Jumat, 17 April 2020

, ,

Intuition of Love 3

Tapi memang tak ada yang terlihat buruk disini, kondisinya sama seperti gudang lainnya. Hanya ada tumpukkan barang tak terpakai berselimutkan kain warna putih. Lalu apa yang ayah bilang berbahaya benar-benar tak terbukti adanya.
Tunggu dulu, aku penasaran dengan barang yang disimpan di sudut ruangan itu. Seperti peti harta karun yang sering kulihat di acara tv mingguanku. Tak ada salahnya kan sekedar untuk melihat, toh tak ada ayah. Pikirku saat itu.
Langkah kecil ku perlahan tapi pasti membuka peti itu. Berdebu. Tapi tak mengurungkan niatku untuk membukanya lebih jauh. Dan benar saja, tak ada yang salah disini. Peti itu hanya berisi bungkusan bubuk putih seperti NaOH yang dihaluskan dengan sedikit kilapan disana. Waktu itu aku pikir ayah menyimpan gula-gula putih. 
Dan aku bersyukur kala itu pikiranku masih sangat sederhana.
Oke kembalilah pada kehidupan nyatamu, Yuna. Dan berhentilah memikirkan itu. Aku akui aku tak pandai menyembunyikan perasaan dan sebenarnya aku juga tak ingin berpisah dengan mereka. Aku sayang mereka sebagai orang tua yang membesarkanku, bukan orang tua yang tulus merawatku. Sudah lama rasanya aku tak mengenang mereka, cukup dikenang kan? Walau sebenarnya aku tak ingat apalagi yang terjadi saat itu, seingatku aku menjadi tahu yang sebenarnya setelah masuk ke dalam sana.
Tak terasa ternyata matahari sudah merangkak ke singasananya yang agung diatas sana. Tak ada waktu lagi, mari bereskan rumah.
Aku ingin menyanyi, ingin sekali. 
"Sapu-sapu ayo sapu yang kotor~ cuci-cuci marilah cuci yang bersih... Oh sungguh sibuknya~"
"Berisik! Suaramu itu jelek. Kupingku nyaris sobek mendengarnya. Aduuh!" ujar Adnan setengah membentak. 
Hey bahkan aku ragu dia punya kuping, heh. Seenaknya mengatai suaraku jelek.
"Oh aku paham, kau ingin aku menyanyi lebih keras lagi kan? Baiklaaaahh..." baru saja aku membuka mulut, tapi dia sudah menjejaliku dengan kertas yang tak tahu darimana asalnya. Aargh!
"Begitu lebih baik. Haha." 
"Dasar jahaaat tak akan ku beri izin kau mendekatiku lagi. Rasakan ini-" 
"Bagaimana bisa aku tak mendekatimu, kau bahkan selalu memintanya." Adnan menyeringai saat mengatakan itu, lama-lama ia mempersempit jarak diantara kita.
Sapu yang kupegang mau tak mau menjadi sasaranku sekarang, aku mencekramnya begitu kuat sampai buku kukuku menjadi putih. Tapi dia tak juga menjauhkan badannya,aku tak suka kondisi seperti ini... Aku bahkan belum sikat gigi. Apa sekarang...
TAKKK!
"Arrghh... Sakit. Aduduh duh sakit." 
Aw. Aku tak sengaja memukulnya dengan sapu, aku hanya panik. Tapi aku rasa dia tak akan mau mendengar penjelasanku. Lebih baik aku menyelinap saja, ya menyelinap. Benar. 
Maaf ya, hhe.
::::::::
Ah lelahnya, seharian membersihkan rumah dengan gangguan si bodoh ternyata tak mudah. Lihat, bajuku basah semua sekarang. Dan itu semua karena dirinya yang bersikukuh untuk menggantikanku mencuci pakaian, tapi ternyata itu tidak membantuku sama sekali. Dengan seenak jidat ia menambahkan pewangi pakaian sebelum detergent pada baju yang masih kotor dan merendamnya sangat lama. Saat kuberitahu, dia selalu berkata bahwa dirinya mengerti.
Tapi lihatlah apa yang terjadi, dia tak menggubrisnya. Pakaianku yang malang. Saat kutegur dia hanya memberikan puppy eyes-nya membuatku ingin sekali mencubitnya, namun siapa tahu saat aku pergi dirinya justru mengumpat. Dasar.
Bodohnya aku malah membiarkannya tetap mencuci, karena saat dekati dirinya malah menarikku masuk kedalam ember yang berisi cucian bersama dengan kakinya yang sudah masuk dan menginjak-injak pakaian lebih dulu. Membuatku tersipu disaat-saat sudah hampir meledak dalam jarak sedekat ini.
Kakiku dapat merasakan saat kakinya dengan sengaja memainkan jari kakiku didalam air, dan itu terasa geli hingga membuatku ingin tertawa. Saat akan kubalas dengan menginjaknya, ternyata dia terlalu cepat untuk sadar sehingga dengan mudah dia menghindar. Tapi saat kakinya menghindar itu justru membuatku tersandung sekaligus tergelincir karena cucian licin yang kita injak.
