Tampilkan postingan dengan label Editing. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Editing. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 Maret 2024

JASA EDITING, PROOFREADING, DAN REVIEW KARYA TULIS FIKSI MURAH DAN MUDAH!

🎉OPEN PROOFREADING / EDITING  / WRITING (REVIEW) FICTION COMMISSION🎉 

April Batch Limited slot (0/3)

Hawo! kali ini aku posting untuk memperingan pekerjaan kalian yang senang menulis tapi malas untuk melakukan finishing, nih. Selain itu aku juga bisa membantu kalian untuk meningkatkan kualitas tulisan dengan mereview hasil tulisan kalian yang tidak aku sediakan pada jasa proofreading dan editing.

Untuk penjelasan job bisa lihat rules di bawah ini ya :

* Contoh pengerjaan yang pernah dibuat, bisa di lihat di : 

https://drive.google.com/drive/folders/1dGr2GdsNHg-pCILrkbQ5ag1GzuuKFjUa?usp=sharing

* Khusus review fiksi cek blog aku ya :

http://poetessszia.blogspot.com/

Jika ada yang kurang jelas, bisa langsung chat di messenger ke akun khusus ini https://web.facebook.com/kei.masami/ . Terima kasih... )w(/

Continue reading JASA EDITING, PROOFREADING, DAN REVIEW KARYA TULIS FIKSI MURAH DAN MUDAH!

Kamis, 14 Januari 2021

[Beta Reader] - COMMISIONED BY YUTA-CHAN

 

Ini adalah permulaan dari sebuah kisah penuh canda…

Penuh tawa…

Yang kemudian akan berakhir pada keheningan…

Kepedihan…

Dengan kegelapan yang memeluk…

Kesetiaan dan kekuatan pelakon di dalamnya diuji…

Untuk menentukan akhir kisah ini…

Kepedihan?

Ataukah...


Gelita menghampiri, merengkuh erat seolah enggan melepas sesosok gadis bersurai merah muda langka yang melebihi bahu. Gadis itu memiliki paras yang cantik, yang saat ini tengah tampak tertegun di dalam satu ruang kosong yang dipenuhi oleh kegelapan. 

Gelita menghampiri, merengkuh erat seolah enggan melepas sosok gadis bersurai merah muda langka yang yang panjangnya melebihi bahu. Gadis yang memiliki paras cantik itu saat ini tengah  tertegun di dalam ruang kosong yang dipenuhi oleh kegelapan. 

Sosok itu beberapa kali terlihat mengerjap, menaik dan menurunkan kelopak yang dibingkai oleh bulu mata lentik. Bulat kedua berliannya dibiarkan bergulir ke sana dan kemari, mengikuti lansekap kelam yang kini mulai tertorehkan warna-warna asing yang menyerupai satu tempat tak familiar baginya. 

Sosok itu beberapa kali terlihat mengerjap, menaik dan menurunkan kelopak yang dibingkai oleh bulu mata lentik. Dua netra berliannya dibiarkan bergulir ke sana dan kemari, mengikuti lansekap kelam yang kini mulai menorehkan warna-warna asing yang menyerupai satu tempat tak familiar baginya.

Senyum pada bibir gadis cantik itu terkembang, melengkung cantik untuk dipamerkan kepada empat sosok pemuda yang tengah bercengkrama di hadapannya. 

Senyum pada bibir gadis cantik itu mengembang, melengkung cantik memamerkan keindahan pada empat pemuda yang kini tengah bercengkrama di hadapannya. 

 

"Aku...bertunangan dengan Luna." 

Merupakan satu kalimat yang menjadi penghilang riuh di antara mereka. Beberapa pasang mata di sana membulat, tampaknya terkejut dengan pemaparan yang diberi sosok bersurai sekelam malam. 

–nya : jika ditambah imbuhan ‘nya’ akan terdengar seperti kata yang tidak pasti, sedangkan disini semua adegan sudah pasti, maka dari itu tambahan ‘nya’ tidak diperlukan. Diganti dengan kata ‘tampak’ yang menunjukkan situasi yang sudah pasti.

