Tampilkan postingan dengan label Book Review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Book Review. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 November 2020

,

[BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #3 : Cress || Perang akan segera dimulai!

Judul                           : Cress (The Lunar Chronicles #3)
Penulis                        : Marissa Meyer
Penerjemah                : Jia Effendi
Penyunting                 : Selsa Chintya , Brigida Ruri
Proofreader                : Titish A.K
Desain Cover             : @Hanheebin
Penerbit                      : Spring
Cetakan Pertama      : Mei 2016
Jumlah Halaman      : 576
ISBN                       : 9786027150584

Harga                     : Rp. 115.000



Cinder dan Kapten Thorne masih buron, Scarlet dan Wolf bergabung dalam rombongan kecil mereka, berencana menggulingkan Levana dari tahtanya. 

Mereka mengharapkan bantuan dari gadis bernama Cress. Gadis itu dipenjara di sebuah satelit sejak kecil, hanya ditemani oleh beberapa netscreen yang menjadikannya peretas andal. Namun kenyataannya, Cress merasa perintah dari Levana untuk melacak Cinder, dan Cress bisa menemukan mereka dengan mudah.

Sementara di bumi, Levana tidak akan membiarkan siapa pun mengganggu pernikahannya dengan kaisar Kai.


REVIEW

Cress adalah buku ketiga dari The Lunar Chronicle Series. Sebelumnya di buku kedua yang berjudul Scarlet, akhirnya Cinder bertemu dengan Scarlet dan Wolf untuk mengajaknya bekerja sama dalam menggulingkan tahta Levana. Pertemuan mereka yang ditulis dalam buku ini memang tidak kalah keren! bahkan jauh lebih seru dan menegangkan dibanding buku kesatu dan keduanya. 

Setiap aku membaca rasanya tidak bisa untuk tidak menahan nafas. Aku serius! lol

Salah satu faktor yang membuat aku gemas untuk terus membaca buku ini sampai selesai adalah, karena sudut pandang buku ini mengambil sudut pandang Cress. Yang mana Cress ini diceritakan sebagai gadis yang seumur hidupnya terkurung di satelit. Ya, kalau di dongeng aslinya Cress dikurung di menara tinggi, di dalam novel Cress (The Lunar Chronicles #3), Cress dikurung di satelit luar angkasa. Jauh lebih tinggi dibandingkan menara, bukan?

Di video review Cinder yang aku unggah di channel-ku sebelumnya, kalian bisa lihat bagaimana aku antusias sekali saat membahas kapten Thorne. Padahal saat itu bagian Thorne masih sedikit dibandingkan dengan di novel Cress (The Lunar Chronicles #3)

Dan saat aku membaca novel Cress (The Lunar Chronicles #3) yang notabene fokus pada kisah Thorne dan Cress, tentu saja aku sangat terhibur. Ada beberapa hal yang menurutku membuat novel Cress (The Lunar Chronicles #3) unggul dibandingkan dua novel sebelumnya, yang pertama : perjalanan Cress dan Thorne yang tersesat di gurun pasir sehingga menyebabkan Thorne buta untuk sementara layak dijadikan bagian paling seru, dimana perjalanan bertahan hidup keduanya ini sangat detail diceritakan dan memberi banyak informasi tentang kehidupan di gurun yang jarang diketahui. 

Yang kedua, selain penjabaran kejadian yang detail, gaya penceritaan penulis yang berusaha membuat Cress menggambarkan situasi untuk Thorne layak diacungi jempol. Rasanya natural, narasinya mengalir dan tidak dibuat-buat.

Terakhir, meskipun novel Cress (The Lunar Chronicles #3) sangat menegangkan ; mulai dari perjalanan mereka sampai perkelahian sengit dengan para ahli sihir, dari awal sampai akhir tidak ada yang membuat aku bosan dengan novel ini. Itu karena penulis pintar sekali menyelipkan komedi disetiap kejadiannya. Mulai dari istilah-istilah sampai pemikiran Thorne yang kadang nyeleneh sampai Cress yang kelewat polos sehingga membuat Thorne acapkali gemas sendiri.

Ah... Thorne dan Cress ini duet maut pokoknya. Aku suka sekali dengan pasangan yang satu ini! Cress yang percaya akan adanya cinta pada pandangan pertama dan kisah bahagia di akhir cerita, bertemu dengan Thorne yang tidak memikirkan itu semua ; cuek dan terkesan tidak mempercayai. Tak jarang Thorne harus memberi penjelasan pada Cress tentang siapa dirinya dan menyuruh Cress untuk memikirkan kembali jika ingin menyukainya.

Sadar atau tidak, entah kenapa disetiap ucapan Thorne aku merasa penulis juga sedang berusaha menunjukkan isi hati Thorne. Thorne yang sebenarnya selalu menutupi masalah dengan sikap petakilan dan narsisnya, sampai Thorne yang juga sebenarnya sedang menyukai Cress. Tapi hanya samar dan tidak dijelaskan secara gamblang pada Cress. Yang hasilnya membuat Cress sering salah paham dan merasa sedih. Yaaah~

Tapi meskipun begitu pada akhirnya mereka selalu kembali bersama. Entah itu karena misi yang mengharuskan mereka bersama maupun keinginan dari diri masing-masing. Bicara tentang misi, selepas mereka semua bertemu ; Cinder, Kai, Iko, Wolf, dokter Erland, Cress dan Thorne juga salah satu pengawal Levana yang memihak mereka, mereka mulai menjalankan misi untuk menyabotase rencana Levana. 

Rencana demi rencana mulai diwujudkan demi meraih kemenangan selalu membuat berhasil menahan nafas. Aku sampai baca beberapa kali untuk mendapatkan bayangan yang jelas karena ini terlalu menegangkan. Penyelundupan, sabotase, sihir dan strategi dicampur jadi satu. 

