Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri under. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri under. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Maret 2020

[BOOK REVIEW] Under Water by Marisa Reichardt




Judul   : Under Water
Penulis : Marisa Reichardt
Penerjemah : Mery Riansyah
Penerbit : Spring
Jumlah Halaman : 329 Halaman
Genre : Young Adult, Contemporary, Romance, Realistic Fiction, Mental Health
IDR : 79.000


“...Menuangkan kepedihan dan rasa frustasi ke halaman kertas akan sangat membantu. Saat kau menuliskannya, kau akan berpikir ‘aku sedang melepaskan ini’.” –halaman 134



BLURB

Memaafkanmu akan membuatku bisa memaafkan diriku sendiri.

Morgan tidak bisa keluar dari pintu depan apartemennya, rumah yang dia tinggali bersama ibu dan adik laki-lakinya. Gadis itu merasa sedang berada di bawah air, tidak mampu naik ke permukaan, tidak mampu bertemu dengan teman-temannya, tidak mampu ke sekolah

Saat Morgan kira dia tidak bisa menahan lebih lama lagi, seorang cowok pindah ke sebelah rumahnya. Evan mengingatkannya pada laut yang asin, dan semangat yang dia dapatkan dari berenang. Mungkin, Evan adalah bantuan yang dia butuhkan untuk terhubung kembali dengan dunia luar....


SINOPSIS

Novel Under water menceritakan tentang gadis bernama Morgan, yang tidak lagi keluar rumah karena kejadian 15 oktober di sekolahnya. Dirinya akan merasa sesak dan mual hanya dengan membayangkan keadaan diluar sana. Akibat penyakitnya itu, Morgan membutuhkan seseorang untuk membuatnya berani lagi untuk keluar rumah.

Selain ibu dan adik laki-lakinya, Morgan juga menyerahkan perawatannya pada psikiater yang selalu mengunjunginya, Brenda. Bersama Brenda Morgan melakukan terapi agar bisa kembali keluar rumah.

Hingga saat itu anak laki-laki pindah ke sebelah apartemennya, segala tentang laki-laki itu membuat dirinya mengenang masa lalu ketika masih menjadi perenang handal. Semua tentang Evan membuat Morgan ingin lagi merasakan dunia luar. Dan Evan yang tahu itu semua akhirnya memutuskan untuk membantu Morgan sembuh. Segala hal yang terlihat menyeramkan terasa menyenangkan ketika bersama Evan.



REVIEW

Hai readers! Akhirnya aku review novel Under Water seperti kataku waktu itu. Aku lega! Heeuh... Novel Under Water adalah novel pertama Marisa Reichardt yang diterjemahkan oleh penerbit Spring pada bulan Maret tahun 2017 lalu. Cover dari novel ini sangat cantik dan keren, mewakili judulnya. Tepuk tangan untuk orang yang sudah mendesain cover ini sehingga menjadi begitu cantik dan menawan! // prok... prok.. prok...

Oke, aku akan memberi kalian satu kalimat yang cocok untuk novel ini. NOVEL INI BEGITU KELAM DAN SURAM. Ya, itu benar, bahkan sangat benar. Tapi cover novel yang indah ternyata tidak seindah cerita didalamnya.

Awal aku membaca novel Under Water, aku langsung ingin bilang pada Morgan, “Tidak apa-apa Morgan, aku mengerti apa yang kamu rasakan.” Lalu memeluknya dengan erat. Aku tidak mengerti harus berkata apa lagi untuk novel ini mengingat efeknya cukup besar sehingga bisa mengaduk-aduk perasaan aku sebagai pembaca.

Penulis tidak hanya memberi tahu dan memberi lihat pembaca tentang keadaan Morgan, tapi juga merasakannya. Dia seakan mengajak pembaca untuk menjadi Morgan versi dunia nyata. Jujur aku kasihan pada Morgan, kehidupan normalnya seketika lenyap semenjak kejadian itu. Semua teman-temannya menghilang dan bahkan beberapa dari mereka sudah abadi tertulis di papan pengingat.

Morgan yang dulunya perenang handal dan bertubuh atletis kini hanya menjadi gadis pemakan sandwich keju dan sup tomat di apartemennya. Kegiatan satu-satunya adalah sekolah online dan memastikan saluran tv yang ditontonnya tidak menayangkan tentang dunia luar. Tubuhnya bahkan berlemak, bergelambir dan penampilannya kacau.