Merupakan satu kalimat yang menjadi penghilang riuh di antara mereka. Beberapa pasang mata di sana membulat, tampak terkejut dengan pemaparan sosok pemuda bersurai sekelam malam. 

"Apa?!" 

Adalah bentuk ekspresi keterkejutan yang diberi sesosok pemuda bersurai pirang cerah yang berada di samping pemuda malam itu. 

Adalah bentuk ekspresi keterkejutan yang berasal dari sosok pemuda bersurai pirang cerah yang sedang berada di samping pemuda malam itu. 

"Satu minggu lagi aku akan pergi ke Altissia untuk melaksanakan pernikahan." 

Kalimat berikutnya seolah-olah diberi penekanan karena beberapa orang yang berada di sana terdiam, tak lagi membuka mulut. Keheningan itu berlangsung selama beberapa detik sebelum sang gadis tiba-tiba saja menepuk kedua tangannya, semakin menaikkan sudut bibir dan tertawa. 

Semua terdiam, kalimat yang keluar berikutnya itu seolah-olah memberi penekanan pada beberapa orang di sana, menciptakan keheningan yang berlangsung selama beberapa detik sebelum sang gadis tiba-tiba saja menepuk kedua tangannya, lalu menyita perhatian dengan sudut bibir yang tambah lebar, kemudian tertawa. 

"Ternyata ada yang mau juga dengan pangeran bodoh ini.

"Ternyata ada yang mau juga dengan pangeran bodoh ini!"

Sebelumnya diceritakan sang gadis menepuk kedua tangannya sambil tertawa, jika dalam keadaan sebenarnya, ucapan yang dilontarkan pasti berupa seruan.

Diterbangkannya untai kalimat penuh ejek itu menjadi satu hal yang mencairkan suasana yang sedikit kaku. Sang pemuda bersurai kelam di sana mendelik, memelototi gadis yang telah bersama dengannya sejak umurnya masih empat tahun. Gelak tawa dan geram kesal dari kedua sahabat bersurai kontras di sana membawa kekehan meluncur dari bibir sahabat-sahabat mereka yang lain. 

Diterbangkannya untai kalimat penuh ejek itu guna mencairkan suasana yang sedikit kaku. Sang pemuda bersurai kelam di sana mendelik, memelototi gadis yang telah bersama dengannya sejak umurnya masih empat tahun. Gelak tawa dan geram kesal yang berasal dari dua sahabat bersurai kontras itu ternyata mampu meluncurkan kekehan dari bibir sahabat-sahabat mereka yang lain. 

“Noct akan menikah lebih dulu!”

Suara nyaring pemuda berwajah manis di sana semakin melunakkan suasana ‘asing’ yang sempat menyelimuti sang pangeran dan penasihatnya—entah mengapa berita pernikahan itu membuat keduanya sedikit menguarkan aura yang berbeda. Berikutnya keanehan itu semakin menghilang setelah sang merah muda menyelamati, menampakkan wajah ceria yang begitu menyilaukan

Rupanya seruan nyaring yang berasal dari pemuda berwajah manis di sana itu mampu melunakkan suasana ‘asing’ yang sempat menyelimuti sang pangeran dan penasihatnya—yang entah mengapa berita pernikahan itu membuat keduanya sedikit menguarkan aura yang berbeda. Tapi itu semua tidak berlangsung lama, karena kini sang merah muda telah menampakkan wajah ceria yang begitu menyilaukan

sehingga menjadikan semua yang berada di sana mengulum senyum, menikmati kebahagiaan yang mengelilingi mereka.

Namun, saat sang gadis hendak melontarkan kalimat ejekan lain, lansekap itu dengan cepat berganti. Hampar warna-warna monoton milik kamar sang putra mahkota tadi telah hilang, digantikan oleh abu-abu dan juga ornamen emas milik bangunan pencakar langit megah yang menjadi tempat tinggal pemilik tahta tertinggi—Raja—di kota tersebut.

