakan usaha saat ini. Muncul perasaan baru. Cemas, minder, dan gak bahagia.

Orang bilang aku lagi ada di fase quarter life crisis. Istilah yang menyerang kaum muda yang beranjak dewasa seperti aku dan mungkin kalian juga. Ruang lingkupnya katanya ada di pendidikan, pekerjaan, keuangan, dan pasangan. 

Hmmm aku setuju sih, banget malah. Aku rasa awal-awal aku diharuskan mengambil keputusan itu saat memilih jurusan buat kuliah. Kalau asalnya aku optimis banget kalau jurusan yang aku ambil itu tepat, tiba-tiba pas udah mau akhir, pertanyaan seperti prospek kerja dan lain-lain malah muncul dan mengacaukan rasa optimisnya.

Pengennya dulu aku jadi orang naif aja gitu, gak mikirin apa-apa dan yang penting ngelakuin hal yang aku mau dan suka. selama tidak merugikan orang lain tentunya. Hal itu bikin aku mikir, kayaknya kalau aku masuk jurusan yang aku mau, meski capek kayaknya aku bahagia deh. Gitu.

Sampeee makin lama aku makin mempertanyakan, nanti kalau udah lulus mau kerja apa ya? jadi apa ya? bisa gak aku bersaing di bidang yang udah aku jalani selama kuliah? sampe munculah rasa minder.

Minder... kalau nanti aku gak bisa bersaing sama yang lain. Minder kalau nanti kumpul keluarga dan ditanya keahlian malah gak bisa apa-apa, dan yang terparah minder kalau nanti semua saudara dan temenku udah dapet kerja sedangkan aku belum. Apalagi disaat-saat semester akhir kayak sekarang. Beberapa temen udah ada yang kerja, entah itu jadi karyawan maupun buka usaha sendiri. 

Untuk masalah pekerjaan, pernah sih aku mikir kalau kerjaan kita nanti itu gak harus sesuai dengan jurusan kuliah kita. Banyak kok yang kayak gitu, dan mereka sukses. Tapi tiba-tiba sisi pikiranku yang lain menyela, kalau bukan yang selama ini kamu pelajari, mau apa lagi? yang kamu pelajari selama kuliah adalah itu, yang kamu dalami adalah itu, terus kenapa sekarang ada pikiran buat ngelakuin hal lain?

Tahu ga, ditanya gitu sama pikiran sendiri itu kayak gak diterima dimana-mana. Sialnya lagi, pikiranku yang itu satu pikiran sama orang tua dan teman-temanku juga. Katakanlah aku punya hobi menulis dan berkomunikasi dengan banyak orang, dan tentu saja punya mimpi untuk bekerja di bidang yang kusuka. Tapi gak segampang itu temaaan... 

Orang-orang di sekitarku bilang mimpiku itu gak pasti, gak menguntungkan, dan gak menghasilkan. Mereka lupa kalau bahwasannya aku dan mereka cuma hamba. Tapi ya balik lagi, kehidupan dan pengalaman keras yang bikin mereka bilang begitu.

Dan akhirnya kalau ada yang nanya apa cita-cita aku, aku bilang kalau aku hanya mau menggeluti bidan yang aku suka. Hahaha simple tapi susah digapai, ya.

Sulit digapai kayak cinta sejati. Eyaaa hahaha. Ngomongin cinta emang gak ada habisnya ya. Lagi-lagi diurusan hati sekalipun otak malah ikutan maen, ikut andil juga dia. 

Dalam dunia cinta, hal yang paling mudah itu memang mencintai dalam diam. Diam-diam memendam, diam-diam juga terluka. Ujung-ujungnya cuma bisa pasrah dan berserah ke yang maha kuasa. Keren ya otak kita di awal menuju dewasa ini. Bukan hanya pendidikan, pekerjaan, dan keungan aja loh yang dipertimbangkan. Tapi juga cinta yang mana harusnya itu bagian hati.

Kayak misalkan kasus, aku mengabaikan yang menantiku untuk mengharapkan dia yang tak pasti. Itu tuh banyak banget dialami cewek. Gak terkecuali aku. Selama belum nyerah, itu biasanya hati masih unggul dari otak. Otak kayak masih mati dan diem ditempat aja gitu. Belum maju.

Dan disaat patah, baru lah otak maju. 

Datang A, tolak. Datang B tolak, sampe orang sekitar berasumsi aku terlalu pemilih. Mereka gatau aja kalau sebenernya aku cuma belum pulih. Dan tibalah masanya orang-orang banyak menasehati ini itu. Timbulah tuntutan harus menerima dengan kedok membuka pikiran dan hati. Dan yang paling parah sampe di kata-katain terlalu jual mahal dan terlalu mementingkan karir. Barulah muncul rasa gak bahagia. 

Rasa gak bahagia dan akhirnya bikin aku mempertimbangkan ucapan mereka. Seperti... aku bisa nih nyoba suka sama dia karena dia begini dia begitu, iya ya, aku harus lebih menghargai perasaan orang yang udah lama banget nungguin aku. Disanalah godaan-godaan untuk mencoba timbul. Kadang heran, kalau masalah kerjaan mereka bilangnya sudah ada yang mengatur, tapi bagian perasaan mereka nyuruh buat kerja keras. 

Aku tahu di luar sana kalian juga ada yang kayak gini, bingung kayak dikejar umur. Seakan-akan harus melakukan semua yang baik mumpung masih muda. Memaksa memasukan sesuatu ke otak yang sebenarnya gak bisa diterima sama hati.

Aku gak bilang semua harus dilakukan sesuka hati, meski pengen tapi itu cuma harapan aku yang aku simpen aja. Tapi aku mau bilang kalau yang baik belum tentu yang terbaik. Kalau emang quarter life crisis emang lagi menyerang, yaudah ayo jalani. Toh ini salah satu fase dalam hidup. Fase dengan tujuan mendewasakan.

Untuk kalian yang masih mendengarkan, dan kebetulan mengalami hal serupa. Coba deh tarik nafas terus hembuskan perlahan sambil bilang ; aku bisa.

Dan untuk hati dan otak yang kadang gak sejalan, aku harap kalian bisa berdamai dikeadaan baik dan buruk yang nanti bisa aja terjadi.

Continue reading Podcast Spotify : Podfun Today Podcast (Quarter Life Crisis)

Rabu, 16 Desember 2020

Nothing



Kamu tidak perlu tersenyum kalau tidak ingin. Tidak perlu tertawa saat sedih, dan tidak perlu sendiri saat sepi. Kenapa sulit sekali untuk jujur pada diri sendiri? Apa salahnya berhenti mengelak dan menerima, kalau kamu sedang tidak baik-baik saja?

