Ini adalah permulaan dari sebuah
kisah penuh canda…
Penuh tawa…
Yang kemudian akan berakhir pada
keheningan…
Kepedihan…
Dengan kegelapan yang memeluk…
Kesetiaan dan kekuatan pelakon di
dalamnya diuji…
Untuk menentukan akhir kisah ini…
Kepedihan?
Ataukah...
Gelita menghampiri, merengkuh erat seolah enggan melepas sesosok gadis bersurai
merah muda langka yang melebihi bahu. Gadis itu memiliki paras yang cantik,
yang saat ini tengah tampak tertegun di dalam satu ruang kosong yang dipenuhi
oleh kegelapan.
Gelita menghampiri,
merengkuh erat seolah enggan melepas sosok gadis bersurai merah muda langka
yang yang panjangnya melebihi bahu. Gadis yang memiliki paras cantik itu saat
ini tengah tertegun di dalam ruang
kosong yang dipenuhi oleh kegelapan.
Sosok itu beberapa kali terlihat mengerjap, menaik dan
menurunkan kelopak yang dibingkai oleh bulu mata lentik. Bulat kedua berliannya
dibiarkan bergulir ke sana dan kemari, mengikuti lansekap kelam yang kini mulai
tertorehkan
warna-warna asing yang menyerupai satu tempat tak familiar baginya.
Sosok itu beberapa
kali terlihat mengerjap, menaik dan menurunkan kelopak yang dibingkai oleh bulu
mata lentik. Dua netra berliannya dibiarkan bergulir ke sana dan kemari,
mengikuti lansekap kelam yang kini mulai menorehkan warna-warna asing yang
menyerupai satu tempat tak familiar baginya.
Senyum pada bibir gadis cantik itu terkembang, melengkung
cantik untuk dipamerkan kepada empat sosok pemuda yang tengah bercengkrama di hadapannya.
Senyum pada bibir
gadis cantik itu mengembang, melengkung cantik memamerkan keindahan pada empat
pemuda yang kini tengah bercengkrama di hadapannya.
"Aku...bertunangan dengan Luna."
Merupakan satu kalimat yang menjadi penghilang riuh di
antara mereka. Beberapa pasang mata di sana membulat, tampaknya terkejut dengan
pemaparan yang diberi
sosok bersurai sekelam malam.
–nya : jika
ditambah imbuhan ‘nya’ akan terdengar seperti kata yang tidak pasti, sedangkan
disini semua adegan sudah pasti, maka dari itu tambahan ‘nya’ tidak diperlukan.
Diganti dengan kata ‘tampak’ yang menunjukkan situasi yang sudah pasti.
Merupakan satu kalimat
yang menjadi penghilang riuh di antara mereka. Beberapa pasang mata di sana
membulat, tampak terkejut dengan pemaparan sosok pemuda bersurai sekelam malam.
"Apa?!"
Adalah bentuk ekspresi keterkejutan yang diberi sesosok pemuda bersurai
pirang cerah yang berada di samping pemuda malam itu.
Adalah bentuk ekspresi
keterkejutan yang berasal dari sosok pemuda bersurai pirang cerah yang sedang berada
di samping pemuda malam itu.
"Satu minggu lagi aku akan pergi ke Altissia untuk
melaksanakan pernikahan."
Kalimat berikutnya seolah-olah diberi penekanan karena
beberapa orang yang berada di sana terdiam, tak lagi membuka
mulut. Keheningan itu berlangsung selama beberapa detik sebelum sang gadis
tiba-tiba saja menepuk kedua tangannya, semakin menaikkan sudut bibir dan
tertawa.
Semua terdiam, kalimat
yang keluar berikutnya itu seolah-olah memberi penekanan pada beberapa orang di
sana, menciptakan keheningan yang berlangsung selama beberapa detik sebelum
sang gadis tiba-tiba saja menepuk kedua tangannya, lalu menyita perhatian
dengan sudut bibir yang tambah lebar, kemudian tertawa.