Gadis pemilik surai sewarna bunga musim semi itu tak lagi terduduk di sofa nyaman milik sahabat bersurai kelamnya. Ia kini tengah berjalan sedikit lambat menuruni anak tangga berhamparkan karpet merah milik gedung megah di sana. Di belakangnya, kalimat-kalimat penuh pengharapan serta dukungan dari Raja kepada pangeran pun terdengar tanpa cela.

Gadis pemilik surai berwarna bunga musim semi itu tak lagi terduduk di sofa nyaman milik sahabat bersurai kelamnya. Ia kini tengah berjalan sedikit lambat saat menuruni anak tangga yang  berhamparkan karpet merah milik gedung megah di sana. Di belakangnya, kalimat-kalimat penuh pengharapan serta dukungan dari Raja kepada pangeran pun terdengar tanpa cela.

Kasih sedikit konjungsi agar narasi terasa lebih ngalir

Gadis tersebut semakin berjalan menjauhi Raja, pria paruh baya yang telah dianggapnya sebagai bagian dari keluarganya dan pangeran, yang merupakan teman kecilnya. Percakapan kedua orang itu tak lagi terdengar ketika ia telah sampai di depan pintu mobilnya dan mendudukkan diri di depan kendali.

Gadis itu berjalan menjauhi Raja. Dua pria yang telah dianggap keluarga dan juga teman kecilnya itu  Percakapan kedua orang itu tak lagi terdengar ketika ia telah sampai di depan pintu mobilnya dan mendudukkan diri di depan kendali.

Kata ‘tersebut’ lebih baik diganti dengan kata ‘itu’ agar terasa lebih dekat dengan pembaca juga mengajak pembaca lebih dekat dengan tokohnya.

Kata ‘semakin’ lebih baik dihapus agar kalimat tidak menjadi rancu.

Tulis kenapa dia berjalan mundur, juga tambahkan sedikit deskripsi sebelum tokoh sampai di pintu mobilnya. Dengan begitu pembaca bisa mengerti situasi yang sedang terjadi,

 

Dari tempatnya berdiam diri kini, kedua netra merah mudanya menatap Raja yang tengah memegang erat bahu teman kecilnya. Pemandangan itu entah mengapa menghimpit hatinya. Ada satu gemuruh di dadanya kala mendapati wajah Rajanya menjadi sendu seperti itu. Kepalanya telah sepenuhnya tertoleh, ia berusaha memerhatikan lebih seksama.

Akan tetapi, sebelum ia sempat melakukan itu, lansekap di hadapannya kembali berputar begitu cepat.

Dari tempatnya berdiam diri kini, netra merah mudanya menatap Raja yang tengah memegang erat bahu teman kecilnya. Pemandangan itu entah mengapa menghimpit hatinya. Ada satu gemuruh didadanya kala mendapati wajah Rajanya menjadi sendu seperti itu.

Kepalanya ia tolehkan sepenuhnya saat sedang memerhatikan keadaan lebih seksama.

Akan tetapi, sebelum ia sempat melakukan itu, lansekap di hadapannya kembali berputar begitu cepat. 

 Kata ‘kedua’ tidak diperlukan, karena netra disini merujuk pada mata yang notabene ada dua. Kecuali terjadi sesuatu yang menyebabkan tidak menjadi dua, jika itu terjadi pasti sudah dijelaskan sebelumnya.

Untuk adegan menolehkan kepala, sebaiknya dibuat paragraf baru, karena itu tidak termasuk ke narasi yang menjelaskan perasaan tokoh. Alias topik baru yang ingin disampaikan,

 

Sang gadis kini tengah berdiri di dalam kamar lain yang dikelilingi oleh lautan berwarna biru indah. Sekelilingnya diliputi oleh aura yang memberat dan ia merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dengan seksama, ia perhatikan wajah keempat kawannya. Cerah menjadi mendung, tawa hilang terganti bisu karena seseorang dari mereka baru saja membawa kabar pahit mengenai kehancuran tanah air mereka. 