Dunia terlalu baik untuk menghakimimu, dia terlalu cerah untuk menutupi mendungmu. Kamu hanya perlu menangis. Bahkan, untuk hal-hal kecil sekalipun. Karena, jika tidak pada dirimu, mau dengan siapa lagi? 

Tubuhmu yang sudah kamu atur untuk menutupi sedih terkadang berbisik lewat mimpi. Dalam bisiknya dia berkata, kamu hebat. 

Semua memang rumit sampai kamu tidak bisa berkelit. Luka yang kamu pupuk akan membusuk. Mau berapa lama?

Mari menangis bersama. Dukamu yang entah untuk keluarga, teman, maupun kekasih, tidak akan hilang oleh waktu. Kamu hanya perlu jujur dan menangis.

Kamu kuat, terima kasih untuk semua tawa.


Continue reading Nothing

Rabu, 04 November 2020

,

[BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #3 : Cress || Perang akan segera dimulai!

Judul                           : Cress (The Lunar Chronicles #3)
Penulis                        : Marissa Meyer
Penerjemah                : Jia Effendi
Penyunting                 : Selsa Chintya , Brigida Ruri
Proofreader                : Titish A.K
Desain Cover             : @Hanheebin
Penerbit                      : Spring
Cetakan Pertama      : Mei 2016
Jumlah Halaman      : 576
ISBN                       : 9786027150584

Harga                     : Rp. 115.000



Cinder dan Kapten Thorne masih buron, Scarlet dan Wolf bergabung dalam rombongan kecil mereka, berencana menggulingkan Levana dari tahtanya. 

Mereka mengharapkan bantuan dari gadis bernama Cress. Gadis itu dipenjara di sebuah satelit sejak kecil, hanya ditemani oleh beberapa netscreen yang menjadikannya peretas andal. Namun kenyataannya, Cress merasa perintah dari Levana untuk melacak Cinder, dan Cress bisa menemukan mereka dengan mudah.

Sementara di bumi, Levana tidak akan membiarkan siapa pun mengganggu pernikahannya dengan kaisar Kai.


REVIEW

Cress adalah buku ketiga dari The Lunar Chronicle Series. Sebelumnya di buku kedua yang berjudul Scarlet, akhirnya Cinder bertemu dengan Scarlet dan Wolf untuk mengajaknya bekerja sama dalam menggulingkan tahta Levana. Pertemuan mereka yang ditulis dalam buku ini memang tidak kalah keren! bahkan jauh lebih seru dan menegangkan dibanding buku kesatu dan keduanya. 

Setiap aku membaca rasanya tidak bisa untuk tidak menahan nafas. Aku serius! lol

Salah satu faktor yang membuat aku gemas untuk terus membaca buku ini sampai selesai adalah, karena sudut pandang buku ini mengambil sudut pandang Cress. Yang mana Cress ini diceritakan sebagai gadis yang seumur hidupnya terkurung di satelit. Ya, kalau di dongeng aslinya Cress dikurung di menara tinggi, di dalam novel Cress (The Lunar Chronicles #3), Cress dikurung di satelit luar angkasa. Jauh lebih tinggi dibandingkan menara, bukan?

Di video review Cinder yang aku unggah di channel-ku sebelumnya, kalian bisa lihat bagaimana aku antusias sekali saat membahas kapten Thorne. Padahal saat itu bagian Thorne masih sedikit dibandingkan dengan di novel Cress (The Lunar Chronicles #3)

Dan saat aku membaca novel Cress (The Lunar Chronicles #3) yang notabene fokus pada kisah Thorne dan Cress, tentu saja aku sangat terhibur. Ada beberapa hal yang menurutku membuat novel Cress (The Lunar Chronicles #3) unggul dibandingkan dua novel sebelumnya, yang pertama : perjalanan Cress dan Thorne yang tersesat di gurun pasir sehingga menyebabkan Thorne buta untuk sementara layak dijadikan bagian paling seru, dimana perjalanan bertahan hidup keduanya ini sangat detail diceritakan dan memberi banyak informasi tentang kehidupan di gurun yang jarang diketahui. 

Yang kedua, selain penjabaran kejadian yang detail, gaya penceritaan penulis yang berusaha membuat Cress menggambarkan situasi untuk Thorne layak diacungi jempol. Rasanya natural, narasinya mengalir dan tidak dibuat-buat.

Terakhir, meskipun novel Cress (The Lunar Chronicles #3) sangat menegangkan ; mulai dari perjalanan mereka sampai perkelahian sengit dengan para ahli sihir, dari awal sampai akhir tidak ada yang membuat aku bosan dengan novel ini. Itu karena penulis pintar sekali menyelipkan komedi disetiap kejadiannya. Mulai dari istilah-istilah sampai pemikiran Thorne yang kadang nyeleneh sampai Cress yang kelewat polos sehingga membuat Thorne acapkali gemas sendiri.

Ah... Thorne dan Cress ini duet maut pokoknya. Aku suka sekali dengan pasangan yang satu ini! Cress yang percaya akan adanya cinta pada pandangan pertama dan kisah bahagia di akhir cerita, bertemu dengan Thorne yang tidak memikirkan itu semua ; cuek dan terkesan tidak mempercayai. Tak jarang Thorne harus memberi penjelasan pada Cress tentang siapa dirinya dan menyuruh Cress untuk memikirkan kembali jika ingin menyukainya.

Sadar atau tidak, entah kenapa disetiap ucapan Thorne aku merasa penulis juga sedang berusaha menunjukkan isi hati Thorne. Thorne yang sebenarnya selalu menutupi masalah dengan sikap petakilan dan narsisnya, sampai Thorne yang juga sebenarnya sedang menyukai Cress. Tapi hanya samar dan tidak dijelaskan secara gamblang pada Cress. Yang hasilnya membuat Cress sering salah paham dan merasa sedih. Yaaah~

Tapi meskipun begitu pada akhirnya mereka selalu kembali bersama. Entah itu karena misi yang mengharuskan mereka bersama maupun keinginan dari diri masing-masing. Bicara tentang misi, selepas mereka semua bertemu ; Cinder, Kai, Iko, Wolf, dokter Erland, Cress dan Thorne juga salah satu pengawal Levana yang memihak mereka, mereka mulai menjalankan misi untuk menyabotase rencana Levana. 

Rencana demi rencana mulai diwujudkan demi meraih kemenangan selalu membuat berhasil menahan nafas. Aku sampai baca beberapa kali untuk mendapatkan bayangan yang jelas karena ini terlalu menegangkan. Penyelundupan, sabotase, sihir dan strategi dicampur jadi satu. 

Dan karena ini adalah novel ketiganya, banyak fakta dan rahasia-rahasia yang sebelumnya masih jadi pertanyaan perlahan-lahan terkuak dalam Cress (The Lunar Chronicles #3) ini. Daaaan yang paling membuatku exited adalah, mereka hampir dekat dengan Levana. Yang artinya semakin dekat juga dengan akhir. Selain itu di novel Cress (The Lunar Chronicles #3) juga asal-usul Cress dan rahasia yang terjadi dibalik vaksin leutomosis terbongkar. Mulai dari awal mula adanya wabah sampai vaksin yang detail kejadiannya masih dirahasiakan di novel sebelumnya. 