Dan karena ini adalah novel ketiganya, banyak fakta dan rahasia-rahasia yang sebelumnya masih jadi pertanyaan perlahan-lahan terkuak dalam Cress (The Lunar Chronicles #3) ini. Daaaan yang paling membuatku exited adalah, mereka hampir dekat dengan Levana. Yang artinya semakin dekat juga dengan akhir. Selain itu di novel Cress (The Lunar Chronicles #3) juga asal-usul Cress dan rahasia yang terjadi dibalik vaksin leutomosis terbongkar. Mulai dari awal mula adanya wabah sampai vaksin yang detail kejadiannya masih dirahasiakan di novel sebelumnya. 

Kesimpulannya, selain pelengkap dari novel Cinder dan Scarlet, novel Cress (The Lunar Chronicles #3) juga terbilang lebih unggul dari segi cerita. 5 bintang dari 5 untuk novel Cress.

Sampai jumpa di review novel penutup series ini : Winter.

Terima kasih sudah berkunjung \>w</


Continue reading [BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #3 : Cress || Perang akan segera dimulai!

Jumat, 14 Agustus 2020

, ,

[BOOK REVIEW] You Are the Apple of My Eye by Giddens Ko || “Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”

 


Judul : You are The Apple of My Eye
Penulis : Giddens Ko Genre : Drama, Romance.
Tebal : 350 halaman
Kategori : Novel semi-biografi, Novel remaja.
Harga : Rp. 63.000



“Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”


SINOPSIS

Kau sangat kekanak-kanakan - Shen Jiayi

Sedikit pun kau tidak berubah, nenek yang keras kepala - Ke Jingteng


Semua berawal saat Ke Jingteng, seorang siswa pembuat onar, dipindahkan untuk duduk di depan Shen Jiayi, supaya gadis murid teladan itu bisa mengawasinya. Ke Jingteng merasa Shen Jiayi sangat membosankan seperti ibu-ibu, juga menyebalkan. Apalagi, gadis itu selalu suka menusuk punggungnya saat ia ingin tidur di kelas dengan pulpen hingga baju seragamnya jadi penuh bercak tinta. Namun, Ke Jingteng menyadari, kalau Shen Jiayi adalah seorang gadis yang sangat spesial untuknya. 


Karena masa mudaku, semua adalah tentangmu...



A/N

Hai readers, senang sekali akhirnya aku bisa menulis review novel lagi setelah satu bulan lebih tidak membuka blog karena kesibukan kuliah online ini, euh! Ah iya, sebelum review lebih jauh aku mau kasih tahu kalian kalau sekarang, aku sangat-sangat antusias membahas novel ini. Kenapa? 

Karena You are The Apple of My Eye adalah novel kesukaanku sepanjang masa! yang kemudian disusul oleh The Lunar Chronicles series tentunya, hahaha. 

Jadi, ada beberapa tahapan yang aku jalani sebelum akhirnya tuntas membaca novel You are The Apple of My Eye. Yang pertama, aku tahu kabar novel You are The Apple of My Eye dari google karena saat itu filmnya sedang digarap. Karena penasaran akhirnya aku pun mencari lebih jauh tentang You are The Apple of My Eye. Dan ternyata... ada novelnya! 

Ya, begitulah. Aku selalu antusias dengan novel ketimbang filmnya. Biasanya.

Tapi waktu itu aku masih sekolah, dan harga novel tentunya tidak murah untukku waktu itu yang uang tabungannya hanya cukup untuk beli pulsa saja. Jadi, singkat cerita aku memilih alternatif lain ; download film-nya.

Aku tidak menyesal, sungguh. Filmnya bagus, apalagi tema yang diangkat adalah kisah favoritku, love story. Tapi aku tidak akan review filmnya di sini, jadi aku cuma mau bilang kalau setelah menonton film-nya, aku langsung membayangkan pasti novelnya jauuuuh lebih bagus.

Dan pada akhirnya, aku membeli novel ini di tahun 2019. Tentunya bukan perjalanan yang singkat.



REVIEW

You Are the Apple of My Eye adalah novel Mandarin karangan Giddens Ko, yang pertama kali diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Penerbit Haru pada tahun 2014. Novel You are The Apple of My Eye menceritakan tentang laki-laki bernama Ke Jingteng yang menyukai gadis teladan di kelasnya bernama Shen Jiayi. 

You Are the Apple of My Eye adalah novel semi-biografi yang berkonsentrasi pada pengalaman cinta dan persahabatan Ke Jingteng sebagai peran utama. Sudut pandang yang digunakan dalam novel You are The Apple of My Eye adalah sudut pandang orang pertama, sehingga penyampaian narasi dan deskripsi yang disuguhkan terasa sangat nyata dan mudah dibayangkan.

Berbeda dengan film, You are The Apple of My Eye versi novel lebih kompleks dan rasanya lebih mendalam menurutku. Mungkin karena di film banyak sekali kisah yang dipotong bahkan dihilangkan, jadi saat membaca novel You are The Apple of My Eye terasa sekali perbedaannya. Sangat-sangat banyak, saking banyaknya aku sampai merasa membaca kisah baru.

Di novel You are The Apple of My Eye semuanya diceritakan secara runtut, begitu juga dengan kisah Ke Jingteng dengan Li Xiaohua yang saat itu terjalin sebelum hubungan Ke Jingteng bersama dengan Shen Jiayi. Selain kisah cinta, novel ini juga menyuguhkan cerita persahabatan yang sangat seru dan kocak tentunya.

Ada pun teman-teman Ke Jingteng yang aku ingat diantaranya ; Tsao Kuo Sheng,  Liao Ying Hung, Xu Bochun, dan Hu Chia Wei. Diantara semuanya, kalau tidak salah ingat nama, hanya Xu Bochun yang tidak mengejar Shen Jiayi dan menjadi saingan Ke Jingteng. Maka dari itu Ke Jingteng lebih dekat dengan Xu Bochun ketimbang dengan yang lain. 

Yoko punya Bibi Lung, aku punya Shen Jiayi. Yoko punya Dragon Flower, aku punya xiaoerduo. Yoko punya elang, aku punya Xu Bochun. Semua ini memang sudah ditakdirkan! 