Sang gadis kini tengah berdiri di dalam kamar lain yang dikelilingi oleh lautan berwarna biru indah. Akan tetapi sekelilingnya diliputi oleh aura yang memberat, dan seketika ia merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dengan seksama, ia perhatikan wajah keempat kawannya. Semua tampak berbeda dari sebelumnya. Wajah cerah mereka kini berganti mendung, tawa hilang berganti bisu karena seseorang dari mereka baru saja membawa kabar pahit mengenai kehancuran tanah air mereka. 

Konjungsi ‘akan tetapi’ disimpan diawal untuk menunjukkan perbandingan yang mencolok, indah tapi auranya memberat.

‘terganti’ menjadi ‘berganti karena maknanya berbeda ;

terganti = kau tak akan terganti, posisinya telah tergantikan dengan yang lain.

berganti = siang berganti malam, suka berganti duka, tangis berganti tawa.

 

Kota tempat mereka pulang luluh lantak, dihancurkan oleh pihak yang seharusnya menandatangani perjanjian damai dengan keRajaan mereka. Penghianatan terjadi, pembantaian tak terelakkan dan mereka yang sedang dalam perjalanan menuju Altissia untuk menemui putri Tenebrae begitu syok tak terhingga.

Kata ‘begitu = sangat’ dengan adanya kata itu sudah menunjukkan bahwa yang dialami adalah syok yang sangat hebat. Menambahkan kalimat ‘tal terhingga’ akan menjadi pemborosan kata. Sebagai gantinya, tambahan sedikit kalimat penutup.

Kota tempat mereka pulang luluh lantak, dihancurkan oleh pihak yang seharusnya menandatangani perjanjian damai dengan keRajaan mereka. Penghianatan terjadi, pembantaian tak terelakkan dan mereka yang sedang dalam perjalanan menuju Altissia untuk menemui putri Tenebrae begitu syok saat tahu kabar itu.

Gadis itu merasakan gemuruh kasar menghampiri dadanya. Ia hendak membuka mulut, tetapi, lagi-lagi pemandangan di depan matanya sekali lagi terganti begitu cepat, bak potongan film yang rusak.

Gadis itu merasakan gemuruh kasar menghampiri dadanya. Ia hendak membuka mulut, tetapi lagi-lagi pemandangan di depan matanya sekali lagi terganti begitu cepat, bak potongan film yang rusak.

Kini, dalam ngeri ia berdiri sembari bergetar, memandangi tiap-tiap pemandangan asing yang terus terputarkan di hadapannya.

Di sana, di hadapan kedua bola kacanya, ada kesakitan di wajah pangerannya, kepedihan pada wajah teman-temannya. Kemudian ada jerit pilu, laung tangis, noda-noda merah kehidupan yang menetes dari tubuh seorang wanita anggun bersurai pirang pucat.

Di sana, di hadapan kedua bola kacanya, ia melihat  kesakitan di wajah pangeran juga kepedihan pada wajah teman-temannya. Tidak cukup sampai situ, jerit pilu, laung tangis, dan noda-noda merah kehidupan yang menetes dari tubuh seorang wanita anggun bersurai pirang pucat pun seakan ingin ikut serta dalam mengisi kejadian tragis itu.

Tambah sedikit diksi biar lebih JLEB! Euh...

Tak berhenti sampai di situ, hatinya diremukkan oleh pemandangan bahwa hijau yang dicintainya menghilang, persahabatan yang telah terjalin selama beberapa tahun silam menjadi karut marut, terjatuhnya sosok pemilik senyum secerah mentari. Pemandangan itupun semakin berputar, menggemakan gelak tawa menyeramkan milik seorang pria berwajah culas, memerlihatkan kegelapan tanpa akhir yang menyelimuti dunia...dan...mempertontonkan pengorbanan nyawa milik seseorang terpentingnya…

Pemandangan itupun semakin berputar, menggemakan gelak tawa menyeramkan milik seorang pria berwajah culas, memerlihatkan kegelapan tanpa akhir yang menyelimuti dunia...dan...mempertontonkan pengorbanan nyawa milik seseorang terpentingnya…

Seakan belum puas dengan penderitaan yang dialaminya, kini hatinya kembali diremukkan oleh pemandangan bahwa hijau yang dicintainya telah menghilang, persahabatan yang telah terjalin selama beberapa tahun silam menjadi karut marut. Pemilik senyum secerah mentari itu terjatuh dihadapannya.