Kesimpulannya, selain pelengkap dari novel Cinder dan Scarlet, novel Cress (The Lunar Chronicles #3) juga terbilang lebih unggul dari segi cerita. 5 bintang dari 5 untuk novel Cress.

Sampai jumpa di review novel penutup series ini : Winter.

Terima kasih sudah berkunjung \>w</


Continue reading [BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #3 : Cress || Perang akan segera dimulai!

Minggu, 06 September 2020

A Letter


Untuk aku di masa lalu.

Hai, apa kabar? 

Sekarang aku sudah beberapa tahun lebih tua darimu. Sedikit lebih banyak pula yang telah aku lalui. 

Sedikit berpesan, jangan terlalu banyak memendam. Sebab sekarang aku menyesali karena tidak bisa mengutarakannya saat itu.

Kamu tahu? saat dewasa semua kesalahan atau rasa malu terhadap teman akan terasa seperti angin lalu. Karena semakin dewasa seseorang, dia akan menganggap masa lalu hanya sebuah kenangan. 

Bisa saja yang kamu yakini buruk, ternyata membawa baik. Seperti saat itu, saat kamu memilih untuk mengutarakan perasaanmu padanya. Meski pada nyatanya, dia tidak menerimamu.

Namun sayangnya, kamu tidak mengutarakan hatimu luka. Sehingga sampai sekarang dia menganggapmu sahabat terbaiknya. 

Membuatmu menyaksikan jalan hidupnya yang entah kapan akan menemukan pendamping. Membiarkanmu melihat semua perjalanan dan ceritanya dengan orang lain. Lalu kemudian memaksamu mengangguk saat dirinya bertanya 'apa kamu tidak apa-apa?'

Dan... membiarkanmu tertawa palsu.

Untuk aku yang sekarang masih diliputi rasa penasaran, aku di sini sekarang tengah diliputi rasa cemas ; memilih untuk datang ke perayaannya atau tidak.

Tapi sekarang aku bahagia untuknya. Kamu juga harus, ya.

Karena tidak ada yang salah dengan mencintai selagi di waktu yang tepat tahu cara merelakan. 


Continue reading A Letter

Selasa, 25 Agustus 2020

Jumat, 14 Agustus 2020

, ,

[BOOK REVIEW] You Are the Apple of My Eye by Giddens Ko || “Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”

 


Judul : You are The Apple of My Eye
Penulis : Giddens Ko Genre : Drama, Romance.
Tebal : 350 halaman
Kategori : Novel semi-biografi, Novel remaja.
Harga : Rp. 63.000



“Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”


SINOPSIS

Kau sangat kekanak-kanakan - Shen Jiayi

Sedikit pun kau tidak berubah, nenek yang keras kepala - Ke Jingteng


Semua berawal saat Ke Jingteng, seorang siswa pembuat onar, dipindahkan untuk duduk di depan Shen Jiayi, supaya gadis murid teladan itu bisa mengawasinya. Ke Jingteng merasa Shen Jiayi sangat membosankan seperti ibu-ibu, juga menyebalkan. Apalagi, gadis itu selalu suka menusuk punggungnya saat ia ingin tidur di kelas dengan pulpen hingga baju seragamnya jadi penuh bercak tinta. Namun, Ke Jingteng menyadari, kalau Shen Jiayi adalah seorang gadis yang sangat spesial untuknya. 


Karena masa mudaku, semua adalah tentangmu...



A/N

Hai readers, senang sekali akhirnya aku bisa menulis review novel lagi setelah satu bulan lebih tidak membuka blog karena kesibukan kuliah online ini, euh! Ah iya, sebelum review lebih jauh aku mau kasih tahu kalian kalau sekarang, aku sangat-sangat antusias membahas novel ini. Kenapa? 

Karena You are The Apple of My Eye adalah novel kesukaanku sepanjang masa! yang kemudian disusul oleh The Lunar Chronicles series tentunya, hahaha. 

Jadi, ada beberapa tahapan yang aku jalani sebelum akhirnya tuntas membaca novel You are The Apple of My Eye. Yang pertama, aku tahu kabar novel You are The Apple of My Eye dari google karena saat itu filmnya sedang digarap. Karena penasaran akhirnya aku pun mencari lebih jauh tentang You are The Apple of My Eye. Dan ternyata... ada novelnya! 

Ya, begitulah. Aku selalu antusias dengan novel ketimbang filmnya. Biasanya.

Tapi waktu itu aku masih sekolah, dan harga novel tentunya tidak murah untukku waktu itu yang uang tabungannya hanya cukup untuk beli pulsa saja. Jadi, singkat cerita aku memilih alternatif lain ; download film-nya.

Aku tidak menyesal, sungguh. Filmnya bagus, apalagi tema yang diangkat adalah kisah favoritku, love story. Tapi aku tidak akan review filmnya di sini, jadi aku cuma mau bilang kalau setelah menonton film-nya, aku langsung membayangkan pasti novelnya jauuuuh lebih bagus.

Dan pada akhirnya, aku membeli novel ini di tahun 2019. Tentunya bukan perjalanan yang singkat.



REVIEW

You Are the Apple of My Eye adalah novel Mandarin karangan Giddens Ko, yang pertama kali diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Penerbit Haru pada tahun 2014. Novel You are The Apple of My Eye menceritakan tentang laki-laki bernama Ke Jingteng yang menyukai gadis teladan di kelasnya bernama Shen Jiayi. 

You Are the Apple of My Eye adalah novel semi-biografi yang berkonsentrasi pada pengalaman cinta dan persahabatan Ke Jingteng sebagai peran utama. Sudut pandang yang digunakan dalam novel You are The Apple of My Eye adalah sudut pandang orang pertama, sehingga penyampaian narasi dan deskripsi yang disuguhkan terasa sangat nyata dan mudah dibayangkan.

Berbeda dengan film, You are The Apple of My Eye versi novel lebih kompleks dan rasanya lebih mendalam menurutku. Mungkin karena di film banyak sekali kisah yang dipotong bahkan dihilangkan, jadi saat membaca novel You are The Apple of My Eye terasa sekali perbedaannya. Sangat-sangat banyak, saking banyaknya aku sampai merasa membaca kisah baru.

Di novel You are The Apple of My Eye semuanya diceritakan secara runtut, begitu juga dengan kisah Ke Jingteng dengan Li Xiaohua yang saat itu terjalin sebelum hubungan Ke Jingteng bersama dengan Shen Jiayi. Selain kisah cinta, novel ini juga menyuguhkan cerita persahabatan yang sangat seru dan kocak tentunya.

