Sabtu, 26 Desember 2020

Delapan Puluh Persen

Nisti : 'Ada apa Kistain?' tanya Nisti sambil meletakkan cangkir teh di pangkuan. Menggenggamnya untuk mendapatkan hangat.

Kistain : "Hanya sedikit sedih karena sesuatu." jawab Kistain sambil menatap Nisti sekilas, sebelum kembali menyesap teh.

Nisti : 'Mau cerita?'

Kistain : "Mungkin nanti..." lagi-lagi menyesap teh.

Nisti : 'Kistain, aku memang tidak bisa mendengar. Tapi bisa memahami.' Nisti tersenyum saat Kistain menoleh. Tangan hangat yang sedari tadi menggenggam cangkir teh kini menggenggam tangan lelaki di sampingnya.

Kistain : "Bukan begitu Nisti, bukannya tidak mau cerita. Terkadang, tidak semua masalah bisa diceritakan. Karena seringnya 20% itu bercerita dan 80% mengingat kejadiannya."

Nisti : 'Kalau begitu berikan aku 80%-nya. Agar kamu bisa leluasa bercerita, Kistain.' 



Continue reading Delapan Puluh Persen

Kamis, 17 Desember 2020

Podcast Spotify : Podfun Today Podcast (Quarter Life Crisis)


Hmmm... quarter life crisis nakutin ya? bukan cuma pikiran sendiri aja yang dipertanyakan, tapi juga isi hati. Salah satunya nentuin pilihan. Pernah gak sih, kalian nanya ke diri sendiri, sebenernya kalian itu lagi ngapain? rasanya hidup cuma sekedar hidup dan kerja sekedar kerja. jarang banget gitu, nanya ke diri sendiri maunya kayak gimana?

Di awal 20 tahunan umurku, aku jadi sering menanyakan banyak hal. aku sering berkhayal dan bermimpi hidup apa yang mau aku jalani. 

Contoh deh ya. Dari kecil aku itu sering beda sama temen-temen sebayaku. aku punya pikiran yang orang lain sering gak ngerti, kata orang tuaku aku punya dunia sendiri. Dan dalam melakukan suatu hal, aku selalu ingin membuat sesuatu jadi menyenangkan dulu sebelum dilakuin. Tipe orang yang gak bisa maksain diri buat ngelakuin yang aku sendiri gamau. Suka-suka diri gitu lah hahaha... dan kalau emang harus banget ngelakuinnya, aku pasti muter otak gimana caranya biar diri aku nerima. 

Tapi sayangnya, kadang hal untuk menghibur itu gak bisa aku lakuin sekarang. Dulu pengen cepet-cepet dewasa, udah dewasa malah gak tahu mau ngapain. kayak cuma ngikutin alur hidup aja. Ya memang... semua sudah ada yang mengatur. Kita mau bagaimana kita mau ngapain, semuanya udah dicatat. Tapi yang dimaksud di sini itu, kita juga perlu punya rencana kedepannya kan? meski hasil udah ditentuin tapi bukan artinya kita gak harus berusaha kan? 

Masalahnya... dalam membangun rencana di usia-usia sekarang gak bisa tinggal nulis. Banyak rencana yang mungkin kalau ditulisin cuma sebaris, tapi pertimbangannya bisa berjam-jam. Karena memikirkan rencana dan mempertanyakan usaha saat ini. Muncul perasaan baru. Cemas, minder, dan gak bahagia.

Orang bilang aku lagi ada di fase quarter life crisis. Istilah yang menyerang kaum muda yang beranjak dewasa seperti aku dan mungkin kalian juga. Ruang lingkupnya katanya ada di pendidikan, pekerjaan, keuangan, dan pasangan. 

Hmmm aku setuju sih, banget malah. Aku rasa awal-awal aku diharuskan mengambil keputusan itu saat memilih jurusan buat kuliah. Kalau asalnya aku optimis banget kalau jurusan yang aku ambil itu tepat, tiba-tiba pas udah mau akhir, pertanyaan seperti prospek kerja dan lain-lain malah muncul dan mengacaukan rasa optimisnya.