Pemandangan itu semakin berputar, menggemakan gelak tawa menyeramkan yang menyiratkan kepuasan hati dari pria berwajah culas yang sedang memperlihatkan kegelapan tanpa akhir yang menyelimuti dunia, dan mempertontonkan pengorbanan nyawa milik seseorang terpenting gadis itu.

Terputarkannya cuplikan terakhir di hadapan kedua netranya membuat sang gadis melaung dalam bisu. Kedua tangannya yang bergetar terangkat dan ia segera menjambak mahkotanya hingga acak, tak menghiraukan kesakitan yang didapat karena itu. 

Terputarkannya cuplikan terakhir di hadapan  netranya membuat sang gadis melaung dalam bisu. Kedua tangannya yang bergetar terangkat untuk menjambak mahkotanya hingga acak, tak menghiraukan kesakitan yang didapat karena itu. 

Gadis musim semi di sana hanyalah mampu menangis, mengalirkan kepedihan sembari meraung-raung tanpa suara. Tubuh itu bergetar, begitu hebat hingga pemiliknya harus mengeraskan rahang agar gemeletuk gigi tak terdengar kencang. 

Gadis musim semi di sana hanya mampu menangis, mengalirkan kepedihan sembari meraung-raung tanpa suara. Tubuh itu bergetar, begitu hebat hingga pemiliknya harus mengeraskan rahang agar gemeletuk gigi tak terdengar kencang. 

Ia kini bagai tengah menonton satu film rusak karena di hadapannya, runtut stori yang tak ia ketahui apa terus menerus terputarkan tanpa lelah. Keping-keping selayaknya ingatan tersebut akan kembali lagi kepada awal, bermain tanpa cela sebelum kembali terhenti di akhir menyakitkan. Adegannya tak pernah berakhir, malah terus selalu hadir. Seolah-olah hal itu ingin menyakitinya, seakan hendak menertawakan dirinya yang tak kuasa menahan kesakitan. 

Tidak. 

Hatinya menjerit, bibirnya terbuka tetapi hanyalah napas tercekat yang hadir. 

Tidak!

Ia terus meracau, menyuarakan kekalutannya walau hanya hembus napas yang terdengar dari celah bibir pucat tersebut. 

"TIDAK!!!" 

“Crystal?!”

Crystal, atau lebih lengkapnya Crystalcrown Leonis membuka mata, merasakan bagaimana dirinya tersentak dari lelap karena mimpi mengerikan yang baru saja dilihatnya. Gadis tersebut mengerjap, menoleh untuk mendapati berpasang-pasang mata beriris tak sama menatapinya dengan wajah penuh kehawatiran—wajah-wajah yang tadi hadir di dalam bunga tidurnya.

Peluh membanjiri sekujur tubuh sang gadis dan degup jantung itu bergemuruh begitu hebat. Sang pemilik surai yang sedikit bergelombang dan melewati bahu tersebut mengangkat tangan, meremas poni yang lembap karena peluhnya. Dahinya berkerut-kerut karena ketakutan yang masih tertinggal dalam rongga dadanya...kengerian akan sesuatu dari mimpi yang terus menerus dilihatnya.

Ya.

Sesungguhnya, hal tersebut adalah sesuatu hal biasa dan ia telah berpuluh-puluh kali melihat penggalan kisah menyeramkan tersebut...kisah yang sampai kapanpun akan tetap menyayati hatinya.

“Minumlah.”