Ada pun teman-teman Ke Jingteng yang aku ingat diantaranya ; Tsao Kuo Sheng,  Liao Ying Hung, Xu Bochun, dan Hu Chia Wei. Diantara semuanya, kalau tidak salah ingat nama, hanya Xu Bochun yang tidak mengejar Shen Jiayi dan menjadi saingan Ke Jingteng. Maka dari itu Ke Jingteng lebih dekat dengan Xu Bochun ketimbang dengan yang lain. 

Yoko punya Bibi Lung, aku punya Shen Jiayi. Yoko punya Dragon Flower, aku punya xiaoerduo. Yoko punya elang, aku punya Xu Bochun. Semua ini memang sudah ditakdirkan! 

Penceritaan karakter sampingan seperti sahabat-sahabat Ke Jingteng yang diceritakan secara detail mampu memberi nilai tambah untuk novel You are The Apple of My Eye. Bayangkan, penulis berhasil membuat semua karakter yang ada di novel You are The Apple of My Eye terasa sangat-sangat hidup!

Banyak sekali tingkah mereka yang membuat aku susah lupa dengan novel You are The Apple of My Eye, selain karena kisahnya yang menarik untuk diikuti, cara penulis mengemasnya juga tidak kalah bagus. Mulai dari gaya bahasa yang dekat dengan pembaca, penjabaran yang jelas dan pemikiran-pemikiran yang keren juga disisipkan di novel You are The Apple of My Eye

Selama membaca novel You are The Apple of My Eye, sering kali aku menandai kata-kata atau pemikiran-pemikiran Ke Jingteng yang 'selalu benar' , kritis dan penuh semangat. Seakan yang diucapkannya adalah perwakilan dari perasaanku saat di usia-usia mereka. Semua terasa benar dan apa adanya. Intinya penulis pandai sekali mengolah kata-katanya. AKU SUKAAA!

Secara teknis menulis, Giddens Ko memang tidak usah diragukan lagi. Maka dari itu, aku akan lebih banyak membahas tentang perasaanku saja saat membaca novel You are The Apple of My Eye ya, haha. Fyi, aku sering tertawa karena tingkah mereka yang aneh-aneh untuk mencuri perhatian Shen Jiayi. Banyak tingkah, banyak cara dan banyak kekonyolan. Ada yang menggunakan puisi, cara bicara yang intelek, sampai secara terang-terangan tanpa strategi. Tapi kurasa, dari mereka semua cara yang paling ampuh adalah caranya Ke Jingteng. 

Menurutku bukan karena dia tokoh utama, tapi karena Ke Jingteng berbeda. Disaat semua berlomba membuat Shen Jiayi terkesan, Ke Jingteng justru membuat Shen Jiayi merasa tertantang dan acapkali merasa kesal dengan tingkahnya. Ke Jingteng sadar, Shen Jiayi akan merasa risih jika didekati dengan cara seperti memberi surat atau pun bunga, karena Shen Jiayi adalah gadis pintar dewasa yang menyukai tantangan. Maka dari itu dirinya seolah mencari mati dengan mengajak Shen Jiayi bersaing dengannya dalam beberapa mata pelajaran.

Dari novel You are The Apple of My Eye aku mengakui sekaligus baru menemukan kebenaran istilah 'pacaran untuk penyemangat belajar.' 

Meski awalnya Ke Jingteng merasa terganggu dengan paksaan belajar dari Shen Jiayi, tapi akhirnya Ke Jingteng menyadari bahwa dirinya sebenarnya bisa jika ada kemauan. 

Begitu juga kita, readers :) 

Apalagi saat dirinya mulai dekat dengan Li Xiaohua yang selalu menanyakan soal-soal sulit, semangat belajar Ke Jingteng semakin bertambah karena merasa malu jika tidak bisa menjawab.

Tapi entah kenapa aku merasa hubungan mereka berat sebelah jika dibandingkan dengan Shen Jiayi. Ibaratnya jika dengan Shen Jiayi, Ke Jingteng tidak hanya memberi tapi juga diberi. Saling menguntungkan sekaligus saling bersaing. Sampai pada akhirnya belajar seakan menjadi kebutuhan pokok keduanya untuk bisa melengkapi satu sama lain.

Ke Jingteng adalah pengamat yang baik, hati-hati sekaligus romantis. Selain belajar, Ke Jingteng juga punya cara lain yang tak kalah ampuh, salah satunya menemani Shen Jiayi yang selalu memilih tinggal di sekolah sampai malam hari untuk belajar. 

“Pulang bersama”, entah muncul di kehidupan mana pun, kedua kata ini memiliki arti yang romantis. “Bersama” mewakili hal  yang tidak bisa dilakukan sendiri, “pulang” berarti kembali ke kehangatan.

Manis, sederhana, polos dan membuat susah lupa. Itulah kisah dalam novel You are The Apple of My Eye.

Mengingat novel You Are the Apple of My Eye ini memiliki alur maju-mundur, jadi selain kisah remaja mereka, penulis juga acapkali menceritakan tentang Ke Jingteng di masa kini. Mulai dari kisahnya yang menulis ceritanya bersama Shen Jiayi, sampai menyampaikan perasaan yang selama ini selalu untuk Shen Jiayi.

Delapan tahun menyukai membuat kami memiliki hubungan yang dalam.
Mungkin tidak sedekat pasangan, tetapi lebih dekat dari seorang teman.
Itu adalah belenggu. 

Semakin menuju bab akhir, konflik mulai berdatangan. Salah satunya mereka yang harus menjalani hubungan jarak jauh karena beda Universitas dan komunikasi yang kadang terkendala. Tidak sering bertemu dan membagi kisah membuat keduanya lebih mudah mengalami salah paham satu sama lain, sebelum akhirnya mereka harus mengambil keputusan besar.

Bisa dibilang, aku hanya pembaca. Tapi saat membaca bagaimana kisah mereka yang putus nyambung, perasaan Shen Jiayi yang tidak tersampaikan dengan benar, dan Ke Jingteng yang ragu-ragu membuat aku kesal sekaligus ikut patah hati. Pesannya tersampaikan dengan sangat baik.

Kurasa aku sudah jatuh cinta dengan novel You are The Apple of My Eye sampai ikut tertawa dan menangis bersama para tokoh :)

Meskipun pada akhirnya cinta itu tidak membuahkan hasil, tetapi selama pernah berkembang, warnanya tetap cerah. 

Dan untuk kekurangan, aku hanya merasa terganggu dengan beberapa hal kecil yang menurutku lebih pada pendapat pribadi. Seperti yang sudah aku bilang di atas, aku sudah lebih dulu menonton versi film, jadi saat aku membaca You are The Apple of My Eye versi novel aku terkadang membayangkan aktor dan artis di dalam film, membuaku merasa sedang membaca fan-fiction. 