Pengennya dulu aku jadi orang naif aja gitu, gak mikirin apa-apa dan yang penting ngelakuin hal yang aku mau dan suka. selama tidak merugikan orang lain tentunya. Hal itu bikin aku mikir, kayaknya kalau aku masuk jurusan yang aku mau, meski capek kayaknya aku bahagia deh. Gitu.

Sampeee makin lama aku makin mempertanyakan, nanti kalau udah lulus mau kerja apa ya? jadi apa ya? bisa gak aku bersaing di bidang yang udah aku jalani selama kuliah? sampe munculah rasa minder.

Minder... kalau nanti aku gak bisa bersaing sama yang lain. Minder kalau nanti kumpul keluarga dan ditanya keahlian malah gak bisa apa-apa, dan yang terparah minder kalau nanti semua saudara dan temenku udah dapet kerja sedangkan aku belum. Apalagi disaat-saat semester akhir kayak sekarang. Beberapa temen udah ada yang kerja, entah itu jadi karyawan maupun buka usaha sendiri. 

Untuk masalah pekerjaan, pernah sih aku mikir kalau kerjaan kita nanti itu gak harus sesuai dengan jurusan kuliah kita. Banyak kok yang kayak gitu, dan mereka sukses. Tapi tiba-tiba sisi pikiranku yang lain menyela, kalau bukan yang selama ini kamu pelajari, mau apa lagi? yang kamu pelajari selama kuliah adalah itu, yang kamu dalami adalah itu, terus kenapa sekarang ada pikiran buat ngelakuin hal lain?

Tahu ga, ditanya gitu sama pikiran sendiri itu kayak gak diterima dimana-mana. Sialnya lagi, pikiranku yang itu satu pikiran sama orang tua dan teman-temanku juga. Katakanlah aku punya hobi menulis dan berkomunikasi dengan banyak orang, dan tentu saja punya mimpi untuk bekerja di bidang yang kusuka. Tapi gak segampang itu temaaan... 

Orang-orang di sekitarku bilang mimpiku itu gak pasti, gak menguntungkan, dan gak menghasilkan. Mereka lupa kalau bahwasannya aku dan mereka cuma hamba. Tapi ya balik lagi, kehidupan dan pengalaman keras yang bikin mereka bilang begitu.

Dan akhirnya kalau ada yang nanya apa cita-cita aku, aku bilang kalau aku hanya mau menggeluti bidan yang aku suka. Hahaha simple tapi susah digapai, ya.

Sulit digapai kayak cinta sejati. Eyaaa hahaha. Ngomongin cinta emang gak ada habisnya ya. Lagi-lagi diurusan hati sekalipun otak malah ikutan maen, ikut andil juga dia. 

Dalam dunia cinta, hal yang paling mudah itu memang mencintai dalam diam. Diam-diam memendam, diam-diam juga terluka. Ujung-ujungnya cuma bisa pasrah dan berserah ke yang maha kuasa. Keren ya otak kita di awal menuju dewasa ini. Bukan hanya pendidikan, pekerjaan, dan keungan aja loh yang dipertimbangkan. Tapi juga cinta yang mana harusnya itu bagian hati.

Kayak misalkan kasus, aku mengabaikan yang menantiku untuk mengharapkan dia yang tak pasti. Itu tuh banyak banget dialami cewek. Gak terkecuali aku. Selama belum nyerah, itu biasanya hati masih unggul dari otak. Otak kayak masih mati dan diem ditempat aja gitu. Belum maju.

Dan disaat patah, baru lah otak maju. 

Datang A, tolak. Datang B tolak, sampe orang sekitar berasumsi aku terlalu pemilih. Mereka gatau aja kalau sebenernya aku cuma belum pulih. Dan tibalah masanya orang-orang banyak menasehati ini itu. Timbulah tuntutan harus menerima dengan kedok membuka pikiran dan hati. Dan yang paling parah sampe di kata-katain terlalu jual mahal dan terlalu mementingkan karir. Barulah muncul rasa gak bahagia. 