Penceritaan karakter sampingan seperti sahabat-sahabat Ke Jingteng yang diceritakan secara detail mampu memberi nilai tambah untuk novel You are The Apple of My Eye. Bayangkan, penulis berhasil membuat semua karakter yang ada di novel You are The Apple of My Eye terasa sangat-sangat hidup!

Banyak sekali tingkah mereka yang membuat aku susah lupa dengan novel You are The Apple of My Eye, selain karena kisahnya yang menarik untuk diikuti, cara penulis mengemasnya juga tidak kalah bagus. Mulai dari gaya bahasa yang dekat dengan pembaca, penjabaran yang jelas dan pemikiran-pemikiran yang keren juga disisipkan di novel You are The Apple of My Eye

Selama membaca novel You are The Apple of My Eye, sering kali aku menandai kata-kata atau pemikiran-pemikiran Ke Jingteng yang 'selalu benar' , kritis dan penuh semangat. Seakan yang diucapkannya adalah perwakilan dari perasaanku saat di usia-usia mereka. Semua terasa benar dan apa adanya. Intinya penulis pandai sekali mengolah kata-katanya. AKU SUKAAA!

Secara teknis menulis, Giddens Ko memang tidak usah diragukan lagi. Maka dari itu, aku akan lebih banyak membahas tentang perasaanku saja saat membaca novel You are The Apple of My Eye ya, haha. Fyi, aku sering tertawa karena tingkah mereka yang aneh-aneh untuk mencuri perhatian Shen Jiayi. Banyak tingkah, banyak cara dan banyak kekonyolan. Ada yang menggunakan puisi, cara bicara yang intelek, sampai secara terang-terangan tanpa strategi. Tapi kurasa, dari mereka semua cara yang paling ampuh adalah caranya Ke Jingteng. 

Menurutku bukan karena dia tokoh utama, tapi karena Ke Jingteng berbeda. Disaat semua berlomba membuat Shen Jiayi terkesan, Ke Jingteng justru membuat Shen Jiayi merasa tertantang dan acapkali merasa kesal dengan tingkahnya. Ke Jingteng sadar, Shen Jiayi akan merasa risih jika didekati dengan cara seperti memberi surat atau pun bunga, karena Shen Jiayi adalah gadis pintar dewasa yang menyukai tantangan. Maka dari itu dirinya seolah mencari mati dengan mengajak Shen Jiayi bersaing dengannya dalam beberapa mata pelajaran.

Dari novel You are The Apple of My Eye aku mengakui sekaligus baru menemukan kebenaran istilah 'pacaran untuk penyemangat belajar.' 

Meski awalnya Ke Jingteng merasa terganggu dengan paksaan belajar dari Shen Jiayi, tapi akhirnya Ke Jingteng menyadari bahwa dirinya sebenarnya bisa jika ada kemauan. 

Begitu juga kita, readers :) 

Apalagi saat dirinya mulai dekat dengan Li Xiaohua yang selalu menanyakan soal-soal sulit, semangat belajar Ke Jingteng semakin bertambah karena merasa malu jika tidak bisa menjawab.

Tapi entah kenapa aku merasa hubungan mereka berat sebelah jika dibandingkan dengan Shen Jiayi. Ibaratnya jika dengan Shen Jiayi, Ke Jingteng tidak hanya memberi tapi juga diberi. Saling menguntungkan sekaligus saling bersaing. Sampai pada akhirnya belajar seakan menjadi kebutuhan pokok keduanya untuk bisa melengkapi satu sama lain.

Ke Jingteng adalah pengamat yang baik, hati-hati sekaligus romantis. Selain belajar, Ke Jingteng juga punya cara lain yang tak kalah ampuh, salah satunya menemani Shen Jiayi yang selalu memilih tinggal di sekolah sampai malam hari untuk belajar. 

“Pulang bersama”, entah muncul di kehidupan mana pun, kedua kata ini memiliki arti yang romantis. “Bersama” mewakili hal  yang tidak bisa dilakukan sendiri, “pulang” berarti kembali ke kehangatan.

Manis, sederhana, polos dan membuat susah lupa. Itulah kisah dalam novel You are The Apple of My Eye.

Mengingat novel You Are the Apple of My Eye ini memiliki alur maju-mundur, jadi selain kisah remaja mereka, penulis juga acapkali menceritakan tentang Ke Jingteng di masa kini. Mulai dari kisahnya yang menulis ceritanya bersama Shen Jiayi, sampai menyampaikan perasaan yang selama ini selalu untuk Shen Jiayi.

Delapan tahun menyukai membuat kami memiliki hubungan yang dalam.
Mungkin tidak sedekat pasangan, tetapi lebih dekat dari seorang teman.
Itu adalah belenggu. 

Semakin menuju bab akhir, konflik mulai berdatangan. Salah satunya mereka yang harus menjalani hubungan jarak jauh karena beda Universitas dan komunikasi yang kadang terkendala. Tidak sering bertemu dan membagi kisah membuat keduanya lebih mudah mengalami salah paham satu sama lain, sebelum akhirnya mereka harus mengambil keputusan besar.

Bisa dibilang, aku hanya pembaca. Tapi saat membaca bagaimana kisah mereka yang putus nyambung, perasaan Shen Jiayi yang tidak tersampaikan dengan benar, dan Ke Jingteng yang ragu-ragu membuat aku kesal sekaligus ikut patah hati. Pesannya tersampaikan dengan sangat baik.

Kurasa aku sudah jatuh cinta dengan novel You are The Apple of My Eye sampai ikut tertawa dan menangis bersama para tokoh :)

Meskipun pada akhirnya cinta itu tidak membuahkan hasil, tetapi selama pernah berkembang, warnanya tetap cerah. 

Dan untuk kekurangan, aku hanya merasa terganggu dengan beberapa hal kecil yang menurutku lebih pada pendapat pribadi. Seperti yang sudah aku bilang di atas, aku sudah lebih dulu menonton versi film, jadi saat aku membaca You are The Apple of My Eye versi novel aku terkadang membayangkan aktor dan artis di dalam film, membuaku merasa sedang membaca fan-fiction. 