"Ternyata ada yang mau juga dengan pangeran bodoh
ini."
"Ternyata ada
yang mau juga dengan pangeran bodoh ini!"
Sebelumnya
diceritakan sang gadis menepuk kedua tangannya sambil tertawa, jika dalam
keadaan sebenarnya, ucapan yang dilontarkan pasti berupa seruan.
Diterbangkannya untai kalimat penuh ejek itu menjadi satu hal yang
mencairkan suasana yang sedikit kaku. Sang pemuda bersurai kelam di sana
mendelik, memelototi gadis yang telah bersama dengannya sejak umurnya masih
empat tahun. Gelak tawa dan geram kesal dari kedua sahabat bersurai kontras di sana membawa kekehan
meluncur dari bibir sahabat-sahabat mereka yang lain.
Diterbangkannya untai
kalimat penuh ejek itu guna mencairkan suasana yang sedikit kaku. Sang pemuda
bersurai kelam di sana mendelik, memelototi gadis yang telah bersama dengannya
sejak umurnya masih empat tahun. Gelak tawa dan geram kesal yang berasal dari
dua sahabat bersurai kontras itu ternyata mampu meluncurkan kekehan dari bibir
sahabat-sahabat mereka yang lain.
“Noct akan menikah lebih dulu!”
Suara nyaring pemuda berwajah manis di
sana semakin
melunakkan suasana ‘asing’ yang sempat menyelimuti sang pangeran dan
penasihatnya—entah mengapa berita pernikahan itu membuat keduanya sedikit
menguarkan aura yang berbeda. Berikutnya keanehan itu semakin menghilang
setelah sang merah muda menyelamati, menampakkan wajah ceria yang begitu
menyilaukan
Rupanya seruan nyaring
yang berasal dari pemuda berwajah manis di sana itu mampu melunakkan suasana
‘asing’ yang sempat menyelimuti sang pangeran dan penasihatnya—yang entah
mengapa berita pernikahan itu membuat keduanya sedikit menguarkan aura yang
berbeda. Tapi itu semua tidak berlangsung lama, karena kini sang merah muda telah
menampakkan wajah ceria yang begitu menyilaukan
sehingga menjadikan semua yang berada di sana mengulum
senyum, menikmati kebahagiaan yang mengelilingi mereka.
Namun, saat sang gadis hendak melontarkan kalimat ejekan
lain, lansekap itu dengan cepat berganti. Hampar warna-warna monoton milik
kamar sang putra mahkota tadi telah hilang, digantikan oleh abu-abu dan juga
ornamen emas milik bangunan pencakar langit megah yang menjadi tempat tinggal
pemilik tahta tertinggi—Raja—di kota tersebut.
Gadis pemilik surai sewarna bunga musim semi itu tak lagi terduduk di
sofa nyaman milik sahabat bersurai kelamnya. Ia kini tengah berjalan sedikit
lambat menuruni anak tangga berhamparkan karpet merah milik gedung megah di
sana. Di belakangnya, kalimat-kalimat penuh pengharapan serta dukungan dari Raja
kepada pangeran pun terdengar tanpa cela.
Gadis pemilik surai berwarna
bunga musim semi itu tak lagi terduduk di sofa nyaman milik sahabat bersurai
kelamnya. Ia kini tengah berjalan sedikit lambat saat menuruni anak tangga yang berhamparkan karpet merah milik gedung megah
di sana. Di belakangnya, kalimat-kalimat penuh pengharapan serta dukungan dari Raja
kepada pangeran pun terdengar tanpa cela.
Kasih
sedikit konjungsi agar narasi terasa lebih ngalir
Gadis tersebut
semakin berjalan
menjauhi Raja, pria paruh
baya yang telah dianggapnya sebagai bagian dari keluarganya dan pangeran, yang
merupakan teman kecilnya. Percakapan kedua orang itu tak lagi terdengar
ketika ia telah sampai di depan pintu mobilnya dan mendudukkan diri di depan
kendali.