Rasa gak bahagia dan akhirnya bikin aku mempertimbangkan ucapan mereka. Seperti... aku bisa nih nyoba suka sama dia karena dia begini dia begitu, iya ya, aku harus lebih menghargai perasaan orang yang udah lama banget nungguin aku. Disanalah godaan-godaan untuk mencoba timbul. Kadang heran, kalau masalah kerjaan mereka bilangnya sudah ada yang mengatur, tapi bagian perasaan mereka nyuruh buat kerja keras. 

Aku tahu di luar sana kalian juga ada yang kayak gini, bingung kayak dikejar umur. Seakan-akan harus melakukan semua yang baik mumpung masih muda. Memaksa memasukan sesuatu ke otak yang sebenarnya gak bisa diterima sama hati.

Aku gak bilang semua harus dilakukan sesuka hati, meski pengen tapi itu cuma harapan aku yang aku simpen aja. Tapi aku mau bilang kalau yang baik belum tentu yang terbaik. Kalau emang quarter life crisis emang lagi menyerang, yaudah ayo jalani. Toh ini salah satu fase dalam hidup. Fase dengan tujuan mendewasakan.

Untuk kalian yang masih mendengarkan, dan kebetulan mengalami hal serupa. Coba deh tarik nafas terus hembuskan perlahan sambil bilang ; aku bisa.

Dan untuk hati dan otak yang kadang gak sejalan, aku harap kalian bisa berdamai dikeadaan baik dan buruk yang nanti bisa aja terjadi.

Continue reading Podcast Spotify : Podfun Today Podcast (Quarter Life Crisis)

Rabu, 16 Desember 2020

Nothing



Kamu tidak perlu tersenyum kalau tidak ingin. Tidak perlu tertawa saat sedih, dan tidak perlu sendiri saat sepi. Kenapa sulit sekali untuk jujur pada diri sendiri? Apa salahnya berhenti mengelak dan menerima, kalau kamu sedang tidak baik-baik saja?

Dunia terlalu baik untuk menghakimimu, dia terlalu cerah untuk menutupi mendungmu. Kamu hanya perlu menangis. Bahkan, untuk hal-hal kecil sekalipun. Karena, jika tidak pada dirimu, mau dengan siapa lagi? 

Tubuhmu yang sudah kamu atur untuk menutupi sedih terkadang berbisik lewat mimpi. Dalam bisiknya dia berkata, kamu hebat. 

Semua memang rumit sampai kamu tidak bisa berkelit. Luka yang kamu pupuk akan membusuk. Mau berapa lama?

Mari menangis bersama. Dukamu yang entah untuk keluarga, teman, maupun kekasih, tidak akan hilang oleh waktu. Kamu hanya perlu jujur dan menangis.

Kamu kuat, terima kasih untuk semua tawa.


Continue reading Nothing

Rabu, 04 November 2020

,

[BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #3 : Cress || Perang akan segera dimulai!

Judul                           : Cress (The Lunar Chronicles #3)
Penulis                        : Marissa Meyer
Penerjemah                : Jia Effendi
Penyunting                 : Selsa Chintya , Brigida Ruri
Proofreader                : Titish A.K
Desain Cover             : @Hanheebin
Penerbit                      : Spring
Cetakan Pertama      : Mei 2016
Jumlah Halaman      : 576
ISBN                       : 9786027150584

Harga                     : Rp. 115.000



Cinder dan Kapten Thorne masih buron, Scarlet dan Wolf bergabung dalam rombongan kecil mereka, berencana menggulingkan Levana dari tahtanya. 

Mereka mengharapkan bantuan dari gadis bernama Cress. Gadis itu dipenjara di sebuah satelit sejak kecil, hanya ditemani oleh beberapa netscreen yang menjadikannya peretas andal. Namun kenyataannya, Cress merasa perintah dari Levana untuk melacak Cinder, dan Cress bisa menemukan mereka dengan mudah.