Jujur, biasanya aku paling tidak suka membaca cerita yang sudah divisualisasikan oleh orang lain sebelumnya, karena aku lebih suka menggunakan visual yang aku bayangkan sendiri ketimbang ditentukan. Tapi karena terlanjur suka, jadi aku mencoba untuk menikmatinya.

Oh iya, ada satu lagi. Aku kurang suka dengan kenyataan bahwa Shen Jiayi juga dibuat pernah menjalin hubungan dengan sahabat-sahabat Ke Jingteng yang lain. Rasanya sedikit tidak rela saja :P

Akhir kata, terima kasih untuk penulis juga Penerbit Haru dan tim yang sudah mengemas novel You are The Apple of My Eye dengan sangat apik.


Meski kurasa tidak mungkin, tapi aku berharap bisa membaca sudut pandang Shen Jiayi.


Sampai jumpa...



 


Continue reading [BOOK REVIEW] You Are the Apple of My Eye by Giddens Ko || “Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”

Jumat, 12 Juni 2020

,

[Book Review] When the Star Falls by Andry Setiawan || Bintang terjatuh karena ia mengejar orang yang dicintainya.

    

Judul : When the Star Falls
Penulis : Andry Setiawan
Penerbit : Penerbit Haru
Halaman : 204
Terbit : Oktober 2015


"Aku rasa, aku bisa bertahan untuk mendengarkan kelanjutan kisahku."

Hal. 48



Blurb

Tahu tidak, bintang itu cahaya masa lalu?
Bintang itu, adalah orang yang mati yang meninggalkan seseorang yang ia cintai di bumi.

Lynn, boleh kan aku mengingatkanmu sekali lagi tentang kita?
Tentang bagaimana kita bertemu.
Juga tentang bagaimana kita bertengkar dan berbaikan.
Lalu tentang ciuman pertama kita, dan juga tentang perjalanan kita selama ini.

Aku hanya berharap, besok kau tidak melupakannya lagi.
Karena itu, aku tulis semuanya di buku ini.
Agar saat kau lupa, kau bisa membukanya lagi dan membacanya.
Tentang kita.

Sampai salah satu dari kita menjadi bintang.
Sampai bintang itu jatuh dan menjemput salah satunya.

Bintang terjatuh karena ia mengejar orang yang dicintainya, yang sudah menyusul dirinya.


Sinopsis

Novel When the Star Falls menceritakan tentang Sam, laki-laki berumur 21 tahun yang tinggal di Jawa Timur. Sam diceritakan sebagai pemuda yang selalu mengasihani diri sendiri dan senang berada dalam keraguan. Selain itu Sam juga mempunyai pacar bernama Lynn yang menderita tumor otak. Setelah menjalani operasi, Lynn terbangun dalam kondisi lupa ingatan sebagian atau selective amnesia. Dan salah satu yang dilupakan oleh Lynn adalah Sam dan kenangan bersamanya. Namun meskipun begitu Sam tidak menyerah untuk membantu Lynn dalam mengingat semuanya. Sam menceritakan semua yang terjadi selama ini kepada Lynn dengan suka rela. Semua usaha Sam berhasil, karena Lynn jatuh cinta kembali kepada Sam.


Review

Sebelumnya aku mau teriak dulu : Aaaaaakk!

Lalu memperingatkan kalian bahwa : Novel ini mengandung bombay!!! 

Sedikit cerita, awalnya aku tidak tahu novel When the Star Falls sama sekali dan sekalinya tahu pun tidak dari siapa-siapa. Aku murni menemukannya sendiri di toko buku online penerbit Haru. Dan aku beruntung. 

Aku menulis review When the Star Falls dengan cepat. Serius, aku tidak ingin rasa ini terlanjur hilang. Rasanya... melekat erat. Aku suka novel  When the Star Falls, dan sebelumnya aku sudah bilang di postingan menuju tuntas When the Star Falls alasannya.

Aku tertarik beli When the Star Falls karena kata-kata di bagian blurb-nya manis dan soft, sekaligus sedih. Banyak sekali harapan disetiap kalimat-kalimat manis yang ditulis. Seperti paradoks. Bagaimana mengemas ungkapan-ungkapan menyedihkan menjadi untaian kata yang indah adalah salah satu keunggulan novel When the Star Falls.

Novel When the Star Falls ini ringan, mudah dipahami oleh siapa saja dan tentunya romantis disini cukup aman.

Aman?

Iya, aman. Novel When the Star Falls memperlihatkan bahwa berbagi kasih sayang tidak melulu dengan menunjukkan kemesraan. Jadi, buat kalian yang mungkin belum boleh cinta-cintaan bisa membaca When the Star Falls dengan tenang. Tapi tolong sediakan tissue.

Novel When the Star Falls mengambil sudut pandang pertama, yaitu Sam. Sejauh aku membaca novel When the Star Falls, jujur aku kurang suka dengan sikap Sam. Hem... bukan karena membencinya atau dia yang punya peran antogonis, bukan! Melainkan karena sikapnya yang selalu mengasihani diri sendiri. 

Kalau menonton film dengan tokoh pria seperti ini sih aku pernah, tapi kalau untuk membaca, ini yang pertama kali. Dan yah, membaca lebih gereget tentunya. Semakin aku masuk ke dalam ceritanya, aku semakin gemas dan ingin menyadarkan Sam bahwa yang selama ini dirinya pikirkan itu terlalu berlebihan. Sebenarnya kamu yang membuat semua kesedihan kamu sendiri, karena pada nyatanya Lynn baik-baik saja. Kurang lebih itu yang akan aku katakan jika bertemu dengan Sam.

Oke, aku mulai merasa seperti Billy sekarang.

Oh iya, Lynn. Semangat dan sikapnya yang ceria ternyata bisa membuat aku senyum-senyum sendiri saat membaca tingkahnya. Dan aku merasa semua ini tidak adil karena kamu harus mengalami semua ini. 

Untuk Leon, tolong berhenti membuat Sam menjadi menyalahkan dirinya. Kamu tidak akan menjadi keren dengan cara seperti itu :P

Argh banyak yang ingin aku proteskan, kenapa semua harus terjadi pada Lynn? Kenapa Sam harus begitu? Nanti kalau Lynn diambil Billy gimana?