Dengan sedikit tersentak sang gadis menengadah, mendapati hijau yang masih mampu bersirobok dengan kedua mutiara merah mudanya, tidak seperti yang selalu ia lihat di dalam bunga tidurnya. Tangan kurusnya yang bergetar bergerak perlahan, meraih mug hitam yang memang sengaja ditinggalnya di dalam apartemen mewah ini.

Masih sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat, Crystal menghirup aroma menenangkan kamomil yang mengepul dari mug itu. Netranya jatuh, memandangi riak lembut yang tercipta karena getaran tangannya.

Mengigit bibir bawah, ia teguk teh tersebut dan membiarkan hangat mengalir membasahi tenggorokan dan menghangatkan dadanya yang masih bergemuruh kencang. Di tutupnya kedua matanya, berusaha menikmati rasa khas cairan pemberian salah satu teman sepermainannya yang acap kali diteguknya ketika ia tengah gelisah.

Walau sayangnya kali ini minuman tersebut tak membantu menenangkan dirinya sebab ia merasa mimpinya kali ini begitu nyata...teramat sangat nyata hingga membuatnya ketakutan.

“Kau...kehilangan kesadaran mendadak.”

Ucapan yang diberi teman bersurai pirang kusam yang telah berpindah ke sampingnya mengagetkan gadis itu. Dalam sekali hentak ia menoleh, mengerutkan kembali dahinya karena berusaha mencerna pernyataan yang tadi dilontarkan sang penasihat Raja, Ignis Scientia.

Ucapan teman bersurai pirang kusam yang telah berpindah ke sampingnya mengagetkan gadis itu. Dalam sekali hentak ia menoleh, mengerutkan kembali dahinya karena berusaha mencerna pernyataan yang tadi dilontarkan sang penasihat Raja, Ignis Scientia.

 

“Ignis, aku—”

“Kau pingsan...setelah menjerit.” Pemuda itu membuka kembali mulutnya, berusaha menyentuh dahi sang teman sepermainan untuk memastikan sosok tersebut benar baik-baik saja. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya menyuarakan kehawatirannya.

Crystal nanap. Gemuruh dalam dadanya sekali lagi memainkan melodi menyeramkan yang tak mampu ia redam. Getaran pada tangannya yang sempat sedikit sirna kembali nampak kasat mata dan gadis itu meneguk ludahnya sebab penggalan-penggalan memori beberapa menit lalu sebelum ia kehilangan kesadaran bermain lagi dalam kepalanya.

“Segitu terkejutnya mendengar pangeran Noctis bertunangan, eh?”

Tubuh yang tak sempat dibiarkan untuk relaks di sana menegang kembali setelah suara milik perisai Raja, Gladiolus Amicitia menggelitik indra pendengaran sang gadis. Surai lembutnya berayun kala ia menoleh kasar untuk melihat sang sahabat sekelam malam, Noctis Lucis Caelum, yang dimaksudkan tadi.

“Tu-tunangan?”

Suara seraknya memberitahukan betapa luar biasa takutnya ia saat ini. Ketika ia biarkan biru milik pangeran Lucis tersebut bersirobok dengan merah muda netranya, ia harus merasakan bagaimana seluruh ngerinya menggerogoti rongga dada.

"Crystal, aku...bertunangan dengan Luna." Ucap sang Caelum dengan suara yang sedikit menguatarakan kehawatiran dan kebingungannya. Pasalnya, ia harus mengulang kembali pengumuman pernikahannya kepada sahabat kecilnya ini.

Tidak!

"Satu minggu lagi aku akan pergi ke Altissia untuk melaksanakan pernikahan." Tambah putra mahkota itu lagi.

Tidak!!

“Crystal?!”

Salah seorang pemuda dengan surai secerah mentari meninggikan suaranya saat Crystal menjatuhkan mug hitam dalam genggaman ke arah lantai apartemen sang pangeran Lucis. Sedang yang memecahkan benda berisikan sisa teh kamomil tadi berdiri, menatap ngeri wajah sahabat kecilnya yang sedikit terkejut karena perlakuannya.

