Judul : Cafe Waiting Love
Penulis : Giddens Ko
Penerbit : Haru
Tebal : 404 Halaman
Genre : Fiksi, Roman.
Harga Resmi : IDR 76.000
“Setiap orang
sedang menunggu seseorangnya...”
BLURB
Dalam hidup ini, ada beberapa kali saat dimana
jantung berdegup kencang, dan kata-kata tidak sanggup terucap. Aku belum pernah
berpacaran, tapi aku tahu bahwa
seseorang yang percaya pada cinta, seharusnya menghargai momen setiap kali
jantungnya berdebar, kemudian dengan berani mengejar kali berikutnya, kali
berikutnya, dan kali berikutnya lagi.
Didalam sebuah Cafe kecil, setiap orang sedang
menunggu seseorangnya.
Sinopsis
Cafe Waiting Love menceritakan tentang perjalanan
cinta gadis supel dan penuh semangat bernama Li Siying. Dia adalah seorang
siswi SMA kelas tiga yang sedang berusaha untuk menjadi pribadi yang mandiri. Li
siying bekerja paruh waktu disebuah cafe bernama Cafe Waiting Love setiap
pulang sekolah. Di tempatnya bekerja, dia memiliki rekan bernama Albus. Albus adalah
penyuka perempuan sesama jenis yang terlihat berhati dingin, kendati begitu
dirinya memiliki hati yang peka dan perhatian pada Li Siying. Ada juga pemilik
cafe yang selalu disebut Nyonya Bos, dia lah yang memberi nama cafe ini dengan
nama seperti itu. Dinamai Cafe Waiting Love karena Nyonya Bos berharap
pengunjung akan menjadikan cafe-nya tempat untuk menemukan seseorang yang
ditunggunya.
Review
Seperti biasa, aku selalu mengagumi karya Giddens Ko. Sudut pandang yang
diambil dari novel ini adalah sudut pandang pertama, yang mana tokoh utama
menjadi narator untuk kisahnya sendiri. Selain karena sudut pandang pertama
yang membuatku suka, gaya penulis dalam menciptakan novel pun sangat sangat
bagus dan menyentuh hati pembaca. Sederhana, penuh makna dan manis disaat yang
bersamaan. Aku seperti mendengarkan kisah seseorang secara langsung, lalu aku
terhanyut dibuatnya. Aku tidak pernah menemukan
novel dengan gaya penuturan yang sederhana namun sangat mengena di hati
seperti karya-karyanya.
Selain itu, kata-kata dari masing-masing tokoh yang selalu benar dan
menyentuh, sekaligus memberi pelajaran tentang cinta pada pembaca ini membuatku
TERGILA-GILA! Bagaimana tidak, banyak kata-kata dan peristiwa yang manis di novel
ini. Manis dan menyentuh namun tidak lebay dan mendayu-dayu. Keren!
Baca juga : [BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #2: Scarlet by Marissa Meyer
Baca juga : [BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #2: Scarlet by Marissa Meyer
Lalu, bukan Giddens Ko jika tidak menambahkan unsur komedi di bukunya. Buku
ini begitu mengalir seperti asli, kehidupan dan karakter tokohnya seakan
benar-benar ada dalam dunia nyata. Aku seakan bertemu dengan mereka, lalu duduk
dihadapannya sambil mendengarkan Li Siying bercerita.
Meskipun awalnya aku harus cukup sabar untuk bertemu dengan konflik dan
kehidupan Li Siying yang baru kudapatkan setelah membaca cukup jauh, aku tidak
merasa bosan karena Li Siying menceritakan banyak tokoh yang ditemuinya di Cafe
Waiting Love sebelum masuk ke bab tentang dirinya.
Banyak sekali karakter dalam buku ini, namun yang menurutku sangat berkesan
adalah para tokoh yang diceritakan sebelum Li Siying menjadi mahasiswi. Salah satunya
adalah Fengming, yang tak lain dan tak bukan adalah kakak dari Li Siying.
Fengming adalah kakak dari Li Siying sekaligus teman sekamarnya. Fengming yang
tidak pernah menganggap Li Siying sebagai perempuan membuat interaksi antara
keduanya sangat unik dan sesekali mengocok perut. Li siying yang selalu kesal
karena tingkah bodoh dan konyol kakaknya, dan Fengming yang selalu menjahili Li
Siying dengan hal-hal bodoh.