Sedih.

Tapi tolong jangan berpikiran negatif dulu. Protesku itu karena aku terlanjur menyukai mereka dan ingin mereka bahagia. Hahaha!

Secara menyeluruh, novel When the Star Falls bagus karena soft dan menyentuh, maka dari itu aku rekomendasikan novel When the Star Falls buat kalian yang suka dengan novel sick-lit yang ringan. Gaya penulis dalam When the Star Falls pun tidak buat alisku mengerut aneh apalagi sampai membuat tidak jadi untuk baca sampai akhir, aku suka gaya penulisannya. Apalagi dengan gaya menulis yang seakan-akan menjadikan pembaca itu Lynn, berhasil membuat karakternya terasa begitu hidup. 

Tidak ada konflik yang dahsyat apalagi membuat gereget sampai mau gigit novelnya di sini, hanya ada konflik ringan antara Sam dan teman-temannya dan tentu saja konflik batin Sam dengan dirinya sendiri. 

Sebenarnya, entah kenapa saat aku membaca When the Star Falls, aku malah merasa sedang menonton anime Shigatsu wa kimi no uso. Apalagi Sam yang menurutku mirip dengan Arima Kousei hahaha. Tapi Sam tetaplah Sam. Itu hanya ungkapanku tentang apa yang aku bayangkan untuk cast Sam. 

Oh iya, untuk ending, terima kasih karena sudah menusuk hatiku dengan begitu dalamnya. Aku sampai harus membuka halaman-halaman sebelumnya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Yah meski aku sedikit curiga di bab satu sebelum tamat, tapi aku tidak menyangka bahwa endingnya dibuat tidak biasa. Dan aku rasa buku ini bukan tentang sudut pandang Sam saja, melainkan juga sudut pandang Billy.

Namun ada kekurangan yang ingin aku sampaikan di sini. Tentang aku yang tidak bisa masuk ke dalam dunia mereka. Maksudku, aku tidak mendapat penjabaran detail tentang tempat dan beberapa teman Sam. Contoh, Sam hanya menceritakan tentang tempat ini, tempat itu, tanpa memberi tahu kondisinya seperti apa. Dan meskipun ada itu sangat sedikit menurutku. Jadi aku sedikit kesulitan untuk masuk ke dalam tempat yang sedang di ceritakan dan aku merasa seperti diposisikan sebagai pembaca saja.

Aku harap kalian tahu maksudku.

Untuk tokoh, aku merasa Dani dan Evi hanya sebagai perantara untuk berjalannya kisah Sam dan Lynn saja. Mereka tidak punya porsi mereka sendiri di When the Star Falls. Bahkan, di cerita masa kecilnya pun mereka tidak banyak diceritakan. Keberadaanya seperti sedikit dipaksakan menurutku. 

Tapi secara menyeluruh novel When the Star Falls ini bagus. Aku paling suka dengan kata-kata yang sudah membahas bintang, dan juga kata-kata yang ada disetiap awal bab.

4/5 untuk When the Star Falls.

Semangat terus untuk penulis, semangat juga untuk penerbit Haru.




Continue reading [Book Review] When the Star Falls by Andry Setiawan || Bintang terjatuh karena ia mengejar orang yang dicintainya.

Sabtu, 30 Mei 2020

, , ,

[BOOK REVIEW] Stillhouse Lake by Rachel Caine - Tidak bisa tidak parno!!!



Judul : Stillhouse Lake
Penulis : Rachel Caine
Penerjemah : Anggun Prameswari
Penyunting : Prisca Primasari
Penyelaras aksara : Seplia
Desain sampul : Herdiyani (ANIMAJI)
Penerbit : Spring
Terbit : Maret 2018 
Tebal : 364 halaman


                                                                            BLURB

Gina Royal, seorang ibu dengan dua anak, tidak pernah menyangka dia menikahi seorang pembunuh berantai. Sampai akhirnya sebuah kecelakaan mengungkap identitas suami aslinya, dan Gina harus memulai hidupnya lagi dari awal sebagai Gwen Proctor.

Dengan mantan suaminya di penjara, Gwen akhirnya menemukan suakanya di danau Stillhouse, di sebuah rumah yang nyaman. Meski dia masih menjadi target penguntit dan bajungan internet, dia kira dia bisa membesarkan kedua anaknya dalam damai.

Sampai suatu ketika... ada mayat ditemukan di danau, dibunuh dengan cara yang sama dengan korban suami-suaminya. Saat itulah Gwen tahu, suaminya sedang memburu dirinya dan anaknya. 


REVIEW

Kali ini aku mencoba baca novel thriller karya Rachel Caine. Awalnya aku tidak tahu tentang keberadaan novel Stillhouse Lake, aku baru tahu novel Stillhouse Lake saat melihat daftar judul buku diskon ramadhan penerbit Spring. Selain judulnya yang membuat penasaran, cover dan blurb dari buku ini juga sangat persuasif. Meski hanya ada gambar perkakas dan senjata, itu sudah mampu memberikan aku bayangan tentang novel Stillhouse Lake. Jadi selain karena diskon, aku juga tertarik dengan bukunya. Hahah!

Dan saat aku mencari lebih jauh tentang novel Stillhouse Lake, aku dapat info ternyata novel ini adalah novel series. Itu artinya masih ada kelanjutan dari novel Stillhouse Lake. Yeay!

Masuk ke bagian cerita, seperti yang sudah aku bahas di postingan menuju tuntas, awalnya aku mengira kisah dalam prolog itu akan berlanjut di bab satu. Sebenarnya aku berharap itu dilanjutkan ke bab satu karena aku penasaran sekali dengan proses selanjutnya. Tapi ternyata tidak, di bab satu aku disuguhkan kisah Gina Royal dan anaknya beberapa tahun kemudian.