Sementara di bumi, Levana tidak akan membiarkan siapa pun mengganggu pernikahannya dengan kaisar Kai.


REVIEW

Cress adalah buku ketiga dari The Lunar Chronicle Series. Sebelumnya di buku kedua yang berjudul Scarlet, akhirnya Cinder bertemu dengan Scarlet dan Wolf untuk mengajaknya bekerja sama dalam menggulingkan tahta Levana. Pertemuan mereka yang ditulis dalam buku ini memang tidak kalah keren! bahkan jauh lebih seru dan menegangkan dibanding buku kesatu dan keduanya. 

Setiap aku membaca rasanya tidak bisa untuk tidak menahan nafas. Aku serius! lol

Salah satu faktor yang membuat aku gemas untuk terus membaca buku ini sampai selesai adalah, karena sudut pandang buku ini mengambil sudut pandang Cress. Yang mana Cress ini diceritakan sebagai gadis yang seumur hidupnya terkurung di satelit. Ya, kalau di dongeng aslinya Cress dikurung di menara tinggi, di dalam novel Cress (The Lunar Chronicles #3), Cress dikurung di satelit luar angkasa. Jauh lebih tinggi dibandingkan menara, bukan?

Di video review Cinder yang aku unggah di channel-ku sebelumnya, kalian bisa lihat bagaimana aku antusias sekali saat membahas kapten Thorne. Padahal saat itu bagian Thorne masih sedikit dibandingkan dengan di novel Cress (The Lunar Chronicles #3)

Dan saat aku membaca novel Cress (The Lunar Chronicles #3) yang notabene fokus pada kisah Thorne dan Cress, tentu saja aku sangat terhibur. Ada beberapa hal yang menurutku membuat novel Cress (The Lunar Chronicles #3) unggul dibandingkan dua novel sebelumnya, yang pertama : perjalanan Cress dan Thorne yang tersesat di gurun pasir sehingga menyebabkan Thorne buta untuk sementara layak dijadikan bagian paling seru, dimana perjalanan bertahan hidup keduanya ini sangat detail diceritakan dan memberi banyak informasi tentang kehidupan di gurun yang jarang diketahui. 

Yang kedua, selain penjabaran kejadian yang detail, gaya penceritaan penulis yang berusaha membuat Cress menggambarkan situasi untuk Thorne layak diacungi jempol. Rasanya natural, narasinya mengalir dan tidak dibuat-buat.

Terakhir, meskipun novel Cress (The Lunar Chronicles #3) sangat menegangkan ; mulai dari perjalanan mereka sampai perkelahian sengit dengan para ahli sihir, dari awal sampai akhir tidak ada yang membuat aku bosan dengan novel ini. Itu karena penulis pintar sekali menyelipkan komedi disetiap kejadiannya. Mulai dari istilah-istilah sampai pemikiran Thorne yang kadang nyeleneh sampai Cress yang kelewat polos sehingga membuat Thorne acapkali gemas sendiri.

Ah... Thorne dan Cress ini duet maut pokoknya. Aku suka sekali dengan pasangan yang satu ini! Cress yang percaya akan adanya cinta pada pandangan pertama dan kisah bahagia di akhir cerita, bertemu dengan Thorne yang tidak memikirkan itu semua ; cuek dan terkesan tidak mempercayai. Tak jarang Thorne harus memberi penjelasan pada Cress tentang siapa dirinya dan menyuruh Cress untuk memikirkan kembali jika ingin menyukainya.

Sadar atau tidak, entah kenapa disetiap ucapan Thorne aku merasa penulis juga sedang berusaha menunjukkan isi hati Thorne. Thorne yang sebenarnya selalu menutupi masalah dengan sikap petakilan dan narsisnya, sampai Thorne yang juga sebenarnya sedang menyukai Cress. Tapi hanya samar dan tidak dijelaskan secara gamblang pada Cress. Yang hasilnya membuat Cress sering salah paham dan merasa sedih. Yaaah~

Tapi meskipun begitu pada akhirnya mereka selalu kembali bersama. Entah itu karena misi yang mengharuskan mereka bersama maupun keinginan dari diri masing-masing. Bicara tentang misi, selepas mereka semua bertemu ; Cinder, Kai, Iko, Wolf, dokter Erland, Cress dan Thorne juga salah satu pengawal Levana yang memihak mereka, mereka mulai menjalankan misi untuk menyabotase rencana Levana. 

