Senin, 17 Mei 2021

,

Sesuatu yang pernah jadi 'menyenangkan'

Seringnya, seseorang memendam perasaan bukan untuk menutupi. Tetapi karena dengan begitu semua terasa baik-baik saja. Dengan begitu mata masih bisa melihat tanpa ragu, telinga bisa mendengar dengan jelas, bibir masih bisa berucap lugas, dan hati... tentu saja bisa merasakan dengan tenang. Karena ada kalanya menutupi adalah cara ampuh untuk membatasi luka.

Seseorang pernah datang padaku dengan senyum paling indah saat aku remaja. Aku tentu saja tidak bodoh untuk mengenali getaran yang hatiku kirim ke otak bernama 'perasaan suka'. Hanya saja bodohnya aku membiarkan perasan itu terpupuk seiring dengan berjalannya waktu, tanpa mewanti-wantinya lebih dulu bahwasannya itu hanya perasaan satu pihak. 

Rasanya seperti buta, saat aku menyadari hatiku sudah mengenali perasaannya. Dan setelahnya aku dengan bangga mengklaim bahwa hatiku adalah miliknya tanpa peduli apakah hatinya pun memilihku atau tidak. Menyedihkan memang jika dilihat dari masa kini. Tapi dulu saat aku merasakannya, itu adalah perasaan paling menyenangkan. 

Kamu tahu, berangkat pagi-pagi dan suka rela mengambil jatah piket teman tidak pernah semenyenangkan saat itu. Dimana saat melakukannya, aku akan punya alasan untuk menunggunya datang dengan sapu dan serok di tangan meski pada nyatanya aku hanya menyapu bagian-bagian terdepan dekat pintu dan mengabaikan bagian lain. 

Aku ingin menyapamu saat datang dalam sunyi.

Hingga akhirnya waktu pun berjalan sambil memberi ujian demi ujian yang membuat aku berproses. Tidak seperti saat itu, kini logika ikut andil dalam semua tindakan. Caranya mengingatkanku akan beberapa tahun silam yang menampar dengan kenyataan bahwa... dia tidak pernah melihatku membuatku hiatus cukup lama untuk menggunakan hati.

Dan ini membuatku bertanya-tanya. Bukannya dari dulu aku sudah tahu dia tidak mungkin melirikku, tapi kenapa baru sekarang aku merasakan patah? saat melihatnya sudah mulai memperkenalkan gadis pilihannya pada dunia. Dunia yang berisikan teman-teman yang melihat bagaimana dirinya berusaha mendapatkan gadis impiannya, yang memang pada nyatanya jauh lebih pantas untuk didapatkan.

Yah, aku memang tahu. Aku tahu aku sedang berusaha menerima itu, dan aku juga tahu kalau sebenarnya otak diam-diam memerintahkan hati untuk mengalihkan fokus. Baguslah, itu bekerja dengan baik. Asalkan tidak bertemu dengannya, aku akan baik-baik saja. 

Namun tanpa sadar aku pun lupa, bahwa tujuan pengalihan itu sendiri adalah juga untuk menutupi hatiku yang berbisik : mungkin aku pernah menyukainya untuk waktu yang lama, tapi bukan mencintai. Sebab aku masih baik-baik saja, sebab dari awal aku membatasi hanya untuk menyukai, dan sebab aku tahu semua perasaan punya waktunya masing-masing.






0 comments:

Posting Komentar

Tolong berkomentar yang baik dan sopan ya, readers! juga centang kolom 'Notify me' sebelum publish komentar untuk mendapat notif balasan.
^^