Di bab satu, aku diberi lihat bagaimana sosok Gina -atau mungkin sekarang Gwen- yang berubah 180 derajat dari sebelumnya. Aku bisa bilang begitu karena di prolog, Gwen dikisahkan sebagai ibu dua orang anak yang hidup bahagia dengan suami dan kedua anaknya. Yang dimana ketimbang berada di arena tembak, dia lebih memilih berada di dapur untuk menyiapkan makanan. Tidak perlu merasa cemas akan terjadi apa-apa karena ada suami yang akan siap sedia melindungi.

Arena tembak. Memegang pistol dan membidik tepat sasaran, juga bau mesiu selalu menemani Gwen sehari-harinya. Saat membacanya, aku langsung berpikir betapa bahayanya siatuasi yang menimpa Gwen dan anak-anaknya.

Gwen menjadi pribadi yang paranoid, selalu berpikir berlebih dan juga overprotective pada anak-anaknya. Sejujurnya aku berpikir itu wajar setelah apa yang dialaminya, tapi dibeberapa scene aku juga merasa tindakan Gwen sedikit keterlaluan(?)

Anak-anak Gwen yang sudah beberapa kali pindah dan berganti identitas pun acapkali mengutarakan pendapatnya tentang sikap Gwen yang sekarang. Mereka protes dan melakukan hal-hal yang membuat Gwen semakin diliputi rasa cemas.

Sampai sebuah surat berisikan umpatan-umpatan kasar dan ancaman dari sang mantan suami datang, anak-anaknya sadar bahwa semua yang dilakukan ibunya tidaklah berlebihan. 

Selain melakukan berbagai tindakan perlindungan diri, Gwen juga melarang anak-anaknya menggunakan ponsel cerdas seperti teman-temannya yang lain. Gwen benar-benar menjauhkan anak-anaknya dari dunia luar. 

Coba bayangkan, hidup dalam pelarian, berganti-ganti identitas dan hidup dalam kecemasan, semua itu dialami Gwen dan anak-anaknya bertahun-tahun. Dan ternyata, bukan itu saja, ibu Gwen sendiri bahkan tidak tahu dimana keberadaan putri dan cucuknya.

Secara keseluruhan, dari awal sampai akhir cerita aku tidak pernah bisa tenang saat membaca novel Stillhouse Lake. Kalian tahu saat-saat menegangkan saat melihat film horror, dimana musik menyeramkan mulai diputar dan kalian menunggu-nunggu kemunculan hantu? seperti itulah yang aku rasakan, parno.

Seiring berjalannya cerita Stillhouse Lake, selain parno, aku juga jadi ikut waspada dan menerka-nerka siapa dalang dari semua 'kejadian menyeramkan itu' saat tokoh-tokoh baru mulai muncul. Beberapa pertanyaan seperti :

Siapa yang menjadi kaki tangan Malvin untuk melakukan semua itu?

Apa dia orang yang baik?

Sampai, apa itu semua sikap asli mereka?

Aku ucapkan dalam hati saat tokoh itu mulai memainkan peran masing-masing.

Iya! sepenasaran dan parno itu aku saat membacanya!

Dari cerita , sekarang masuk ke gaya bahasa atau gaya penceritaan. Sebenarnya aku tidak perlu memaparkan banyak-banyak tentang ini, dilihat dari siapa yang menciptakan novel Stillhouse Lake ini. Yaitu penulis bernama Rachel Caine yang sudah banyak menciptakan novel-novel fiksi ilmiah, fantasi, horror dan misteri. (Sumber : wikipedia)

Yang aku rasakan, cerita dengan suasana menegangkan dan cukup mengerikan ini dikemas dengan gaya bahasa yang ringan. Sehingga membacanya tidak terlalu rumit atau berat seperti tema novel Stillhouse Lake. Dari awal aku membaca novel Stillhouse Lake, rasanya sangat mudah untuk dipahami dan masuk lebih dalam ke dalam kisahnya. Penggambaran tokoh, situasi dan suasananya sangat detail dan rapih. Dunia yang ingin diperlihatkan pada pembaca pun dapat terbayang dengan mudahnya.

Selain itu, pesan yang ingin disampaikan juga dapat tersampaikan begitu saja. Tentu saja pesan itu tersampaikan melalui Gwen dengan segala perilakunya. Aku juga merasa bukan hanya kisah menegangkan saja yang diceritakan disini, ada kisah tentang kekeluargaan yang tak kalah lekat. Aku tersentuh dengan tindakan Gwen yang totalitas dalam menjaga anaknya -meski aku tahu semua orang tua seperti itu -tapi dalam cerita ini berbeda!

Ada satu scene Stillhouse Lake yang membuatku kagum akan ketangkasan Gwen dalam melindungi anak-anaknya. Tapi aku tidak ingin menceritakannya disini karena takut akan menjadi spoiler. Haha! 

Intinya, tingkat parno Gwen ini diatas rata-rata, bisa hanya karena lupa mengunci pintu saja semua berakhir dengan acungan pistol.

Namun, di balik semua kelebihan dan kecintaanku pada novel Stillhouse Lake, ada sedikit kekurangan seperti kalimat rancu atau beberapa kata yang kurang di novel Stillhouse Lake ini, seperti yang pernah ku bahas di postingan sebelumnya. Sebenarnya tidak terlalu mengganggu karena kalimat selanjutnya bisa menjelaskan apa maksudnya, tapi tetap saja saat membacanya aku perlu berpikir keras lebih dulu.

Kenapa? karena aku tipe pembaca lamban yang memperhatikan setiap detail dari kalimat sebelum melanjutkan membaca kalimat selanjutnya. Itu juga yang membuat aku butuh waktu lama untuk membaca sebuah novel.

Dan terakhir, aku ingin memberi novel Stillhouse Lake 4.5/5 bintang.

Sukses terus penerbit Spring. Karena kalian, aku jadi bisa membaca novel sebagus Stillhouse Lake ini.










Continue reading [BOOK REVIEW] Stillhouse Lake by Rachel Caine - Tidak bisa tidak parno!!!