Rencana demi rencana mulai diwujudkan demi meraih kemenangan selalu membuat berhasil menahan nafas. Aku sampai baca beberapa kali untuk mendapatkan bayangan yang jelas karena ini terlalu menegangkan. Penyelundupan, sabotase, sihir dan strategi dicampur jadi satu. 

Dan karena ini adalah novel ketiganya, banyak fakta dan rahasia-rahasia yang sebelumnya masih jadi pertanyaan perlahan-lahan terkuak dalam Cress (The Lunar Chronicles #3) ini. Daaaan yang paling membuatku exited adalah, mereka hampir dekat dengan Levana. Yang artinya semakin dekat juga dengan akhir. Selain itu di novel Cress (The Lunar Chronicles #3) juga asal-usul Cress dan rahasia yang terjadi dibalik vaksin leutomosis terbongkar. Mulai dari awal mula adanya wabah sampai vaksin yang detail kejadiannya masih dirahasiakan di novel sebelumnya. 

Kesimpulannya, selain pelengkap dari novel Cinder dan Scarlet, novel Cress (The Lunar Chronicles #3) juga terbilang lebih unggul dari segi cerita. 5 bintang dari 5 untuk novel Cress.

Sampai jumpa di review novel penutup series ini : Winter.

Terima kasih sudah berkunjung \>w</


Continue reading [BOOK REVIEW] The Lunar Chronicles #3 : Cress || Perang akan segera dimulai!

Minggu, 06 September 2020

A Letter


Untuk aku di masa lalu.

Hai, apa kabar? 

Sekarang aku sudah beberapa tahun lebih tua darimu. Sedikit lebih banyak pula yang telah aku lalui. 

Sedikit berpesan, jangan terlalu banyak memendam. Sebab sekarang aku menyesali karena tidak bisa mengutarakannya saat itu.

Kamu tahu? saat dewasa semua kesalahan atau rasa malu terhadap teman akan terasa seperti angin lalu. Karena semakin dewasa seseorang, dia akan menganggap masa lalu hanya sebuah kenangan. 

Bisa saja yang kamu yakini buruk, ternyata membawa baik. Seperti saat itu, saat kamu memilih untuk mengutarakan perasaanmu padanya. Meski pada nyatanya, dia tidak menerimamu.

Namun sayangnya, kamu tidak mengutarakan hatimu luka. Sehingga sampai sekarang dia menganggapmu sahabat terbaiknya. 

Membuatmu menyaksikan jalan hidupnya yang entah kapan akan menemukan pendamping. Membiarkanmu melihat semua perjalanan dan ceritanya dengan orang lain. Lalu kemudian memaksamu mengangguk saat dirinya bertanya 'apa kamu tidak apa-apa?'

Dan... membiarkanmu tertawa palsu.

Untuk aku yang sekarang masih diliputi rasa penasaran, aku di sini sekarang tengah diliputi rasa cemas ; memilih untuk datang ke perayaannya atau tidak.

Tapi sekarang aku bahagia untuknya. Kamu juga harus, ya.

Karena tidak ada yang salah dengan mencintai selagi di waktu yang tepat tahu cara merelakan. 