Jujur, biasanya aku paling tidak suka membaca cerita yang sudah divisualisasikan oleh orang lain sebelumnya, karena aku lebih suka menggunakan visual yang aku bayangkan sendiri ketimbang ditentukan. Tapi karena terlanjur suka, jadi aku mencoba untuk menikmatinya.

Oh iya, ada satu lagi. Aku kurang suka dengan kenyataan bahwa Shen Jiayi juga dibuat pernah menjalin hubungan dengan sahabat-sahabat Ke Jingteng yang lain. Rasanya sedikit tidak rela saja :P

Akhir kata, terima kasih untuk penulis juga Penerbit Haru dan tim yang sudah mengemas novel You are The Apple of My Eye dengan sangat apik.


Meski kurasa tidak mungkin, tapi aku berharap bisa membaca sudut pandang Shen Jiayi.


Sampai jumpa...



 


Continue reading [BOOK REVIEW] You Are the Apple of My Eye by Giddens Ko || “Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”

Jumat, 26 Juni 2020

[Menuju tuntas] 236/343 You are The Apple of My Eye


"Ada yang berkata hal yang paling indah saat menjalin cinta dengan saat sedang berada di tahap ambigu : ketika saling memperhatikan satu sama lain, mencoba memahami perasaan yang diutarakan oleh pasangan dengan hati-hati, dan takut memberikan respon yang salah. Setiap tindakan kecil seakan memiliki arti, juga mulai diberi arti."

- You are The Apple of My Eye - 236

Malam ini aku senang sekali karena bisa membaca buku ini. Meski sudah menonton filmnya, aku rasa novelnya lebih manis. Aku serius.

Tidak perlu membayangkan seseorang agar bisa hanyut kedalam kata-kata. Cukup membaca dan masuk kedalamnya. Itu juga yang sedang aku rasakan. 

Akhir-akhir ini aku sedang suka C-lit. Mulai dari drama sampai novel, aku selalu memilih China. Entah kenapa, karya mereka selalu menarik perhatian. Mungkin karena mereka selalu memperhatikan detail kecil yang jarang literatur sana lihat.

Detail kecil yang manis.

Atau mungkin, keinginan manis yang terselip di C-lit.
Continue reading [Menuju tuntas] 236/343 You are The Apple of My Eye

Minggu, 14 Juni 2020

Kisah yang kamu tawarkan

Jika ingin mengulang, apa boleh?
Merajut kisah yang sudah aku tahu penyelesaiannya, apa boleh?
Aku, ingin kita mengulang tanpa harus menghilang
Seperti sesuatu yang tidak mungkin untuk ku ulang, menyukaimu lagi. 

Namun tidak terucap, aku biarkan saja terbawa arus hening sampai hilang tertelan malam.
Benar, setelah malam, kini siang memuntahkan terang yang membuatku jelas berpikir, ternyata aku salah paham. Yang ingin aku ulang adalah perasaan riang yang pada nyatanya hanya aku ciptakan sendiri. Tidak peduli kamu tahu, pikir kita sama atau tidak, atau mungkin rasa kita singkron atau tidak. Mungkin seharusnya aku bilang... mengulang waktu saat aku bersamamu. 

Saat kita mentertawakan hal-hal remeh yang tak lucu, kita saling mendiamkan diri masing-masing karena mempermalahkan petunjuk peta yang tak jelas, saat kamu ingin tidur tapi aku ingin berbincang, saat aku marah karena kamu memberi jawaban yang salah, saat kamu kesal karena aku jahili, atau mungkin saat kamu sembunyi-sembunyi menjemputku hanya untuk bertemu. 

Rindu yang kumaksud adalah tawa yang aku tularkan padamu. Kisah yang kamu tawarkan padaku untuk kita rajut. Dan dari beberapa kisah yang terjadi, yang terukir dalam catatan semesta dan kita jalani suka rela, aku hanya ingin kamu tahu bahwa tidak ada satu hari pun yang aku sesali.

Dan jika memang hari ini kamu sudah merangkainya dengan yang lain, aku akan merayakannya lebih dari siapapun. Akan aku sambut dengan meriah melebihi siapapun, aku akan menjadi orang pertama yang memberi selamat lebih dulu, lalu kemudian aku kembali menarik diri tanpa dengar hingar bingar suaranya. Merayakan kesendirian.
Continue reading Kisah yang kamu tawarkan

Jumat, 12 Juni 2020

,

[Book Review] When the Star Falls by Andry Setiawan || Bintang terjatuh karena ia mengejar orang yang dicintainya.

    

Judul : When the Star Falls
Penulis : Andry Setiawan
Penerbit : Penerbit Haru
Halaman : 204
Terbit : Oktober 2015


"Aku rasa, aku bisa bertahan untuk mendengarkan kelanjutan kisahku."

Hal. 48



Blurb

Tahu tidak, bintang itu cahaya masa lalu?
Bintang itu, adalah orang yang mati yang meninggalkan seseorang yang ia cintai di bumi.

Lynn, boleh kan aku mengingatkanmu sekali lagi tentang kita?
Tentang bagaimana kita bertemu.
Juga tentang bagaimana kita bertengkar dan berbaikan.
Lalu tentang ciuman pertama kita, dan juga tentang perjalanan kita selama ini.

Aku hanya berharap, besok kau tidak melupakannya lagi.
Karena itu, aku tulis semuanya di buku ini.
Agar saat kau lupa, kau bisa membukanya lagi dan membacanya.
Tentang kita.

Sampai salah satu dari kita menjadi bintang.
Sampai bintang itu jatuh dan menjemput salah satunya.

Bintang terjatuh karena ia mengejar orang yang dicintainya, yang sudah menyusul dirinya.


Sinopsis

Novel When the Star Falls menceritakan tentang Sam, laki-laki berumur 21 tahun yang tinggal di Jawa Timur. Sam diceritakan sebagai pemuda yang selalu mengasihani diri sendiri dan senang berada dalam keraguan. Selain itu Sam juga mempunyai pacar bernama Lynn yang menderita tumor otak. Setelah menjalani operasi, Lynn terbangun dalam kondisi lupa ingatan sebagian atau selective amnesia. Dan salah satu yang dilupakan oleh Lynn adalah Sam dan kenangan bersamanya. Namun meskipun begitu Sam tidak menyerah untuk membantu Lynn dalam mengingat semuanya. Sam menceritakan semua yang terjadi selama ini kepada Lynn dengan suka rela. Semua usaha Sam berhasil, karena Lynn jatuh cinta kembali kepada Sam.


Review

Sebelumnya aku mau teriak dulu : Aaaaaakk!

Lalu memperingatkan kalian bahwa : Novel ini mengandung bombay!!! 