Gadis itu berjalan
menjauhi Raja. Dua pria yang telah dianggap keluarga dan juga teman kecilnya
itu Percakapan kedua orang itu tak lagi
terdengar ketika ia telah sampai di depan pintu mobilnya dan mendudukkan diri
di depan kendali.
Kata
‘tersebut’ lebih baik diganti dengan kata ‘itu’ agar terasa lebih dekat dengan
pembaca juga mengajak pembaca lebih dekat dengan tokohnya.
Kata
‘semakin’ lebih baik dihapus agar kalimat tidak menjadi rancu.
Tulis kenapa
dia berjalan mundur, juga tambahkan sedikit deskripsi sebelum tokoh sampai di
pintu mobilnya. Dengan begitu pembaca bisa mengerti situasi yang sedang
terjadi,
Dari tempatnya berdiam diri kini, kedua netra merah mudanya menatap Raja
yang tengah memegang erat bahu teman kecilnya. Pemandangan itu entah
mengapa menghimpit hatinya. Ada satu gemuruh di dadanya kala mendapati wajah Rajanya menjadi
sendu seperti itu. Kepalanya
telah sepenuhnya tertoleh, ia berusaha memerhatikan lebih seksama.
Akan tetapi, sebelum ia sempat melakukan itu, lansekap di
hadapannya kembali berputar begitu cepat.
Dari tempatnya berdiam
diri kini, netra merah mudanya menatap Raja yang tengah memegang erat bahu
teman kecilnya. Pemandangan itu entah mengapa menghimpit hatinya. Ada satu
gemuruh didadanya kala mendapati wajah Rajanya menjadi sendu seperti itu.
Kepalanya ia tolehkan
sepenuhnya saat sedang memerhatikan keadaan lebih seksama.
Akan tetapi, sebelum
ia sempat melakukan itu, lansekap di hadapannya kembali berputar begitu cepat.
Kata ‘kedua’ tidak diperlukan, karena netra disini merujuk pada mata
yang notabene ada dua. Kecuali terjadi sesuatu yang menyebabkan tidak menjadi dua,
jika itu terjadi pasti sudah dijelaskan sebelumnya.
Untuk adegan
menolehkan kepala, sebaiknya dibuat paragraf baru, karena itu tidak termasuk ke
narasi yang menjelaskan perasaan tokoh. Alias topik baru yang ingin
disampaikan,
Sang gadis kini tengah berdiri di dalam kamar lain yang
dikelilingi oleh lautan berwarna biru indah. Sekelilingnya diliputi oleh aura
yang memberat dan ia merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dengan seksama, ia
perhatikan wajah keempat kawannya. Cerah menjadi mendung, tawa hilang terganti bisu karena
seseorang dari mereka baru saja membawa kabar pahit mengenai kehancuran tanah
air mereka.
Sang gadis kini tengah
berdiri di dalam kamar lain yang dikelilingi oleh lautan berwarna biru indah.
Akan tetapi sekelilingnya diliputi oleh aura yang memberat, dan seketika ia
merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dengan seksama, ia perhatikan wajah
keempat kawannya. Semua tampak berbeda dari sebelumnya. Wajah cerah mereka kini
berganti mendung, tawa hilang berganti bisu karena seseorang dari mereka baru
saja membawa kabar pahit mengenai kehancuran tanah air mereka.
Konjungsi ‘akan
tetapi’ disimpan diawal untuk menunjukkan perbandingan yang mencolok, indah
tapi auranya memberat.
‘terganti’
menjadi ‘berganti karena maknanya berbeda ;
terganti =
kau tak akan terganti, posisinya telah tergantikan dengan yang lain.
berganti =
siang berganti malam, suka berganti duka, tangis berganti tawa.