Rabu, 29 April 2020

, , ,

[BOOK REVIEW] A untuk Amanda by Annisa Ihsani - Cerdas itu HANYA KEBERUNTUNGAN

                                                                                       


Judul buku: A Untuk Amanda
Penulis: Annisa Ihsani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-605-03-2631-3
Jumlah halaman : 264 halaman
Harga : 60.000



Sinopsis 
Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.

Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?

Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.

Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.

Review
A untuk Amanda adalah novel kedua karya Kak Annisa Ihsani. Novel yang mengangkat tema depresi pada anak SMA ini adalah novel bertema depresi pertama yang aku baca sebelum Under Water karya MarisaReichardt. Awalnya aku kira novel young adult bagus itu cuma dari luar negeri saja, ternyata Indonesia juga punya penulis hebat seperti Annisa Ihsani ini.

Sangat antusias dan tidak sabar membaca saat aku menonton review booktuber tentang novel ini. Apalagi tema yang diambil juga sangat jarang kan? 


“Tadinya kukira orang mengalami depresi ketika ada sesuatu yang salah dengan hidup mereka. Tapi bagiku, depresi datang ketika segala hal dalam hidupku berjalan dengan sempurna.”



Saat aku baca sinopsisnya, sedikit dari dalam diriku ikut menyetujui pemikiran Amanda tentang kepintaran itu hanyalah keberuntungan. Dan kalian tahu, aku bisa langsung ikut merasakan apa yang Amanda rasakan setelah membaca kutipan ini.


“Jadi, kurasa guru-guru cuma menilaiku berdasarkan reputasi. Seperti… aku cuma beruntung beberapa kali di awal dan dapat nilai bagus… lalu mereka terus memberiku A, bahkan di saat aku tidak pantas mendapatkannya. Kau mengerti maksudku?"


Aku paham Amanda gemas dengan orang-orang yang selalu menganggap dirinya pintar karena selalu mendapatkan nilai A, aku juga paham apa yang Amanda rasakan saat sahabat sekaligus pacarnya, Tommy menganggap Amanda ini haus pujian atau perhatian. Rasanya aku ingin teriak didepan Tommy bahwa pacarmu ini hanya perlu teman yang memahami pemikirannya. Atau Tommy seharusnya bisa kah, cukup mengangguk sambil berkata bahwa dirinya mengerti apa yang Amanda maksud dan rasakan? setidaknya itu akan menunjukkan bahwa dia adalah pacar yang pengertian. Ah kesalku masih tersisa ternyata.

Bicara tentang Tommy, biar aku ulas sedikit tentang Tommy. Tommy adalah sahabat dari kecilnya Amanda yang sudah naik pangkat menjadi pacar, dan Tommy tidak menyukai M&M's warna kuning. Sebenarnya Tommy ini cukup mengerti Amanda, dia adalah pacar yang baik dan juga sahabat yang baik. Akan tetapi ada kalanya Tommy tidak mengerti Amanda dan bertanya-tanya dengan pemikiran Amanda.


“Kau tidak butuh persetujuan saya, Amanda. Apa pun yang saya dan orang lain pikirkan, itu tidak penting. Satu-satunya hal yang berpengaruh adalah apa yang kaupikirkan tentang dirimu sendiri.”


Diawal halaman, aku diberitahu bahwa jenis depresi yang Amanda alami adalah Impostor Syndrome atau sindrom penipu. Amanda merasa dirinya hanya beruntung saat mendapatkan nilai A dan merasa semua yang orang lain pikirkan tentangnya adalah salah, dirinya menipu. Semua orang tertipu oleh keberuntungan yang dimilikinya. 

Semua itu berawal ketika salah satu guru yang sedang mengajar dikelasnya mengajukan sebuah pertanyaan, tapi tidak seperti biasanya, guru itu tidak menunjuk Amanda melainkan temannya. Amanda sudah tahu apa jawabannya, tapi temannya itu justru memiliki jawaban yang berbeda dengan Amanda. Amanda mengira dirinyalah yang benar, akan tetapi ternyata justru jawaban temannyalah yang benar. Amanda terkejut dan mencari tahu, dan memang benar dirinyalah yang salah. Dari saat itu dia merasa bahwa dia tidak pintar, selama ini dirinya hanya mendapatkan keberuntungan.

Dari narasi yang dibawakan, penulis seolah mengajak pembaca untuk tahu perjalanan Amanda, bagaimana Amanda yang tidak bisa berhenti berpikir sampai Amanda yang men-cap dirinya sebagai penipu. Pemikiran-pemikiran Amanda yang kelewat pintar itu ternyata tidak selamanya berdampak baik, terkadang menjadi biasa-biasa saja justru lebih baik. Itu yang aku simpulkan saat membaca pikiran Amanda.

Amanda tinggal dengan Ibunya yang merupakan seorang janda, Ayahnya sudah meninggal saat Amanda masih kecil. Tapi meskipun begitu kenangan-kenangan akan sang Ayah masih melekat dalam ingatannya. Meskipun Ibu Amanda ini cukup sibuk dengan pekerjaanya sebagai akuntan, Amanda masih mendapat perhatian penuh darinya.

Aku suka dengan sikap Ibu Amanda yang selalu sabar ketika menghadapi pemikiran Amanda yang seperti itu. Bagaimana dirinya yang mencoba menyuruh Amanda untuk tidak diam dikamar dan selalu memutar musik yang sama berulang-ulang, itu terasa sangat manis sekaligus memprihatinkan. 


“Aku sangat lelah dan merasa seperti karet yang direntangkan melebihi batas elastisitasnya. Yang ingin kulaku-kan hanyalah berbaring di tempat tidur dan tidak memikirkan apa-apa lagi.”


Selain menceritakan proses yang dilalui Amanda untuk depresinya, penulis juga membuatku flashback dengan menceritakan kebingungan Amanda saat akan memilih Universitas. Bedanya Amanda bisa masuk universitas mana saja dengan mudah sedangkan aku tidak, haha! 