Sedikit cerita, awalnya aku tidak tahu novel When the Star Falls sama sekali dan sekalinya tahu pun tidak dari siapa-siapa. Aku murni menemukannya sendiri di toko buku online penerbit Haru. Dan aku beruntung. 

Aku menulis review When the Star Falls dengan cepat. Serius, aku tidak ingin rasa ini terlanjur hilang. Rasanya... melekat erat. Aku suka novel  When the Star Falls, dan sebelumnya aku sudah bilang di postingan menuju tuntas When the Star Falls alasannya.

Aku tertarik beli When the Star Falls karena kata-kata di bagian blurb-nya manis dan soft, sekaligus sedih. Banyak sekali harapan disetiap kalimat-kalimat manis yang ditulis. Seperti paradoks. Bagaimana mengemas ungkapan-ungkapan menyedihkan menjadi untaian kata yang indah adalah salah satu keunggulan novel When the Star Falls.

Novel When the Star Falls ini ringan, mudah dipahami oleh siapa saja dan tentunya romantis disini cukup aman.

Aman?

Iya, aman. Novel When the Star Falls memperlihatkan bahwa berbagi kasih sayang tidak melulu dengan menunjukkan kemesraan. Jadi, buat kalian yang mungkin belum boleh cinta-cintaan bisa membaca When the Star Falls dengan tenang. Tapi tolong sediakan tissue.

Novel When the Star Falls mengambil sudut pandang pertama, yaitu Sam. Sejauh aku membaca novel When the Star Falls, jujur aku kurang suka dengan sikap Sam. Hem... bukan karena membencinya atau dia yang punya peran antogonis, bukan! Melainkan karena sikapnya yang selalu mengasihani diri sendiri. 

Kalau menonton film dengan tokoh pria seperti ini sih aku pernah, tapi kalau untuk membaca, ini yang pertama kali. Dan yah, membaca lebih gereget tentunya. Semakin aku masuk ke dalam ceritanya, aku semakin gemas dan ingin menyadarkan Sam bahwa yang selama ini dirinya pikirkan itu terlalu berlebihan. Sebenarnya kamu yang membuat semua kesedihan kamu sendiri, karena pada nyatanya Lynn baik-baik saja. Kurang lebih itu yang akan aku katakan jika bertemu dengan Sam.

Oke, aku mulai merasa seperti Billy sekarang.

Oh iya, Lynn. Semangat dan sikapnya yang ceria ternyata bisa membuat aku senyum-senyum sendiri saat membaca tingkahnya. Dan aku merasa semua ini tidak adil karena kamu harus mengalami semua ini. 

Untuk Leon, tolong berhenti membuat Sam menjadi menyalahkan dirinya. Kamu tidak akan menjadi keren dengan cara seperti itu :P

Argh banyak yang ingin aku proteskan, kenapa semua harus terjadi pada Lynn? Kenapa Sam harus begitu? Nanti kalau Lynn diambil Billy gimana?

Sedih.

Tapi tolong jangan berpikiran negatif dulu. Protesku itu karena aku terlanjur menyukai mereka dan ingin mereka bahagia. Hahaha!

Secara menyeluruh, novel When the Star Falls bagus karena soft dan menyentuh, maka dari itu aku rekomendasikan novel When the Star Falls buat kalian yang suka dengan novel sick-lit yang ringan. Gaya penulis dalam When the Star Falls pun tidak buat alisku mengerut aneh apalagi sampai membuat tidak jadi untuk baca sampai akhir, aku suka gaya penulisannya. Apalagi dengan gaya menulis yang seakan-akan menjadikan pembaca itu Lynn, berhasil membuat karakternya terasa begitu hidup. 

Tidak ada konflik yang dahsyat apalagi membuat gereget sampai mau gigit novelnya di sini, hanya ada konflik ringan antara Sam dan teman-temannya dan tentu saja konflik batin Sam dengan dirinya sendiri. 

Sebenarnya, entah kenapa saat aku membaca When the Star Falls, aku malah merasa sedang menonton anime Shigatsu wa kimi no uso. Apalagi Sam yang menurutku mirip dengan Arima Kousei hahaha. Tapi Sam tetaplah Sam. Itu hanya ungkapanku tentang apa yang aku bayangkan untuk cast Sam. 

Oh iya, untuk ending, terima kasih karena sudah menusuk hatiku dengan begitu dalamnya. Aku sampai harus membuka halaman-halaman sebelumnya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Yah meski aku sedikit curiga di bab satu sebelum tamat, tapi aku tidak menyangka bahwa endingnya dibuat tidak biasa. Dan aku rasa buku ini bukan tentang sudut pandang Sam saja, melainkan juga sudut pandang Billy.

Namun ada kekurangan yang ingin aku sampaikan di sini. Tentang aku yang tidak bisa masuk ke dalam dunia mereka. Maksudku, aku tidak mendapat penjabaran detail tentang tempat dan beberapa teman Sam. Contoh, Sam hanya menceritakan tentang tempat ini, tempat itu, tanpa memberi tahu kondisinya seperti apa. Dan meskipun ada itu sangat sedikit menurutku. Jadi aku sedikit kesulitan untuk masuk ke dalam tempat yang sedang di ceritakan dan aku merasa seperti diposisikan sebagai pembaca saja.

Aku harap kalian tahu maksudku.

Untuk tokoh, aku merasa Dani dan Evi hanya sebagai perantara untuk berjalannya kisah Sam dan Lynn saja. Mereka tidak punya porsi mereka sendiri di When the Star Falls. Bahkan, di cerita masa kecilnya pun mereka tidak banyak diceritakan. Keberadaanya seperti sedikit dipaksakan menurutku. 

Tapi secara menyeluruh novel When the Star Falls ini bagus. Aku paling suka dengan kata-kata yang sudah membahas bintang, dan juga kata-kata yang ada disetiap awal bab.

4/5 untuk When the Star Falls.

Semangat terus untuk penulis, semangat juga untuk penerbit Haru.




Continue reading [Book Review] When the Star Falls by Andry Setiawan || Bintang terjatuh karena ia mengejar orang yang dicintainya.

Rabu, 03 Juni 2020

,

[Menuju tuntas] 174/204 When the Star Falls by Andry Setiawan - Bintang itu cahaya masa lalu



Selama ini aku selalu menganggap bintang adalah hal yang paling romantis. Entah itu karena melihatnya dengan siapa, ada cerita apa dibalik terangnya atau harapan-harapan apa saja yang diucapkan saat melihatnya melintas. Semua terlalu indah untuk dilupakan.

Di buku ini, 'bintang' banyak melintas. Dan aku selalu menyukai tiap kata-kata dan opini yang ada di dalamnya. Kata-katanya baku tapi sederhana dan menyentuh, suka sekali! Aku belum baca sampai selesai, tapi kurasa nanti malam atau sore aku bisa menyelesaikannya. Sedikit bocoran, aku gemas sekali dengan Sam. Tapi tidak mau membahasnya di sini.