“Cara orang mencemaskan sesuatu tidak pernah sama. Orang-orang bersedih dengan cara berbeda-beda. Barangkali yang ditampilkan oleh teman-temanmu di luar berbeda dari yang mereka rasakan didalam. Hanya karena mereka tampak baik-baik saja bukan berarti mereka tidak terluka seperti dirimu.” –halaman 180.

Jujur ketika membaca lebih jauh Under Water, aku akan semakin depresi karena pemikiran Morgan yang sangat sensitif. Tapi karakter Morgan disini berkembang sangat baik, bahkan kemajuannya sangat pesat. Morgan punya kemauan keras untuk bisa keluar ketika bertemu Evan yang membuatnya ingin lagi merasakan dunia luar.

Mungkin jika kalian sudah baca atau nonton film adaptasi dari novel ‘Everything everything’ karya Nicola Yoon, kalian akan merasakan sedikit kemiripan. Tokoh utama yang sama-sama tidak keluar rumah dan tetangga yang pindah ke samping rumah. Hanya saja bedanya dalam novel Everything everything tokoh utama tidak bisa keluar rumah karena penyakit fisik, sedangkan Under Water Morgan tidak mau keluar rumah dan menderita penyakit mental.

Meskipun suram dan buat kasihan, novel Under Water juga layak disebut novel yang manis karena interaksi para tokohnya yang sangat terasa kedekatannya. Di sini ibu Morgan yang pekerja keras dan menjadi tulang punggung keluarga sangat menyayangi Morgan dan selalu memotivasi Morgan bahwa dirinya pasti bisa sembuh.

Lalu adik laki-lakinya, Ben. Serius, anak itu lucuuuu sekali. Selain karena dirinya masih anak-anak, dia juga tidak ragu untuk menunjukkan kasih sayangnya pada Morgan. Bermain bersama Morgan adalah kegiatan yang paling menyenangkannya. Interaksi keluarga ini sangat harmonis dan membuat iri.

Aku sering tersenyum gemas saat membaca bagian Ben, membayangkan tawanya, jahilnya, dan manjanya. Sepertinya aku lebih suka tokoh Ben dibanding Evan, hahaha...

Selain pada keluarga, Morgan juga mulai membuka diri dan mempercayai psikiaternya. Brenda ini begitu mudah membuat Morgan nyaman dan mau bercerita hanya dengan tatapannya yang meyakinkan. Asalnya aku membayangkan dokter yang sama dengan tokoh di novel Everything everything. Dimana Brenda itu sudah berumur dan memiliki satu orang anak. Ternyata aku salah. Brenda tidak terlihat seperti psikiater lainnya yang biasa aku lihat.

Rambutnya panjang dan dia begitu modis, juga muda. Setiap berkunjung dirinya tidak terlihat seperti akan mengobati pasien tapi justru seperti teman sebaya Morgan yang akan mengajaknya main. Dengan penampilan seperti itu mungkin Morgan merasa Brenda juga bisa dijadikan teman.

Pada saat Morgan menyetujui usulan Brenda untuk berjalan sampai kotak pos, aku sangat senang. Akhirnya Morgan mau keluar rumah. Yah, meskipun Morgan gagal di percobaan pertama dan malah menangis histeris di langkah pertamanya, Brenda tetap sabar dan terus menyuruh Morgan untuk tidak menyerah sampai akhirnya Morgan mampu keluar apartemen, tepatnya di teras rumah diatas keset lantai.

Selain penampilan Brenda, aku juga suka dengan gaya dan penampilan Evan. Evan diceritakan sebagai pindahan dari Hawai yang memiliki kulit sedikit coklat karena sering main di pantai dan senang berseluncur diatas ombak. Evan yang ceria dan mampu membuat Morgan termotivasi ini membuatku tersipu. Soalnya Evan ini pintar sekali membuat Morgan termotivasi dengan cara yang tidak terduga dan manis.

Aku paling suka saat Evan memberi Morgan ponsel lamanya dan mereka mulai bertukar pesan. Tapi meskipun begitu, aku masih belum bisa membayangkan penampilan rumah Morgan dan Evan, maupun lingkungan tempat mereka tinggal. Aneh, sepertinya imajinasiku mentok. Hahaha!