Kota tempat mereka pulang luluh lantak, dihancurkan oleh
pihak yang seharusnya menandatangani perjanjian damai dengan keRajaan mereka.
Penghianatan terjadi, pembantaian tak terelakkan dan mereka yang sedang dalam
perjalanan menuju Altissia untuk menemui putri Tenebrae begitu syok tak terhingga.
Kata ‘begitu
= sangat’ dengan adanya kata itu sudah menunjukkan bahwa yang dialami adalah
syok yang sangat hebat. Menambahkan kalimat ‘tal terhingga’ akan menjadi
pemborosan kata. Sebagai gantinya, tambahan sedikit kalimat penutup.
Kota tempat mereka
pulang luluh lantak, dihancurkan oleh pihak yang seharusnya menandatangani
perjanjian damai dengan keRajaan mereka. Penghianatan terjadi, pembantaian tak
terelakkan dan mereka yang sedang dalam perjalanan menuju Altissia untuk
menemui putri Tenebrae begitu syok saat tahu kabar itu.
Gadis itu merasakan gemuruh kasar menghampiri dadanya. Ia
hendak membuka mulut, tetapi,
lagi-lagi pemandangan di depan matanya sekali lagi terganti begitu cepat, bak
potongan film yang rusak.
Gadis itu merasakan
gemuruh kasar menghampiri dadanya. Ia hendak membuka mulut, tetapi lagi-lagi
pemandangan di depan matanya sekali lagi terganti begitu cepat, bak potongan
film yang rusak.
Kini, dalam ngeri ia berdiri sembari bergetar, memandangi
tiap-tiap pemandangan asing yang terus terputarkan di hadapannya.
Di sana, di hadapan kedua bola kacanya, ada kesakitan di wajah
pangerannya,
kepedihan pada wajah teman-temannya. Kemudian ada jerit pilu, laung tangis,
noda-noda merah kehidupan yang menetes dari tubuh seorang wanita anggun
bersurai pirang pucat.
Di sana, di hadapan
kedua bola kacanya, ia melihat kesakitan
di wajah pangeran juga kepedihan pada wajah teman-temannya. Tidak cukup sampai situ,
jerit pilu, laung tangis, dan noda-noda merah kehidupan yang menetes dari tubuh
seorang wanita anggun bersurai pirang pucat pun seakan ingin ikut serta dalam mengisi
kejadian tragis itu.
Tambah
sedikit diksi biar lebih JLEB! Euh...
Tak berhenti
sampai di situ, hatinya diremukkan oleh
pemandangan bahwa hijau yang dicintainya menghilang, persahabatan yang telah
terjalin selama beberapa tahun silam menjadi karut marut, terjatuhnya sosok
pemilik senyum secerah mentari. Pemandangan itupun semakin berputar, menggemakan
gelak tawa menyeramkan milik seorang pria berwajah culas, memerlihatkan
kegelapan tanpa akhir yang menyelimuti dunia...dan...mempertontonkan
pengorbanan nyawa milik seseorang terpentingnya…
Pemandangan itupun semakin berputar, menggemakan gelak
tawa menyeramkan milik seorang pria berwajah culas, memerlihatkan kegelapan
tanpa akhir yang menyelimuti dunia...dan...mempertontonkan pengorbanan nyawa
milik seseorang terpentingnya…
Seakan belum puas
dengan penderitaan yang dialaminya, kini hatinya kembali diremukkan oleh
pemandangan bahwa hijau yang dicintainya telah menghilang, persahabatan yang
telah terjalin selama beberapa tahun silam menjadi karut marut. Pemilik senyum
secerah mentari itu terjatuh dihadapannya.
Pemandangan itu
semakin berputar, menggemakan gelak tawa menyeramkan yang menyiratkan kepuasan
hati dari pria berwajah culas yang sedang memperlihatkan kegelapan tanpa akhir
yang menyelimuti dunia, dan mempertontonkan pengorbanan nyawa milik seseorang
terpenting gadis itu.
