Judul : Under Water
Penulis : Marisa Reichardt
Penerjemah : Mery Riansyah
Penerbit : Spring
Jumlah Halaman : 329 Halaman
Genre : Young Adult, Contemporary,
Romance, Realistic Fiction, Mental Health
IDR : 79.000
“...Menuangkan kepedihan dan rasa
frustasi ke halaman kertas akan sangat membantu. Saat kau menuliskannya, kau
akan berpikir ‘aku sedang melepaskan ini’.” –halaman 134
BLURB
Memaafkanmu akan membuatku bisa memaafkan diriku sendiri.
Morgan tidak bisa keluar dari pintu depan
apartemennya, rumah yang dia tinggali bersama ibu dan adik laki-lakinya. Gadis itu
merasa sedang berada di bawah air, tidak mampu naik ke permukaan, tidak mampu
bertemu dengan teman-temannya, tidak mampu ke sekolah
Saat Morgan kira dia tidak bisa menahan lebih
lama lagi, seorang cowok pindah ke sebelah rumahnya. Evan mengingatkannya pada
laut yang asin, dan semangat yang dia dapatkan dari berenang. Mungkin, Evan
adalah bantuan yang dia butuhkan untuk terhubung kembali dengan dunia luar....
SINOPSIS
Novel Under water menceritakan tentang gadis
bernama Morgan, yang tidak lagi keluar rumah karena kejadian 15 oktober di
sekolahnya. Dirinya akan merasa sesak dan mual hanya dengan membayangkan
keadaan diluar sana. Akibat penyakitnya itu, Morgan membutuhkan seseorang untuk
membuatnya berani lagi untuk keluar rumah.
Selain ibu dan adik laki-lakinya, Morgan juga
menyerahkan perawatannya pada psikiater yang selalu mengunjunginya, Brenda. Bersama
Brenda Morgan melakukan terapi agar bisa kembali keluar rumah.
Hingga saat itu anak laki-laki pindah ke sebelah
apartemennya, segala tentang laki-laki itu membuat dirinya mengenang masa lalu
ketika masih menjadi perenang handal. Semua tentang Evan membuat Morgan ingin
lagi merasakan dunia luar. Dan Evan yang tahu itu semua akhirnya memutuskan
untuk membantu Morgan sembuh. Segala hal yang terlihat menyeramkan terasa
menyenangkan ketika bersama Evan.
REVIEW
Hai readers! Akhirnya aku
review novel Under Water seperti kataku waktu itu. Aku lega! Heeuh... Novel Under Water adalah novel pertama Marisa Reichardt yang diterjemahkan oleh penerbit Spring
pada bulan Maret tahun 2017 lalu. Cover dari novel ini sangat cantik dan keren,
mewakili judulnya. Tepuk tangan untuk orang yang sudah mendesain cover ini
sehingga menjadi begitu cantik dan menawan! // prok... prok.. prok...
Oke, aku akan memberi
kalian satu kalimat yang cocok untuk novel ini. NOVEL INI BEGITU KELAM DAN
SURAM. Ya, itu benar, bahkan sangat benar. Tapi cover novel yang indah ternyata
tidak seindah cerita didalamnya.
Awal aku membaca novel Under Water, aku langsung ingin bilang pada Morgan, “Tidak apa-apa Morgan, aku mengerti
apa yang kamu rasakan.” Lalu memeluknya dengan erat. Aku tidak mengerti harus
berkata apa lagi untuk novel ini mengingat efeknya cukup besar sehingga bisa
mengaduk-aduk perasaan aku sebagai pembaca.
Penulis tidak hanya
memberi tahu dan memberi lihat pembaca tentang keadaan Morgan, tapi juga
merasakannya. Dia seakan mengajak pembaca untuk menjadi Morgan versi dunia
nyata. Jujur aku kasihan pada Morgan, kehidupan normalnya seketika lenyap
semenjak kejadian itu. Semua teman-temannya menghilang dan bahkan beberapa dari
mereka sudah abadi tertulis di papan pengingat.
Morgan yang dulunya
perenang handal dan bertubuh atletis kini hanya menjadi gadis pemakan sandwich
keju dan sup tomat di apartemennya. Kegiatan satu-satunya adalah sekolah online
dan memastikan saluran tv yang ditontonnya tidak menayangkan tentang dunia
luar. Tubuhnya bahkan berlemak, bergelambir dan penampilannya kacau.
“Cara orang mencemaskan sesuatu tidak
pernah sama. Orang-orang bersedih dengan cara berbeda-beda. Barangkali yang
ditampilkan oleh teman-temanmu di luar berbeda dari yang mereka rasakan
didalam. Hanya karena mereka tampak baik-baik saja bukan berarti mereka tidak
terluka seperti dirimu.” –halaman 180.