Baca juga : [BOOK REVIEW] Cafe Waiting Love by Giddens Ko

Senang sekali bisa membaca novel yang sangat mengena di hati seperti Under Water. Plot twist nya sangat apik dan tidak terbaca, begitu pula endingnya. Aku tidak percaya tidak bisa menebaknya plot twistnya karena terlalu asik merasakan menjadi Morgan.

Aku beri 5 bintang dari 5 untuk novel Under Water. Sangat seru, kelam, hangat, sekaligus menyenangkan. Membuatku menjadi tahu rasanya menjadi Morgan dan ikut merasakan kehangatan interaksi dengan tokoh-tokohnya.

Kalian jangan lupa baca ya! Aku sangat merekomendasikan ini.

Sampai ketemu di review selanjutnya! ^^




Continue reading [BOOK REVIEW] Under Water by Marisa Reichardt

Rabu, 29 April 2020

, , ,

[BOOK REVIEW] A untuk Amanda by Annisa Ihsani - Cerdas itu HANYA KEBERUNTUNGAN

                                                                                       


Judul buku: A Untuk Amanda
Penulis: Annisa Ihsani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-605-03-2631-3
Jumlah halaman : 264 halaman
Harga : 60.000



Sinopsis 
Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.

Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?

Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.

Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.

Review
A untuk Amanda adalah novel kedua karya Kak Annisa Ihsani. Novel yang mengangkat tema depresi pada anak SMA ini adalah novel bertema depresi pertama yang aku baca sebelum Under Water karya MarisaReichardt. Awalnya aku kira novel young adult bagus itu cuma dari luar negeri saja, ternyata Indonesia juga punya penulis hebat seperti Annisa Ihsani ini.

Sangat antusias dan tidak sabar membaca saat aku menonton review booktuber tentang novel ini. Apalagi tema yang diambil juga sangat jarang kan? 


“Tadinya kukira orang mengalami depresi ketika ada sesuatu yang salah dengan hidup mereka. Tapi bagiku, depresi datang ketika segala hal dalam hidupku berjalan dengan sempurna.”



Saat aku baca sinopsisnya, sedikit dari dalam diriku ikut menyetujui pemikiran Amanda tentang kepintaran itu hanyalah keberuntungan. Dan kalian tahu, aku bisa langsung ikut merasakan apa yang Amanda rasakan setelah membaca kutipan ini.


“Jadi, kurasa guru-guru cuma menilaiku berdasarkan reputasi. Seperti… aku cuma beruntung beberapa kali di awal dan dapat nilai bagus… lalu mereka terus memberiku A, bahkan di saat aku tidak pantas mendapatkannya. Kau mengerti maksudku?"


Aku paham Amanda gemas dengan orang-orang yang selalu menganggap dirinya pintar karena selalu mendapatkan nilai A, aku juga paham apa yang Amanda rasakan saat sahabat sekaligus pacarnya, Tommy menganggap Amanda ini haus pujian atau perhatian. Rasanya aku ingin teriak didepan Tommy bahwa pacarmu ini hanya perlu teman yang memahami pemikirannya. Atau Tommy seharusnya bisa kah, cukup mengangguk sambil berkata bahwa dirinya mengerti apa yang Amanda maksud dan rasakan? setidaknya itu akan menunjukkan bahwa dia adalah pacar yang pengertian. Ah kesalku masih tersisa ternyata.

Bicara tentang Tommy, biar aku ulas sedikit tentang Tommy. Tommy adalah sahabat dari kecilnya Amanda yang sudah naik pangkat menjadi pacar, dan Tommy tidak menyukai M&M's warna kuning. Sebenarnya Tommy ini cukup mengerti Amanda, dia adalah pacar yang baik dan juga sahabat yang baik. Akan tetapi ada kalanya Tommy tidak mengerti Amanda dan bertanya-tanya dengan pemikiran Amanda.


“Kau tidak butuh persetujuan saya, Amanda. Apa pun yang saya dan orang lain pikirkan, itu tidak penting. Satu-satunya hal yang berpengaruh adalah apa yang kaupikirkan tentang dirimu sendiri.”


Diawal halaman, aku diberitahu bahwa jenis depresi yang Amanda alami adalah Impostor Syndrome atau sindrom penipu. Amanda merasa dirinya hanya beruntung saat mendapatkan nilai A dan merasa semua yang orang lain pikirkan tentangnya adalah salah, dirinya menipu. Semua orang tertipu oleh keberuntungan yang dimilikinya. 