Yah, sedikit disayangkan memang, dengan semua yang Amanda miliki dirinya masih berpikir bahwa dirinya itu penipu. Namun, aku mendapatkan banyak sekali pembelajaran dari buku ini. Pesan yang ingin disampaikan penulis bisa dengan mudah tersampaikan pada pembaca. Meskipun ini kisah yang cukup berat, tapi penulis membuat semuanya mudah dipahami karena pengulis mengemasnya dengan ringan.

Membaca novel ini kalian akan diajak menjadi orang yang teoritis, cerdas, sarkas dan berhati-hati dalam mengambil tindakan. Narasinya yang mengalir dan dialognya yang keren membuatku sangat menyukai novel ini. Sampai-sampai aku berani memberi 5 bintang dari 5 untuk novel ini.

Oh iya, kak Annisa Ihsani ini orangnya ramah loh! kenapa aku bisa bilang begitu? karena aku pernah menemukan IG-nya dan mencoba untuk menyapa beliau di DM. Aku pikir tidak akan dibalas, tapi ternyata dibalas dengan ramahnya. 

Aku juga pernah memposting buku ini di Instagramku, tapi baru sempat posting sekarang. Maafkan :''

Jadi, siapkah kalian menyelami pemikiran Amanda yang rumit dan cerdas ini? 


Synopsis 

Amanda has one small problem: she's convinced that she's not as smart as she appears. His report card contained all A grades, he believed because luck was on his side. It seemed the teachers only asked him questions he happened to know the answer to.

But of course, it's impossible for anyone to be lucky all the time, right?

After thinking about it, it didn't seem like a small matter. Especially considering that his life is filled with a series of psychotherapy appointments. When she came home with a prescription for antidepressants, Amanda knew the problem was more complicated than she was ready to admit.

Amidst complications with her boyfriend, family, and school, Amanda must accept that she can't get A's in everything.

Review

A for Amanda is the second novel by Ms. Annisa Ihsani. This novel, which deals with the theme of depression in high school students, was the first depression-themed novel that I read before Under Water by Marisa Reichardt . At first I thought that good young adult novels only came from abroad, but it turns out that Indonesia also has great writers like Annisa Ihsani.

Very enthusiastic and can't wait to read when I watched the booktuber's review of this novel. Moreover, the themes chosen are also very rare, right? 

“I thought people got depressed when there was something wrong with their lives. But for me, depression comes when everything in my life is going perfectly.”

When I read the synopsis, a little part of me agreed with Amanda's idea that intelligence is just luck. And you know, I could immediately feel what Amanda felt after reading this quote.

“So, I guess the teachers just judged me based on reputation. Like… I just got lucky a few times in the beginning and got good grades… then they kept giving me A's, even when I didn't deserve them. Do you understand what I mean?"

I understand that Amanda is annoyed by people who always think they are smart because they always get A grades. I also understand what Amanda feels when her best friend and boyfriend, Tommy, thinks that Amanda is hungry for praise or attention. I feel like screaming in front of Tommy that your boyfriend just needs a friend who understands his thoughts. Or should Tommy be able to just nod and say that he understands what Amanda means and feels? at least it will show that he is an understanding boyfriend. Ah, my annoyance still remains.

Talking about Tommy, let me tell you a little about Tommy. Tommy is Amanda's childhood friend who has been promoted to boyfriend, and Tommy doesn't like yellow M&M's. Actually, Tommy understands Amanda quite well, he is a good boyfriend and also a good friend. However, there were times when Tommy didn't understand Amanda and wondered what Amanda was thinking.

“You don't need my approval, Amanda. Whatever I and others think, it doesn't matter. The only thing that matters is what you think about yourself.”

At the beginning of the page, I was told that the type of depression Amanda was experiencing was Impostor Syndrome . Amanda felt that she was just lucky when she got an A and felt that everything other people thought about her was wrong, that she was cheating. Everyone is deceived by the luck they have. 

It all started when one of the teachers who was teaching in his class asked a question, but unlike usual, the teacher didn't point to Amanda but his friend. Amanda already knew what the answer was, but her friend had a different answer to Amanda. Amanda thought she was right, but it turned out that her friend's answer was the right one. Amanda was shocked and found out, and it was true that she was in the wrong. From that moment on he felt that he was not smart, all this time he had only had luck.

From the narrative presented, the author seems to invite readers to know Amanda's journey, how Amanda couldn't stop thinking until Amanda branded herself as a fraud. Amanda's overly clever thoughts don't always have a good impact, sometimes being mediocre is actually better. That's what I concluded when reading Amanda's thoughts.

Amanda lives with her mother who is a widow. Her father died when Amanda was little. But even so, the memories of his father still linger in his memory. Even though Amanda's mother is quite busy with her work as an accountant, Amanda still gets her full attention.

I like Amanda's mother's attitude, who is always patient when dealing with Amanda's thoughts like that. How he tried to tell Amanda not to stay in the room and always play the same music over and over again, it felt very sweet and worrying at the same time. 

“I was so tired and felt like rubber had been stretched beyond its elastic limit. All I want to do is lie in bed and not think about anything else.”

Apart from telling about the process that Amanda went through for her depression, the author also gave me flashbacks by telling about Amanda's confusion when choosing a university. The difference is that Amanda can enter any university easily while I can't, haha! 

Well, it's a bit unfortunate, with everything Amanda has, she still thinks she's a fraud. However, I learned a lot from this book. The message the author wants to convey can easily be conveyed to the reader. Even though this is a quite heavy story, the author makes everything easy to understand because the author packages it lightly.

Reading this novel you will be invited to become a person who is theoretical, intelligent, sarcastic and careful in taking action. The flowing narrative and cool dialogue made me really like this novel. So much so that I dare to give 5 stars out of 5 for this novel.

Oh yes, Sis Annisa Ihsani is a friendly person! why can I say that? because I once found his IG and tried to greet him in DM. I thought there would be no reply, but it turned out to be a friendly response. 

I've also posted this book on my Instagram , but I've only had time to post it now. Sorry :''

So, are you ready to dive into Amanda's complicated and intelligent thoughts? 





Continue reading [BOOK REVIEW] A untuk Amanda by Annisa Ihsani - Cerdas itu HANYA KEBERUNTUNGAN