Jujur ketika membaca
lebih jauh Under Water, aku akan semakin depresi karena pemikiran Morgan yang sangat
sensitif. Tapi karakter Morgan disini berkembang sangat baik, bahkan kemajuannya
sangat pesat. Morgan punya kemauan keras untuk bisa keluar ketika bertemu Evan
yang membuatnya ingin lagi merasakan dunia luar.
Mungkin jika kalian
sudah baca atau nonton film adaptasi dari novel ‘Everything everything’ karya
Nicola Yoon, kalian akan merasakan sedikit kemiripan. Tokoh utama yang
sama-sama tidak keluar rumah dan tetangga yang pindah ke samping rumah. Hanya
saja bedanya dalam novel Everything everything tokoh utama tidak bisa keluar
rumah karena penyakit fisik, sedangkan Under Water Morgan tidak mau keluar rumah dan menderita
penyakit mental.
Meskipun suram dan
buat kasihan, novel Under Water juga layak disebut novel yang manis karena interaksi
para tokohnya yang sangat terasa kedekatannya. Di sini ibu Morgan yang pekerja
keras dan menjadi tulang punggung keluarga sangat menyayangi Morgan dan selalu
memotivasi Morgan bahwa dirinya pasti bisa sembuh.
Lalu adik
laki-lakinya, Ben. Serius, anak itu lucuuuu sekali. Selain karena dirinya masih
anak-anak, dia juga tidak ragu untuk menunjukkan kasih sayangnya pada Morgan. Bermain
bersama Morgan adalah kegiatan yang paling menyenangkannya. Interaksi keluarga
ini sangat harmonis dan membuat iri.
Aku sering tersenyum
gemas saat membaca bagian Ben, membayangkan tawanya, jahilnya, dan manjanya. Sepertinya
aku lebih suka tokoh Ben dibanding Evan, hahaha...
Selain pada keluarga, Morgan
juga mulai membuka diri dan mempercayai psikiaternya. Brenda ini begitu mudah
membuat Morgan nyaman dan mau bercerita hanya dengan tatapannya yang
meyakinkan. Asalnya aku membayangkan dokter yang sama dengan tokoh di novel
Everything everything. Dimana Brenda itu sudah berumur dan memiliki satu orang
anak. Ternyata aku salah. Brenda tidak terlihat seperti psikiater lainnya yang
biasa aku lihat.
Rambutnya panjang dan
dia begitu modis, juga muda. Setiap berkunjung dirinya tidak terlihat seperti
akan mengobati pasien tapi justru seperti teman sebaya Morgan yang akan
mengajaknya main. Dengan penampilan seperti itu mungkin Morgan merasa Brenda
juga bisa dijadikan teman.
Pada saat Morgan
menyetujui usulan Brenda untuk berjalan sampai kotak pos, aku sangat senang. Akhirnya
Morgan mau keluar rumah. Yah, meskipun Morgan gagal di percobaan pertama dan
malah menangis histeris di langkah pertamanya, Brenda tetap sabar dan terus
menyuruh Morgan untuk tidak menyerah sampai akhirnya Morgan mampu keluar
apartemen, tepatnya di teras rumah diatas keset lantai.
Selain penampilan Brenda,
aku juga suka dengan gaya dan penampilan Evan. Evan diceritakan sebagai
pindahan dari Hawai yang memiliki kulit sedikit coklat karena sering main di
pantai dan senang berseluncur diatas ombak. Evan yang ceria dan mampu membuat Morgan
termotivasi ini membuatku tersipu. Soalnya Evan ini pintar sekali membuat Morgan
termotivasi dengan cara yang tidak terduga dan manis.
Aku paling suka saat Evan
memberi Morgan ponsel lamanya dan mereka mulai bertukar pesan. Tapi meskipun
begitu, aku masih belum bisa membayangkan penampilan rumah Morgan dan Evan,
maupun lingkungan tempat mereka tinggal. Aneh, sepertinya imajinasiku mentok. Hahaha!
Baca juga : [BOOK REVIEW] Cafe Waiting Love by Giddens Ko
Baca juga : [BOOK REVIEW] Cafe Waiting Love by Giddens Ko
Senang sekali bisa
membaca novel yang sangat mengena di hati seperti Under Water. Plot twist nya sangat
apik dan tidak terbaca, begitu pula endingnya. Aku tidak percaya tidak bisa
menebaknya plot twistnya karena terlalu asik merasakan menjadi Morgan.
Aku beri 5 bintang
dari 5 untuk novel Under Water. Sangat seru, kelam, hangat, sekaligus menyenangkan.
Membuatku menjadi tahu rasanya menjadi Morgan dan ikut merasakan kehangatan
interaksi dengan tokoh-tokohnya.
Kalian jangan lupa
baca ya! Aku sangat merekomendasikan ini.
Sampai ketemu di review
selanjutnya! ^^