Semua itu berawal ketika salah satu guru yang sedang mengajar dikelasnya mengajukan sebuah pertanyaan, tapi tidak seperti biasanya, guru itu tidak menunjuk Amanda melainkan temannya. Amanda sudah tahu apa jawabannya, tapi temannya itu justru memiliki jawaban yang berbeda dengan Amanda. Amanda mengira dirinyalah yang benar, akan tetapi ternyata justru jawaban temannyalah yang benar. Amanda terkejut dan mencari tahu, dan memang benar dirinyalah yang salah. Dari saat itu dia merasa bahwa dia tidak pintar, selama ini dirinya hanya mendapatkan keberuntungan.

Dari narasi yang dibawakan, penulis seolah mengajak pembaca untuk tahu perjalanan Amanda, bagaimana Amanda yang tidak bisa berhenti berpikir sampai Amanda yang men-cap dirinya sebagai penipu. Pemikiran-pemikiran Amanda yang kelewat pintar itu ternyata tidak selamanya berdampak baik, terkadang menjadi biasa-biasa saja justru lebih baik. Itu yang aku simpulkan saat membaca pikiran Amanda.

Amanda tinggal dengan Ibunya yang merupakan seorang janda, Ayahnya sudah meninggal saat Amanda masih kecil. Tapi meskipun begitu kenangan-kenangan akan sang Ayah masih melekat dalam ingatannya. Meskipun Ibu Amanda ini cukup sibuk dengan pekerjaanya sebagai akuntan, Amanda masih mendapat perhatian penuh darinya.

Aku suka dengan sikap Ibu Amanda yang selalu sabar ketika menghadapi pemikiran Amanda yang seperti itu. Bagaimana dirinya yang mencoba menyuruh Amanda untuk tidak diam dikamar dan selalu memutar musik yang sama berulang-ulang, itu terasa sangat manis sekaligus memprihatinkan. 


“Aku sangat lelah dan merasa seperti karet yang direntangkan melebihi batas elastisitasnya. Yang ingin kulaku-kan hanyalah berbaring di tempat tidur dan tidak memikirkan apa-apa lagi.”


Selain menceritakan proses yang dilalui Amanda untuk depresinya, penulis juga membuatku flashback dengan menceritakan kebingungan Amanda saat akan memilih Universitas. Bedanya Amanda bisa masuk universitas mana saja dengan mudah sedangkan aku tidak, haha! 

Yah, sedikit disayangkan memang, dengan semua yang Amanda miliki dirinya masih berpikir bahwa dirinya itu penipu. Namun, aku mendapatkan banyak sekali pembelajaran dari buku ini. Pesan yang ingin disampaikan penulis bisa dengan mudah tersampaikan pada pembaca. Meskipun ini kisah yang cukup berat, tapi penulis membuat semuanya mudah dipahami karena pengulis mengemasnya dengan ringan.

Membaca novel ini kalian akan diajak menjadi orang yang teoritis, cerdas, sarkas dan berhati-hati dalam mengambil tindakan. Narasinya yang mengalir dan dialognya yang keren membuatku sangat menyukai novel ini. Sampai-sampai aku berani memberi 5 bintang dari 5 untuk novel ini.

Oh iya, kak Annisa Ihsani ini orangnya ramah loh! kenapa aku bisa bilang begitu? karena aku pernah menemukan IG-nya dan mencoba untuk menyapa beliau di DM. Aku pikir tidak akan dibalas, tapi ternyata dibalas dengan ramahnya. 

Aku juga pernah memposting buku ini di Instagramku, tapi baru sempat posting sekarang. Maafkan :''

Jadi, siapkah kalian menyelami pemikiran Amanda yang rumit dan cerdas ini? 


Synopsis 

Amanda has one small problem: she's convinced that she's not as smart as she appears. His report card contained all A grades, he believed because luck was on his side. It seemed the teachers only asked him questions he happened to know the answer to.

But of course, it's impossible for anyone to be lucky all the time, right?

After thinking about it, it didn't seem like a small matter. Especially considering that his life is filled with a series of psychotherapy appointments. When she came home with a prescription for antidepressants, Amanda knew the problem was more complicated than she was ready to admit.

Amidst complications with her boyfriend, family, and school, Amanda must accept that she can't get A's in everything.