Mari kita bahas nanti di review novel ini. 

Jaga-jaga kalian lupa kalau aku akan membahasnya dalam waktu dekat, kalian bisa masukan email kalian di form orange di bagian bawah blog ini untuk dapat notifikasi.

Tentu saja, kalau kalian mau. Aku tidak memaksa. Tapi aku akan sangat senang jika kalian memilih untuk mengisinya XD

Sampai nanti.


Continue reading [Menuju tuntas] 174/204 When the Star Falls by Andry Setiawan - Bintang itu cahaya masa lalu

Sabtu, 30 Mei 2020

, , ,

[BOOK REVIEW] Stillhouse Lake by Rachel Caine - Tidak bisa tidak parno!!!



Judul : Stillhouse Lake
Penulis : Rachel Caine
Penerjemah : Anggun Prameswari
Penyunting : Prisca Primasari
Penyelaras aksara : Seplia
Desain sampul : Herdiyani (ANIMAJI)
Penerbit : Spring
Terbit : Maret 2018 
Tebal : 364 halaman


                                                                            BLURB

Gina Royal, seorang ibu dengan dua anak, tidak pernah menyangka dia menikahi seorang pembunuh berantai. Sampai akhirnya sebuah kecelakaan mengungkap identitas suami aslinya, dan Gina harus memulai hidupnya lagi dari awal sebagai Gwen Proctor.

Dengan mantan suaminya di penjara, Gwen akhirnya menemukan suakanya di danau Stillhouse, di sebuah rumah yang nyaman. Meski dia masih menjadi target penguntit dan bajungan internet, dia kira dia bisa membesarkan kedua anaknya dalam damai.

Sampai suatu ketika... ada mayat ditemukan di danau, dibunuh dengan cara yang sama dengan korban suami-suaminya. Saat itulah Gwen tahu, suaminya sedang memburu dirinya dan anaknya. 


REVIEW

Kali ini aku mencoba baca novel thriller karya Rachel Caine. Awalnya aku tidak tahu tentang keberadaan novel Stillhouse Lake, aku baru tahu novel Stillhouse Lake saat melihat daftar judul buku diskon ramadhan penerbit Spring. Selain judulnya yang membuat penasaran, cover dan blurb dari buku ini juga sangat persuasif. Meski hanya ada gambar perkakas dan senjata, itu sudah mampu memberikan aku bayangan tentang novel Stillhouse Lake. Jadi selain karena diskon, aku juga tertarik dengan bukunya. Hahah!

Dan saat aku mencari lebih jauh tentang novel Stillhouse Lake, aku dapat info ternyata novel ini adalah novel series. Itu artinya masih ada kelanjutan dari novel Stillhouse Lake. Yeay!

Masuk ke bagian cerita, seperti yang sudah aku bahas di postingan menuju tuntas, awalnya aku mengira kisah dalam prolog itu akan berlanjut di bab satu. Sebenarnya aku berharap itu dilanjutkan ke bab satu karena aku penasaran sekali dengan proses selanjutnya. Tapi ternyata tidak, di bab satu aku disuguhkan kisah Gina Royal dan anaknya beberapa tahun kemudian.

Di bab satu, aku diberi lihat bagaimana sosok Gina -atau mungkin sekarang Gwen- yang berubah 180 derajat dari sebelumnya. Aku bisa bilang begitu karena di prolog, Gwen dikisahkan sebagai ibu dua orang anak yang hidup bahagia dengan suami dan kedua anaknya. Yang dimana ketimbang berada di arena tembak, dia lebih memilih berada di dapur untuk menyiapkan makanan. Tidak perlu merasa cemas akan terjadi apa-apa karena ada suami yang akan siap sedia melindungi.

Arena tembak. Memegang pistol dan membidik tepat sasaran, juga bau mesiu selalu menemani Gwen sehari-harinya. Saat membacanya, aku langsung berpikir betapa bahayanya siatuasi yang menimpa Gwen dan anak-anaknya.

Gwen menjadi pribadi yang paranoid, selalu berpikir berlebih dan juga overprotective pada anak-anaknya. Sejujurnya aku berpikir itu wajar setelah apa yang dialaminya, tapi dibeberapa scene aku juga merasa tindakan Gwen sedikit keterlaluan(?)

Anak-anak Gwen yang sudah beberapa kali pindah dan berganti identitas pun acapkali mengutarakan pendapatnya tentang sikap Gwen yang sekarang. Mereka protes dan melakukan hal-hal yang membuat Gwen semakin diliputi rasa cemas.

Sampai sebuah surat berisikan umpatan-umpatan kasar dan ancaman dari sang mantan suami datang, anak-anaknya sadar bahwa semua yang dilakukan ibunya tidaklah berlebihan. 

Selain melakukan berbagai tindakan perlindungan diri, Gwen juga melarang anak-anaknya menggunakan ponsel cerdas seperti teman-temannya yang lain. Gwen benar-benar menjauhkan anak-anaknya dari dunia luar. 

Coba bayangkan, hidup dalam pelarian, berganti-ganti identitas dan hidup dalam kecemasan, semua itu dialami Gwen dan anak-anaknya bertahun-tahun. Dan ternyata, bukan itu saja, ibu Gwen sendiri bahkan tidak tahu dimana keberadaan putri dan cucuknya.

Secara keseluruhan, dari awal sampai akhir cerita aku tidak pernah bisa tenang saat membaca novel Stillhouse Lake. Kalian tahu saat-saat menegangkan saat melihat film horror, dimana musik menyeramkan mulai diputar dan kalian menunggu-nunggu kemunculan hantu? seperti itulah yang aku rasakan, parno.

Seiring berjalannya cerita Stillhouse Lake, selain parno, aku juga jadi ikut waspada dan menerka-nerka siapa dalang dari semua 'kejadian menyeramkan itu' saat tokoh-tokoh baru mulai muncul. Beberapa pertanyaan seperti :

Siapa yang menjadi kaki tangan Malvin untuk melakukan semua itu?

Apa dia orang yang baik?

Sampai, apa itu semua sikap asli mereka?

Aku ucapkan dalam hati saat tokoh itu mulai memainkan peran masing-masing.

Iya! sepenasaran dan parno itu aku saat membacanya!

Dari cerita , sekarang masuk ke gaya bahasa atau gaya penceritaan. Sebenarnya aku tidak perlu memaparkan banyak-banyak tentang ini, dilihat dari siapa yang menciptakan novel Stillhouse Lake ini. Yaitu penulis bernama Rachel Caine yang sudah banyak menciptakan novel-novel fiksi ilmiah, fantasi, horror dan misteri. (Sumber : wikipedia)

Yang aku rasakan, cerita dengan suasana menegangkan dan cukup mengerikan ini dikemas dengan gaya bahasa yang ringan. Sehingga membacanya tidak terlalu rumit atau berat seperti tema novel Stillhouse Lake. Dari awal aku membaca novel Stillhouse Lake, rasanya sangat mudah untuk dipahami dan masuk lebih dalam ke dalam kisahnya. Penggambaran tokoh, situasi dan suasananya sangat detail dan rapih. Dunia yang ingin diperlihatkan pada pembaca pun dapat terbayang dengan mudahnya.