Meskipun begitu, Li Siying menyayangi kakaknya layaknya seorang adik. Walau
disini Li Siying lebih dewasa dan mandiri. Selain Fengming, ada juga Albus. Albus
adalah rekan Li Siying di cafe yang memiliki kelainan. Dirinya tidak menyukai
laki-laki karena seorang lesbian. Karakternya yang berhati dingin dan dangat
sedikit bicara ini membuatku terkadang lupa bahwa dirinya adalah perempuan. Haha!
Di Cafe, Li Siying banyak bertemu dengan pria-pria dengan kepribadian yang
berbeda. Dan pada saat itu, Li Siying menyukai Yang Zeyu yang tak lain adalah
pengujung tetap Cafe. Yang Zeyu sangat menyukai dan selalu memesan Kopi Kenya. Namun
meskipun begitu, ketika tengah datang bersama kekasihnya, dia akan memesan
latte yang disukai kekasihnya dan akan pura-pura menyukai latte.
“Menyukai barang
yang disukai pacar, sepertinya adalah PR-ku dalam berpacaran.” Hal. 156
“Semoga suatu hari
nanti, aku bisa dengan gembira memesan dua gelas kenya.” Hal. 161
Yang Zeyu adalah mahasiswa IT yang pintar, selain itu dirinya juga ketua
dari klub debat. Meskipun begitu, Yang Zeyu ini selalu ingin menampilkan yang
terbaik sehingga acapkali tidak jujur dan tidak apa adanya dengan sikapnya. Sampai
ketika di percakapan keduanya dengan Li Siying, dia akhirnya tidak perlu lagi
menjadi orang lain.
Lalu A Tuo. Laki-laki yang terkenal dengan nasib buruknya ini adalah orang
yang lugu dan pemalu. Dirinya selalu menjadi bahan ledekan teman-temannya
karena pacarnya dulu direbut oleh seorang lesbian. Akan tetapi, meskipun
dirinya selalu menjadi bahan ledekan, A Tuo tidak pernah marah atau pun melawan.
Hal ini membuat Li Siying gemas bahkan memarahi A Tuo karena sikapnya yang
tidak tegas.
“Sejak awal
kehidupan, setiap orang sudah ditakdirkan untuk bertemu dengan seseorang di
suatu tempat...” –hal. 43
“Siapa bersama
dengan siapa, sebenarnya sudah ditentukan sejak awal. Tak perduli serumit apa
pun suatu pertanyaan, jawabannya hanya ada satu. Dan hanya bisa satu.” –hal.
139
Dan yang terakhir adalah tentang ‘Nyonya Bos’. Selain pemberian nama cafe
yang memiliki filosofi tersendiri dan membuat hati leleh, Nyonya Bos juga
memiliki kisah cintanya sendiri yang tak kalah menyentuh hati. Tak tanggung-tanggung,
Giddens Ko menaruh kisah Nyonya Bos diawal-awal bab. Membuatku semakin salut
sekaligus merasa kasihan dengan Nyonya Bos yang satu ini. Selain memberi nama
yang unik, Nyonya Bos juga memiliki resep kopi yang unik. Setiap orang yang
memesan kopi Nyonya Bos ini akan mendapatkan kesempatan untuk duduk mengobrol
sambil meminum kopi bersama dengan Nyonya Bos.
Kisah remaja yang menyentuh dengan pelajaran hidup masing-masing tokohnya
membuatku memberi novel ini 5 bintang
dari 5.
Ah iya, novel ini sudah di film-kan loh! jadi buat kalian yang penasaran dengan visualisasinya bisa banget nonton. Yah meski sejujurnya aku belum nonton filmnya sih. Jadi tidak tahu jika ada adegan yang ditambah atau dikurangi.
Novel2nya Giddens Ko kayaknya real banget dgn kehidupan masa skrg yaa. Aku sendiri belum baca novel ini sih XD
BalasHapusMembaca review novel ini membuatku bertanya2 apakah Li Siying bakal jadian sama Yang Yezu? Ngebayangin interaksi mereka pasti adem 😌
Iya bener! Real tp manis ><
BalasHapus