Continue reading A Letter

Selasa, 25 Agustus 2020

Jumat, 14 Agustus 2020

, ,

[BOOK REVIEW] You Are the Apple of My Eye by Giddens Ko || “Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”

 


Judul : You are The Apple of My Eye
Penulis : Giddens Ko Genre : Drama, Romance.
Tebal : 350 halaman
Kategori : Novel semi-biografi, Novel remaja.
Harga : Rp. 63.000



“Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”


SINOPSIS

Kau sangat kekanak-kanakan - Shen Jiayi

Sedikit pun kau tidak berubah, nenek yang keras kepala - Ke Jingteng


Semua berawal saat Ke Jingteng, seorang siswa pembuat onar, dipindahkan untuk duduk di depan Shen Jiayi, supaya gadis murid teladan itu bisa mengawasinya. Ke Jingteng merasa Shen Jiayi sangat membosankan seperti ibu-ibu, juga menyebalkan. Apalagi, gadis itu selalu suka menusuk punggungnya saat ia ingin tidur di kelas dengan pulpen hingga baju seragamnya jadi penuh bercak tinta. Namun, Ke Jingteng menyadari, kalau Shen Jiayi adalah seorang gadis yang sangat spesial untuknya. 


Karena masa mudaku, semua adalah tentangmu...



A/N

Hai readers, senang sekali akhirnya aku bisa menulis review novel lagi setelah satu bulan lebih tidak membuka blog karena kesibukan kuliah online ini, euh! Ah iya, sebelum review lebih jauh aku mau kasih tahu kalian kalau sekarang, aku sangat-sangat antusias membahas novel ini. Kenapa? 

Karena You are The Apple of My Eye adalah novel kesukaanku sepanjang masa! yang kemudian disusul oleh The Lunar Chronicles series tentunya, hahaha. 

Jadi, ada beberapa tahapan yang aku jalani sebelum akhirnya tuntas membaca novel You are The Apple of My Eye. Yang pertama, aku tahu kabar novel You are The Apple of My Eye dari google karena saat itu filmnya sedang digarap. Karena penasaran akhirnya aku pun mencari lebih jauh tentang You are The Apple of My Eye. Dan ternyata... ada novelnya! 

Ya, begitulah. Aku selalu antusias dengan novel ketimbang filmnya. Biasanya.

Tapi waktu itu aku masih sekolah, dan harga novel tentunya tidak murah untukku waktu itu yang uang tabungannya hanya cukup untuk beli pulsa saja. Jadi, singkat cerita aku memilih alternatif lain ; download film-nya.

Aku tidak menyesal, sungguh. Filmnya bagus, apalagi tema yang diangkat adalah kisah favoritku, love story. Tapi aku tidak akan review filmnya di sini, jadi aku cuma mau bilang kalau setelah menonton film-nya, aku langsung membayangkan pasti novelnya jauuuuh lebih bagus.

Dan pada akhirnya, aku membeli novel ini di tahun 2019. Tentunya bukan perjalanan yang singkat.



REVIEW

You Are the Apple of My Eye adalah novel Mandarin karangan Giddens Ko, yang pertama kali diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Penerbit Haru pada tahun 2014. Novel You are The Apple of My Eye menceritakan tentang laki-laki bernama Ke Jingteng yang menyukai gadis teladan di kelasnya bernama Shen Jiayi. 

You Are the Apple of My Eye adalah novel semi-biografi yang berkonsentrasi pada pengalaman cinta dan persahabatan Ke Jingteng sebagai peran utama. Sudut pandang yang digunakan dalam novel You are The Apple of My Eye adalah sudut pandang orang pertama, sehingga penyampaian narasi dan deskripsi yang disuguhkan terasa sangat nyata dan mudah dibayangkan.

Berbeda dengan film, You are The Apple of My Eye versi novel lebih kompleks dan rasanya lebih mendalam menurutku. Mungkin karena di film banyak sekali kisah yang dipotong bahkan dihilangkan, jadi saat membaca novel You are The Apple of My Eye terasa sekali perbedaannya. Sangat-sangat banyak, saking banyaknya aku sampai merasa membaca kisah baru.

Di novel You are The Apple of My Eye semuanya diceritakan secara runtut, begitu juga dengan kisah Ke Jingteng dengan Li Xiaohua yang saat itu terjalin sebelum hubungan Ke Jingteng bersama dengan Shen Jiayi. Selain kisah cinta, novel ini juga menyuguhkan cerita persahabatan yang sangat seru dan kocak tentunya.