Terputarkannya cuplikan terakhir di hadapan kedua
netranya membuat sang gadis melaung dalam bisu. Kedua tangannya yang bergetar
terangkat dan ia segera
menjambak mahkotanya hingga acak, tak menghiraukan kesakitan yang didapat
karena itu.
Terputarkannya cuplikan
terakhir di hadapan netranya membuat
sang gadis melaung dalam bisu. Kedua tangannya yang bergetar terangkat untuk
menjambak mahkotanya hingga acak, tak menghiraukan kesakitan yang didapat
karena itu.
Gadis musim semi di sana hanyalah mampu menangis, mengalirkan kepedihan
sembari meraung-raung tanpa suara. Tubuh itu bergetar, begitu hebat hingga
pemiliknya harus mengeraskan rahang agar gemeletuk gigi tak terdengar
kencang.
Gadis musim semi di
sana hanya mampu menangis, mengalirkan kepedihan sembari meraung-raung tanpa
suara. Tubuh itu bergetar, begitu hebat hingga pemiliknya harus
mengeraskan rahang agar gemeletuk gigi tak terdengar kencang.
Ia kini bagai tengah menonton satu film rusak karena di
hadapannya, runtut stori yang tak ia ketahui apa terus menerus terputarkan
tanpa lelah. Keping-keping selayaknya ingatan tersebut akan kembali lagi kepada
awal, bermain tanpa cela sebelum kembali terhenti di akhir menyakitkan.
Adegannya tak pernah berakhir, malah terus selalu hadir. Seolah-olah hal itu
ingin menyakitinya, seakan hendak menertawakan dirinya yang tak kuasa menahan
kesakitan.
Tidak.
Hatinya menjerit, bibirnya terbuka tetapi hanyalah napas
tercekat yang hadir.
Tidak!
Ia terus meracau, menyuarakan kekalutannya walau hanya
hembus napas yang terdengar dari celah bibir pucat tersebut.
"TIDAK!!!"
“Crystal?!”
Crystal, atau lebih lengkapnya Crystalcrown Leonis
membuka mata, merasakan bagaimana dirinya tersentak dari lelap karena mimpi
mengerikan yang baru saja dilihatnya. Gadis tersebut mengerjap, menoleh untuk
mendapati berpasang-pasang mata beriris tak sama menatapinya dengan wajah penuh
kehawatiran—wajah-wajah yang tadi hadir di dalam bunga tidurnya.
Peluh membanjiri sekujur tubuh sang gadis dan degup
jantung itu bergemuruh begitu hebat. Sang pemilik surai yang sedikit
bergelombang dan melewati bahu tersebut mengangkat tangan, meremas poni yang
lembap karena peluhnya. Dahinya berkerut-kerut karena ketakutan yang masih
tertinggal dalam rongga dadanya...kengerian akan sesuatu dari mimpi yang terus
menerus dilihatnya.
Ya.
Sesungguhnya, hal tersebut adalah sesuatu hal biasa dan
ia telah berpuluh-puluh kali melihat penggalan kisah menyeramkan
tersebut...kisah yang sampai kapanpun akan tetap menyayati hatinya.
“Minumlah.”
Dengan sedikit tersentak sang gadis menengadah, mendapati
hijau yang masih mampu bersirobok dengan kedua mutiara merah mudanya, tidak
seperti yang selalu ia lihat di dalam bunga tidurnya. Tangan kurusnya yang
bergetar bergerak perlahan, meraih mug
hitam yang memang sengaja ditinggalnya di dalam apartemen mewah ini.
Masih sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat, Crystal
menghirup aroma menenangkan kamomil yang mengepul dari mug itu. Netranya jatuh, memandangi riak lembut yang tercipta
karena getaran tangannya.