Review

A for Amanda is the second novel by Ms. Annisa Ihsani. This novel, which deals with the theme of depression in high school students, was the first depression-themed novel that I read before Under Water by Marisa Reichardt . At first I thought that good young adult novels only came from abroad, but it turns out that Indonesia also has great writers like Annisa Ihsani.

Very enthusiastic and can't wait to read when I watched the booktuber's review of this novel. Moreover, the themes chosen are also very rare, right? 

“I thought people got depressed when there was something wrong with their lives. But for me, depression comes when everything in my life is going perfectly.”

When I read the synopsis, a little part of me agreed with Amanda's idea that intelligence is just luck. And you know, I could immediately feel what Amanda felt after reading this quote.

“So, I guess the teachers just judged me based on reputation. Like… I just got lucky a few times in the beginning and got good grades… then they kept giving me A's, even when I didn't deserve them. Do you understand what I mean?"

I understand that Amanda is annoyed by people who always think they are smart because they always get A grades. I also understand what Amanda feels when her best friend and boyfriend, Tommy, thinks that Amanda is hungry for praise or attention. I feel like screaming in front of Tommy that your boyfriend just needs a friend who understands his thoughts. Or should Tommy be able to just nod and say that he understands what Amanda means and feels? at least it will show that he is an understanding boyfriend. Ah, my annoyance still remains.

Talking about Tommy, let me tell you a little about Tommy. Tommy is Amanda's childhood friend who has been promoted to boyfriend, and Tommy doesn't like yellow M&M's. Actually, Tommy understands Amanda quite well, he is a good boyfriend and also a good friend. However, there were times when Tommy didn't understand Amanda and wondered what Amanda was thinking.

“You don't need my approval, Amanda. Whatever I and others think, it doesn't matter. The only thing that matters is what you think about yourself.”

At the beginning of the page, I was told that the type of depression Amanda was experiencing was Impostor Syndrome . Amanda felt that she was just lucky when she got an A and felt that everything other people thought about her was wrong, that she was cheating. Everyone is deceived by the luck they have. 

It all started when one of the teachers who was teaching in his class asked a question, but unlike usual, the teacher didn't point to Amanda but his friend. Amanda already knew what the answer was, but her friend had a different answer to Amanda. Amanda thought she was right, but it turned out that her friend's answer was the right one. Amanda was shocked and found out, and it was true that she was in the wrong. From that moment on he felt that he was not smart, all this time he had only had luck.

From the narrative presented, the author seems to invite readers to know Amanda's journey, how Amanda couldn't stop thinking until Amanda branded herself as a fraud. Amanda's overly clever thoughts don't always have a good impact, sometimes being mediocre is actually better. That's what I concluded when reading Amanda's thoughts.

Amanda lives with her mother who is a widow. Her father died when Amanda was little. But even so, the memories of his father still linger in his memory. Even though Amanda's mother is quite busy with her work as an accountant, Amanda still gets her full attention.

I like Amanda's mother's attitude, who is always patient when dealing with Amanda's thoughts like that. How he tried to tell Amanda not to stay in the room and always play the same music over and over again, it felt very sweet and worrying at the same time. 

“I was so tired and felt like rubber had been stretched beyond its elastic limit. All I want to do is lie in bed and not think about anything else.”

Apart from telling about the process that Amanda went through for her depression, the author also gave me flashbacks by telling about Amanda's confusion when choosing a university. The difference is that Amanda can enter any university easily while I can't, haha! 

Well, it's a bit unfortunate, with everything Amanda has, she still thinks she's a fraud. However, I learned a lot from this book. The message the author wants to convey can easily be conveyed to the reader. Even though this is a quite heavy story, the author makes everything easy to understand because the author packages it lightly.

Reading this novel you will be invited to become a person who is theoretical, intelligent, sarcastic and careful in taking action. The flowing narrative and cool dialogue made me really like this novel. So much so that I dare to give 5 stars out of 5 for this novel.

Oh yes, Sis Annisa Ihsani is a friendly person! why can I say that? because I once found his IG and tried to greet him in DM. I thought there would be no reply, but it turned out to be a friendly response. 

I've also posted this book on my Instagram , but I've only had time to post it now. Sorry :''

So, are you ready to dive into Amanda's complicated and intelligent thoughts? 





Continue reading [BOOK REVIEW] A untuk Amanda by Annisa Ihsani - Cerdas itu HANYA KEBERUNTUNGAN