Ada pun teman-teman Ke Jingteng yang aku ingat diantaranya ; Tsao Kuo Sheng,  Liao Ying Hung, Xu Bochun, dan Hu Chia Wei. Diantara semuanya, kalau tidak salah ingat nama, hanya Xu Bochun yang tidak mengejar Shen Jiayi dan menjadi saingan Ke Jingteng. Maka dari itu Ke Jingteng lebih dekat dengan Xu Bochun ketimbang dengan yang lain. 

Yoko punya Bibi Lung, aku punya Shen Jiayi. Yoko punya Dragon Flower, aku punya xiaoerduo. Yoko punya elang, aku punya Xu Bochun. Semua ini memang sudah ditakdirkan! 

Penceritaan karakter sampingan seperti sahabat-sahabat Ke Jingteng yang diceritakan secara detail mampu memberi nilai tambah untuk novel You are The Apple of My Eye. Bayangkan, penulis berhasil membuat semua karakter yang ada di novel You are The Apple of My Eye terasa sangat-sangat hidup!

Banyak sekali tingkah mereka yang membuat aku susah lupa dengan novel You are The Apple of My Eye, selain karena kisahnya yang menarik untuk diikuti, cara penulis mengemasnya juga tidak kalah bagus. Mulai dari gaya bahasa yang dekat dengan pembaca, penjabaran yang jelas dan pemikiran-pemikiran yang keren juga disisipkan di novel You are The Apple of My Eye

Selama membaca novel You are The Apple of My Eye, sering kali aku menandai kata-kata atau pemikiran-pemikiran Ke Jingteng yang 'selalu benar' , kritis dan penuh semangat. Seakan yang diucapkannya adalah perwakilan dari perasaanku saat di usia-usia mereka. Semua terasa benar dan apa adanya. Intinya penulis pandai sekali mengolah kata-katanya. AKU SUKAAA!

Secara teknis menulis, Giddens Ko memang tidak usah diragukan lagi. Maka dari itu, aku akan lebih banyak membahas tentang perasaanku saja saat membaca novel You are The Apple of My Eye ya, haha. Fyi, aku sering tertawa karena tingkah mereka yang aneh-aneh untuk mencuri perhatian Shen Jiayi. Banyak tingkah, banyak cara dan banyak kekonyolan. Ada yang menggunakan puisi, cara bicara yang intelek, sampai secara terang-terangan tanpa strategi. Tapi kurasa, dari mereka semua cara yang paling ampuh adalah caranya Ke Jingteng. 

Menurutku bukan karena dia tokoh utama, tapi karena Ke Jingteng berbeda. Disaat semua berlomba membuat Shen Jiayi terkesan, Ke Jingteng justru membuat Shen Jiayi merasa tertantang dan acapkali merasa kesal dengan tingkahnya. Ke Jingteng sadar, Shen Jiayi akan merasa risih jika didekati dengan cara seperti memberi surat atau pun bunga, karena Shen Jiayi adalah gadis pintar dewasa yang menyukai tantangan. Maka dari itu dirinya seolah mencari mati dengan mengajak Shen Jiayi bersaing dengannya dalam beberapa mata pelajaran.

Dari novel You are The Apple of My Eye aku mengakui sekaligus baru menemukan kebenaran istilah 'pacaran untuk penyemangat belajar.' 

Meski awalnya Ke Jingteng merasa terganggu dengan paksaan belajar dari Shen Jiayi, tapi akhirnya Ke Jingteng menyadari bahwa dirinya sebenarnya bisa jika ada kemauan. 

Begitu juga kita, readers :) 

Apalagi saat dirinya mulai dekat dengan Li Xiaohua yang selalu menanyakan soal-soal sulit, semangat belajar Ke Jingteng semakin bertambah karena merasa malu jika tidak bisa menjawab.