Mengigit bibir bawah, ia teguk teh tersebut dan
membiarkan hangat mengalir membasahi tenggorokan dan menghangatkan dadanya yang
masih bergemuruh kencang. Di tutupnya kedua matanya, berusaha menikmati rasa
khas cairan pemberian salah satu teman sepermainannya yang acap kali diteguknya
ketika ia tengah gelisah.
Walau sayangnya kali ini minuman tersebut tak membantu
menenangkan dirinya sebab ia merasa mimpinya kali ini begitu nyata...teramat
sangat nyata hingga membuatnya ketakutan.
“Kau...kehilangan kesadaran mendadak.”
Ucapan yang
diberi teman bersurai pirang kusam yang telah berpindah ke sampingnya
mengagetkan gadis itu. Dalam sekali hentak ia menoleh, mengerutkan kembali
dahinya karena berusaha mencerna pernyataan yang tadi dilontarkan sang
penasihat Raja, Ignis Scientia.
Ucapan teman bersurai
pirang kusam yang telah berpindah ke sampingnya mengagetkan gadis itu. Dalam
sekali hentak ia menoleh, mengerutkan kembali dahinya karena berusaha mencerna
pernyataan yang tadi dilontarkan sang penasihat Raja, Ignis Scientia.
“Ignis, aku—”
“Kau pingsan...setelah menjerit.” Pemuda itu membuka
kembali mulutnya, berusaha menyentuh dahi sang teman sepermainan untuk
memastikan sosok tersebut benar baik-baik saja. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya
menyuarakan kehawatirannya.
Crystal nanap. Gemuruh dalam dadanya sekali lagi
memainkan melodi menyeramkan yang tak mampu ia redam. Getaran pada tangannya
yang sempat sedikit sirna kembali nampak kasat mata dan gadis itu meneguk
ludahnya sebab penggalan-penggalan memori beberapa menit lalu sebelum ia
kehilangan kesadaran bermain lagi dalam kepalanya.
“Segitu terkejutnya mendengar pangeran Noctis bertunangan, eh?”
Tubuh yang tak sempat dibiarkan untuk relaks di sana
menegang kembali setelah suara milik perisai Raja, Gladiolus Amicitia menggelitik
indra pendengaran sang gadis. Surai lembutnya berayun kala ia menoleh kasar
untuk melihat sang sahabat sekelam malam, Noctis Lucis Caelum, yang dimaksudkan
tadi.
“Tu-tunangan?”
Suara seraknya memberitahukan
betapa luar biasa takutnya ia saat ini. Ketika ia biarkan biru milik pangeran
Lucis tersebut bersirobok dengan merah muda netranya, ia harus merasakan
bagaimana seluruh ngerinya menggerogoti rongga dada.
"Crystal,
aku...bertunangan dengan Luna." Ucap sang Caelum dengan suara yang sedikit
menguatarakan kehawatiran dan kebingungannya. Pasalnya, ia harus mengulang
kembali pengumuman pernikahannya kepada sahabat kecilnya ini.
Tidak!
"Satu minggu lagi aku akan pergi ke Altissia untuk
melaksanakan pernikahan." Tambah putra mahkota itu lagi.
Tidak!!
“Crystal?!”
Salah seorang pemuda dengan surai secerah mentari
meninggikan suaranya saat Crystal menjatuhkan mug hitam dalam genggaman ke arah lantai apartemen sang pangeran
Lucis. Sedang yang memecahkan benda berisikan sisa teh kamomil tadi berdiri,
menatap ngeri wajah sahabat kecilnya yang sedikit terkejut karena perlakuannya.
"Ouji...kau
bercanda?"*
Hanya itu saja yang mampu dilafalkan sang gadis yang
masih bergetar. Napasnya tercekat, begitu sulit untuk ia netralkan sebab saat
ini, sesuatu yang biasanya terputarkan dalam dunia mimpinya tiba-tiba saja
terwujud di hadapan kedua permatanya.