Selain itu, pesan yang ingin disampaikan juga dapat tersampaikan begitu saja. Tentu saja pesan itu tersampaikan melalui Gwen dengan segala perilakunya. Aku juga merasa bukan hanya kisah menegangkan saja yang diceritakan disini, ada kisah tentang kekeluargaan yang tak kalah lekat. Aku tersentuh dengan tindakan Gwen yang totalitas dalam menjaga anaknya -meski aku tahu semua orang tua seperti itu -tapi dalam cerita ini berbeda!

Ada satu scene Stillhouse Lake yang membuatku kagum akan ketangkasan Gwen dalam melindungi anak-anaknya. Tapi aku tidak ingin menceritakannya disini karena takut akan menjadi spoiler. Haha! 

Intinya, tingkat parno Gwen ini diatas rata-rata, bisa hanya karena lupa mengunci pintu saja semua berakhir dengan acungan pistol.

Namun, di balik semua kelebihan dan kecintaanku pada novel Stillhouse Lake, ada sedikit kekurangan seperti kalimat rancu atau beberapa kata yang kurang di novel Stillhouse Lake ini, seperti yang pernah ku bahas di postingan sebelumnya. Sebenarnya tidak terlalu mengganggu karena kalimat selanjutnya bisa menjelaskan apa maksudnya, tapi tetap saja saat membacanya aku perlu berpikir keras lebih dulu.

Kenapa? karena aku tipe pembaca lamban yang memperhatikan setiap detail dari kalimat sebelum melanjutkan membaca kalimat selanjutnya. Itu juga yang membuat aku butuh waktu lama untuk membaca sebuah novel.

Dan terakhir, aku ingin memberi novel Stillhouse Lake 4.5/5 bintang.

Sukses terus penerbit Spring. Karena kalian, aku jadi bisa membaca novel sebagus Stillhouse Lake ini.










Continue reading [BOOK REVIEW] Stillhouse Lake by Rachel Caine - Tidak bisa tidak parno!!!

Senin, 25 Mei 2020

,

[Menuju tuntas] 120/359⁣ Stillhouse Lake by Rachel Caine⁣ ⁣|| Bagaimana bisa?




"... Mel ada di penjara. Dia tidak akan pernah keluar kecuali, dengan peti mati. Aku lebih mencemaskan orang lain. Orang-orang yang marah. Para pengganggu dunia maya, belum lagi, anggota keluarga dan teman dari para wanita yang Mel siksa dan bunuh, yang tentu saja diliputi amarah... Tetapi bagaimana mereka menemukan kami? Tetap saja aku teringat gambar-gambar beberapa hari lalu, di mana wajah anak-anakku di-Photoshop ke jasad-jasad hancur penuh darah, ke mayat-mayat yang menderita karena disiksa." -Halaman 111⁣
Kalian pernah merasakan dikejar-kejar seseorang yang kalian hindari? merasa diawasi dan dihantui rasa cemas setiap saat karena sebuah 'kasus' yang melibatkan keluarga kalian?⁣
Jika belum, Gwen akan memberitahu kalian.⁣
Di bab ini, semua konflik mulai bermunculan. Semua dugaan demi dugaan bermunculan di bab ini. Membuat aku yang notabene tipe pembaca lamban, yang tidak akan melewatkan satu baris narasi sekali pun lolos sebelum aku membayangkan adegannya, ingin cepat-cepat melanjutkan baca ke halaman selanjutnya.⁣
Tidak sabar? bukan!⁣
Aku hanya ikut merasa cemas dan takut saat membaca tiap halamannya. Ibarat melihat hantu, aku ingin cepat-cepat menuju siang. Maka dari itu membaca novel ini tak terasa menjadi agak cepat dari biasanya. ⁣
Sudut pandang yang diambil dari sudut pandang Gwen ini, sangatlah membuat parno. Masalah tentang lupa menutup pintu saja sampai mengharuskan Gwen bersiap-siap mengambil senjata api. Belum lagi tokoh-tokoh yang mulai bermunculan membuat aku menaruh curiga pada setiap tokohnya. ⁣
Namun, sejauh membaca novel ini aku beberapa kali menemukan kalimat yang rancu, kurang beberapa kata atau setidaknya membuat kalimat kurang enak dibaca. Contohnya pada kalimat di baris terakhir penggalan narasi di atas setelah tanda tanya.⁣
Bagaimana menurut kalian? apa cuma perasaanku saja? 🤔⁣
Selengkapnya akan aku bahas nanti setelah selesai membaca. Untuk sekarang, aku hanya ingin membagi rasa cemasku saat membaca novel ini. ⁣
Salam cemas! hahaha.⁣

Continue reading [Menuju tuntas] 120/359⁣ Stillhouse Lake by Rachel Caine⁣ ⁣|| Bagaimana bisa?

Kamis, 21 Mei 2020

,

[Menuju tuntas] 99/359 Stillhouse Lake by Rachel Caine || Bergegas!



"Aku tidak akan menyeret anak-anakku detik ini juga, lalu kabur, tetapi pastinya aku harus membuat rencana untuk kabur darurat kalau-kalau semua memburuk...."⁣
Sejauh aku baca novel ini, aku tidak pernah tenang. Tegang terus rasanya. Aku memang belum menemukan banyak masalah disini selain sesuatu yang dianggap masalah oleh Gwen karena paranoid-nya. Tapi tingkah Gwen dan situasi yang diceritakannya seakan membuat masalah tersendiri.⁣
Dan masalahnya adalah aku yang tidak bisa berhenti baca meski diliputi rasa tegang.⁣

Continue reading [Menuju tuntas] 99/359 Stillhouse Lake by Rachel Caine || Bergegas!

Selasa, 19 Mei 2020

Planing

"Saat aku tidak mendapatkan sesuatu, itu bukan salahku. Tapi jika aku tidak menjadi sesuatu, itu adalah salahku."

Di usiaku sekarang, bayangan akan masa depan rasanya begitu nyata. Rencana-rencana hidup ke depannya tertata begitu apik. Menemukan relasi sana-sini untuk menjalin kolaborasi. Untuk aku di masa depan, kalau sudah sukses jangan lupa berbagi. Jangan pelit ilmu dan rangkul sesamamu. Kamu pernah menjadi seperti mereka. Untuk aku di masa depan, semoga sukses dan berhasil.
Continue reading Planing