Tapi entah kenapa aku merasa hubungan mereka berat sebelah jika dibandingkan dengan Shen Jiayi. Ibaratnya jika dengan Shen Jiayi, Ke Jingteng tidak hanya memberi tapi juga diberi. Saling menguntungkan sekaligus saling bersaing. Sampai pada akhirnya belajar seakan menjadi kebutuhan pokok keduanya untuk bisa melengkapi satu sama lain.

Ke Jingteng adalah pengamat yang baik, hati-hati sekaligus romantis. Selain belajar, Ke Jingteng juga punya cara lain yang tak kalah ampuh, salah satunya menemani Shen Jiayi yang selalu memilih tinggal di sekolah sampai malam hari untuk belajar. 

“Pulang bersama”, entah muncul di kehidupan mana pun, kedua kata ini memiliki arti yang romantis. “Bersama” mewakili hal  yang tidak bisa dilakukan sendiri, “pulang” berarti kembali ke kehangatan.

Manis, sederhana, polos dan membuat susah lupa. Itulah kisah dalam novel You are The Apple of My Eye.

Mengingat novel You Are the Apple of My Eye ini memiliki alur maju-mundur, jadi selain kisah remaja mereka, penulis juga acapkali menceritakan tentang Ke Jingteng di masa kini. Mulai dari kisahnya yang menulis ceritanya bersama Shen Jiayi, sampai menyampaikan perasaan yang selama ini selalu untuk Shen Jiayi.

Delapan tahun menyukai membuat kami memiliki hubungan yang dalam.
Mungkin tidak sedekat pasangan, tetapi lebih dekat dari seorang teman.
Itu adalah belenggu. 

Semakin menuju bab akhir, konflik mulai berdatangan. Salah satunya mereka yang harus menjalani hubungan jarak jauh karena beda Universitas dan komunikasi yang kadang terkendala. Tidak sering bertemu dan membagi kisah membuat keduanya lebih mudah mengalami salah paham satu sama lain, sebelum akhirnya mereka harus mengambil keputusan besar.

Bisa dibilang, aku hanya pembaca. Tapi saat membaca bagaimana kisah mereka yang putus nyambung, perasaan Shen Jiayi yang tidak tersampaikan dengan benar, dan Ke Jingteng yang ragu-ragu membuat aku kesal sekaligus ikut patah hati. Pesannya tersampaikan dengan sangat baik.

Kurasa aku sudah jatuh cinta dengan novel You are The Apple of My Eye sampai ikut tertawa dan menangis bersama para tokoh :)

Meskipun pada akhirnya cinta itu tidak membuahkan hasil, tetapi selama pernah berkembang, warnanya tetap cerah. 

Dan untuk kekurangan, aku hanya merasa terganggu dengan beberapa hal kecil yang menurutku lebih pada pendapat pribadi. Seperti yang sudah aku bilang di atas, aku sudah lebih dulu menonton versi film, jadi saat aku membaca You are The Apple of My Eye versi novel aku terkadang membayangkan aktor dan artis di dalam film, membuaku merasa sedang membaca fan-fiction. 

Jujur, biasanya aku paling tidak suka membaca cerita yang sudah divisualisasikan oleh orang lain sebelumnya, karena aku lebih suka menggunakan visual yang aku bayangkan sendiri ketimbang ditentukan. Tapi karena terlanjur suka, jadi aku mencoba untuk menikmatinya.

Oh iya, ada satu lagi. Aku kurang suka dengan kenyataan bahwa Shen Jiayi juga dibuat pernah menjalin hubungan dengan sahabat-sahabat Ke Jingteng yang lain. Rasanya sedikit tidak rela saja :P

Akhir kata, terima kasih untuk penulis juga Penerbit Haru dan tim yang sudah mengemas novel You are The Apple of My Eye dengan sangat apik.


Meski kurasa tidak mungkin, tapi aku berharap bisa membaca sudut pandang Shen Jiayi.


Sampai jumpa...



 


Continue reading [BOOK REVIEW] You Are the Apple of My Eye by Giddens Ko || “Aku suka pada diriku yang menyukaimu saat itu hingga sekarang.”