Mimpinya...tengah terproyeksikan di
dunia nyata.
"Hah? Apa untungnya aku berbohong soal itu?"
Crystal mengepalkan tangan, merasa kekalutannya semakin
menikam hatinya yang mungkin sebentar lagi akan hancur seperti mug di bawah kakinya.
Degup dalam dadanya begitu hebat, sangat kencang seperti
hendak memberitahukan betapa kuat firasat buruknya. Ketakutan ini adalah
sesuatu yang hadir karena otak pintarnya secara cepat menarik garis kesimpulan
apa yang tengah terjadi padanya.
"Kau tak boleh
pergi!"
Jangan!
"Sejak tadi kau kenapa, sih?"
"Sejak tadi itu kau kenapa?"
"Tunggu, Crystal…wajahmu
pucat…"
Scientia yang berada di dekat
gadis itu memegang bahu teman sepermainannya. Pemuda itu mendekat, ingin
berusaha membantu sang gadis yang ia ketahui sedang tidak dalam kondisi stabil
seperti biasanya.
"Bohong…tidak…ini
bohong!"
Mimpi itu akan menjadi nyata!!
"Crystal!?"
"Hei Crystal kau mau
kemana?!"
"Crystal!"
Dalam hitungan detik, gadis dengan mahkota merah muda di
sana membuka kasar pintu apartemen sahabat kecilnya. Kakinya yang tak jenjang
membawanya berlari, memberi gema di lorong panjang yang sebelumnya senyap.
Kalau boleh aku saran, bagaimana kalau setiap adegan
lansekap yang berubah itu dijadikan seperti menulis judul? Jadi tidak dijadikan
narasi, menurutku itu akan memperjelas bahwa yang sedang terjadi adalah
perpindahan tempat, situasi dan suasana. Baru setelah itu menjelaskan keadaan
sekitar yang ada di dalam lensekap itu.
Contoh :
Rupanya seruan nyaring yang berasal dari pemuda berwajah
manis di sana itu mampu melunakkan suasana ‘asing’ yang sempat menyelimuti sang
pangeran dan penasihatnya—yang entah mengapa berita pernikahan itu membuat
keduanya sedikit menguarkan aura yang berbeda. Tapi itu semua tidak berlangsung
lama, karena kini sang merah muda telah menampakkan wajah ceria yang begitu
menyilaukan
sehingga menjadikan semua yang berada di sana mengulum
senyum, menikmati kebahagiaan yang mengelilingi mereka.
Lansekap berganti
Hampar warna-warna monoton milik kamar sang putra mahkota
tadi telah hilang, digantikan oleh abu-abu dan juga ornamen emas milik bangunan
pencakar langit megah yang menjadi tempat tinggal pemilik tahta tertinggi—Raja—di
kota tersebut.
Gadis pemilik surai sewarna bunga musim semi itu tak lagi
terduduk di sofa nyaman milik sahabat bersurai kelamnya. Ia kini tengah
berjalan sedikit lambat menuruni anak tangga berhamparkan karpet merah milik
gedung megah di sana. Di belakangnya, kalimat-kalimat penuh pengharapan serta
dukungan dari Raja kepada pangeran pun terdengar tanpa cela.
Lansekap berganti
Sang gadis kini tengah berdiri di dalam kamar lain yang
dikelilingi oleh lautan berwarna biru indah. Sekelilingnya diliputi oleh aura
yang memberat dan ia merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dengan seksama, ia
perhatikan wajah keempat kawannya. Cerah menjadi mendung, tawa hilang terganti
bisu karena seseorang dari mereka baru saja membawa kabar pahit mengenai
kehancuran tanah air mereka.
Itupun jika berkenan, keputusan ada di Yuta-chan ^^/
0 comments:
Posting Komentar
Tolong berkomentar yang baik dan sopan ya, readers! juga centang kolom 'Notify me' sebelum publish komentar untuk mendapat notif balasan.
^^