"Ouji...kau bercanda?"*

Hanya itu saja yang mampu dilafalkan sang gadis yang masih bergetar. Napasnya tercekat, begitu sulit untuk ia netralkan sebab saat ini, sesuatu yang biasanya terputarkan dalam dunia mimpinya tiba-tiba saja terwujud di hadapan kedua permatanya.

Mimpinya...tengah terproyeksikan di dunia nyata.

"Hah? Apa untungnya aku berbohong soal itu?"

Crystal mengepalkan tangan, merasa kekalutannya semakin menikam hatinya yang mungkin sebentar lagi akan hancur seperti mug di bawah kakinya.

Degup dalam dadanya begitu hebat, sangat kencang seperti hendak memberitahukan betapa kuat firasat buruknya. Ketakutan ini adalah sesuatu yang hadir karena otak pintarnya secara cepat menarik garis kesimpulan apa yang tengah terjadi padanya.

"Kau tak boleh pergi!"

Jangan!

"Sejak tadi kau kenapa, sih?"

"Sejak tadi itu kau kenapa?"

"Tunggu, Crystal…wajahmu pucat…"

Scientia yang berada di dekat gadis itu memegang bahu teman sepermainannya. Pemuda itu mendekat, ingin berusaha membantu sang gadis yang ia ketahui sedang tidak dalam kondisi stabil seperti biasanya.

"Bohong…tidak…ini bohong!"

Mimpi itu akan menjadi nyata!!

"Crystal!?"

"Hei Crystal kau mau kemana?!"

"Crystal!"

Dalam hitungan detik, gadis dengan mahkota merah muda di sana membuka kasar pintu apartemen sahabat kecilnya. Kakinya yang tak jenjang membawanya berlari, memberi gema di lorong panjang yang sebelumnya senyap.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalau boleh aku saran, bagaimana kalau setiap adegan lansekap yang berubah itu dijadikan seperti menulis judul? Jadi tidak dijadikan narasi, menurutku itu akan memperjelas bahwa yang sedang terjadi adalah perpindahan tempat, situasi dan suasana. Baru setelah itu menjelaskan keadaan sekitar yang ada di dalam lensekap itu.

Contoh :

Rupanya seruan nyaring yang berasal dari pemuda berwajah manis di sana itu mampu melunakkan suasana ‘asing’ yang sempat menyelimuti sang pangeran dan penasihatnya—yang entah mengapa berita pernikahan itu membuat keduanya sedikit menguarkan aura yang berbeda. Tapi itu semua tidak berlangsung lama, karena kini sang merah muda telah menampakkan wajah ceria yang begitu menyilaukan

sehingga menjadikan semua yang berada di sana mengulum senyum, menikmati kebahagiaan yang mengelilingi mereka.

 

Lansekap berganti

 

Hampar warna-warna monoton milik kamar sang putra mahkota tadi telah hilang, digantikan oleh abu-abu dan juga ornamen emas milik bangunan pencakar langit megah yang menjadi tempat tinggal pemilik tahta tertinggi—Raja—di kota tersebut.

Gadis pemilik surai sewarna bunga musim semi itu tak lagi terduduk di sofa nyaman milik sahabat bersurai kelamnya. Ia kini tengah berjalan sedikit lambat menuruni anak tangga berhamparkan karpet merah milik gedung megah di sana. Di belakangnya, kalimat-kalimat penuh pengharapan serta dukungan dari Raja kepada pangeran pun terdengar tanpa cela.

 

Lansekap berganti

 

Sang gadis kini tengah berdiri di dalam kamar lain yang dikelilingi oleh lautan berwarna biru indah. Sekelilingnya diliputi oleh aura yang memberat dan ia merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dengan seksama, ia perhatikan wajah keempat kawannya. Cerah menjadi mendung, tawa hilang terganti bisu karena seseorang dari mereka baru saja membawa kabar pahit mengenai kehancuran tanah air mereka. 

 

Itupun jika berkenan, keputusan ada di Yuta-chan ^^/

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Continue reading [Beta Reader] - COMMISIONED BY YUTA-CHAN