Takut dan terkejut menelungkupi diriku saat itu. Rasanya aku tak bisa apa-apa lagi selain merasakan kerasnya lantai. Terpejam. Dan saat kutunggu-tunggu waktunya datang, justru aku tak merasakan apa-apa. Hanya saja tubuhku seperti melayang dan aku dapat merasakan jemari kokoh yang tengah memeluk pinggangku. Aku membuka mata refleks. Dan yang kulihat pertama kali adalah wajah terkejut darinya. Huuuhh aku tak jadi jatuh ternyata.
Adnan menarikku lagi ke posisi semula, dan menegakkan tubuhku didepannya. 
"Maaf." ucapnya dengan nada rendah. 
Aku terkesiap saat Adnan mengatakan kata keramat yang selalu ia tolak untuk diucapkan. Tapi justru sekarang dengan lancarnya keluar dari mulut Adnan.
Aku gugup. 
Dan aku tak nyaman dengan suasananya. Karena sekarang aku bisa melihat wajahnya sangat dekat. Tanpa ada raut jahil, cemberut, atau seringaian di wajahnya. Ini wajahnya yang asli, yang memang ku akui sangat tampan. 
Apa-apaan ini, aku merasa sangat malu saat mengingat kejadian tadi. Seharusnya tadi aku marah padanya, bukan malah terpaku seperti orang bodoh. Atau jangan-jangan ini karena aku masih menggunakan baju basah ya, sehingga secara tak langsung aku mengingat riwayat baju basah ini. Lebih baik aku berganti pakaian saja.
"Masih terkejut, atau masih terpesona padaku?" ah orang ini selalu ada dimana saja. 
"Apa maksudmu? Aku tidak terpesona padamu, minggir." aku berjalan melewatinya begitu saja,
 "Aku akan berganti pakaian." lanjutku saat Adnan seakan bertanya apa yang akan kulakukan.
"Tak usah diganti Yuna, kau tampak errrr.... Seperti itu."
Aku segera melempar lap tangan yang ada dimeja tak jauh darinya, "Buang pikiran anehmu jauh-jauh!" ucapku sambil setengah berlari.  
Aku bisa mendengar jelas tawa Adnan pecah setelah aku mengatakannya. Aku bisa gila.
Setelah semua ritualku selesai, sekarang tibalah saatnya untuk mengisi perut. Aku berjalan kearah dapur dan mengambil beberapa ikat sayuran yang sengaja aku beli tadi pagi ditukang sayur langganan ibu-ibu. Bukan menu sayuran mewah seperti menu saat aku dirumah ayah dan ibu yang akan kumasak, hanya menu sederhana tapi bergizi.
Ada kentang, wortel, brokoli, romat, dan bawang. Sepertinya aku akan memilih sup untuk menu hari ini.
Pertama-tama aku mengupas terlebih dulu sayuran tadi dan mencucinya dengan air bersih, kemudian kupotong sayurannya dengan ukuran sedang. Selesai dengan itu, aku menyiapkan air untuk merebusnya. Tapi aku tidak melihat tempat untuk merebus, dimana sebelumnya aku simpan ya? Batinku.
Dibawah meja kompor, didalam rak piring, dan tempat lainnya, tapi aku masih belum menemukannya. Sampai aku menengakkan kepala dan tersenyum saat melihat disana ternyata pancinya. Tergantung manis dipaku atas, berdampingan dengan wajan dan yang lainnya.
"Uhh tempatnya tinggi sekali." gumamku. 
Aku menatapnya lama sekalian berpikir bagaimana menurunkannya tanpa cara menggunakan kursi. Karena itu bisa mengingatkanku akan hari itu
Lebih baik aku mencari wadah lain, pikirku saat akan berbalik dan sebelum menabrak tubuh seseorang dibelakang. 
Adnan entah dari kapan berada disana, dan mungkin sudah berada disana sejak tadi. Ia mengulurkan tangannya untuk mengambil wadah dan masih dengan aku yang sekarang merasa terhimpit oleh tubuhnya.
"Apa kau bisu? Untuk yang seperti ini kau seharusnya memanggilku." ucap Adnan seraya menyerahkan wadahnya padaku. 
Aku terkekeh melihat Adnan yang seperti merajuk. Melihatnya berekspresi begitu membuatku ingin mengelus rambutnya.
Melihat sayuran yang cukup lama terbengkalai, aku memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda tadi, tapi siapa sangka Adnan justru telah menahan lenganku lebih dulu, dan kini tengah membalikkan tubuhku agar membelakanginya.
Tangannya menyentuh rambut panjang sekaligus tebalku dan kemudian menyisirkan dengan jarinya, mengangkatnya dan terakhir mengikatkan karet pada rambutku.
Aku memegang erat pinggiran wadah berbahan aluminium itu, terdiam kaku dengan pikiran yang sudah tak jelas kemana perginya. Tapi yang jelas, aku merasakan hal aneh saat Adnan selesai mengikat rambutku dan tersenyum padaku yang sudah tak tahan ingin berbalik sejak tadi. 
Aku merasakan hal aneh lagi.



0 comments:

Posting Komentar

Tolong berkomentar yang baik dan sopan ya, readers! juga centang kolom 'Notify me' sebelum publish komentar untuk mendapat notif balasan.
^^